Chapter 19

187 11 0
                                    


Dua Bulan Kemudian...

Takaaki baru saja pulang dari universitas sore itu dan menemukan para tamunya juga baru sampai di depan rumahnya. Kali ini rombongannya lebih ramai, Ran, Sonoko, Shinichi dan Profesor Agasa berbondong-bondong datang ke Shikoku untuk bertemu dengan Shiho.

"Ah kebetulan sekali Morofushi-San baru pulang mengajar?" tanya Ran ramah.

Takaaki mengangguk, "eh, aku pulang dua jam lebih cepat."

"Kali ini kami sudah booking penginapan, jadi tidak perlu merepotkan Morofushi-San dan Shiho lagi hehehe..." ujar Sonoko cengengesan.

Takaaki hanya menanggapinya dengan senyuman kemudian beralih kepada Profesor Agasa, "ini pasti Agasa Hakase," sapanya seraya mengulurkan tangan.

Profesor Agasa menyambut uluran tangannya, "eh, senang bertemu denganmu Morofushi-Kun. Aku juga ingin berterima kasih karena kau telah menjaga Shiho selama ini. Aku menyayanginya seperti putriku sendiri."

Tatapan Takaaki melembut, "dengan senang hati, Hakase. Shiho segalanya bagiku."

"Shiho ada di dalam?" tanya Ran.

"Eh, mungkin sedang menikmati teh sorenya," ujar Takaaki.

"Wah, aku kangen sekali teh racikan Shiho-Chan," Sonoko mengidamkan.

"Mari masuk semuanya, Shiho pasti juga sudah menunggu kedatangan kalian," ajak Takaaki seraya membuka pintu pagar.

Mereka semua pun masuk ke rumah. Namun keanehan segera disadari Takaaki, karena saat ia mengucapkan 'tadaima' tidak ada sambutan balik dari Shiho.

"Shiho?" Takaaki memandang sekeliling rumah yang kosong. Mendadak firasatnya tidak enak, ia memeriksa kamar tidur, kamar mandi dan kamar calon bayi. Sementara Sonoko dan Ran memeriksa kebun belakang tapi Shiho tidak juga ditemukan.

"Apakah dia keluar?" tanya Profesor Agasa.

"Tidak mungkin, kami baru saja berkabar saat aku pulang mengajar dan dia menunggu kita semua di rumah," kata Takaaki seraya mengeluarkan handphonenya. Walau wajahnya tenang tapi kekhawatiran tetap terlihat di mata tajamnya.

"Diangkat?" tanya Ran penuh harap.

Takaaki menggeleng.

"Morofushi-San," mendadak Shinichi memanggil dari luar.

Mereka semua menghampiri Shinichi.

"Lihat ini," Shinichi menunjuk.

Di rerumputan terlihat tetes-tetes darah Shiho. Mereka semua seketika menegang.

"Apakah terjadi sesuatu pada kandungannya dan Shiho langsung pergi ke rumah sakit sendiri? Mungkin dia mau melahirkan?" Sonoko bertanya-tanya.

"Hari perkiraan lahirnya masih bulan depan," gumam Takaaki, ia bertukar pandang dengan Shinichi. Mereka mencemaskan hal yang sama.

"Darahnya masih hangat," Shinichi menyentuh tetesan darah itu dengan ujung jarinya, "seharusnya belum jauh. Sial! Seandainya aku bisa melacaknya dengan kacamataku."

"Melacak?" Takaaki melirik Shinichi mendadak terbersit ide, "lencana itu ada pelacaknya kan?"

"Eh?" Shinichi mengerjap balas memandang Takaaki, "memang Shiho membawa lencana itu?"

"Selalu."

Shinichi langsung menoleh pada Profesor Agasa, "Hakase kau bawa kacamata cadangan? Punyaku ketinggalan di Tokyo."

"Bawa, itu sudah jadi kebiasaanku," sahut Profesor Agasa seraya mengeluarkan kotak kacamata cadangan dari tasnya.

Shinichi mengenakan kacamata itu dan mulai melacak, ia melihat titik merah yang merupakan keberadaan Shiho bergerak menuju suatu tempat.

A Love To GiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang