Chapter 17

173 13 0
                                    

Shinichi, Ran dan Sonoko akhirnya menginap di rumah keluarga Morofushi selama beberapa hari. Mereka menghadiri festival dan menyaksikan tarian Awa Odori bersama. Kebetulan festival tersebut tidak jauh dari rumah Morofushi jadi mereka bisa jalan kaki sambil berbincang-bincang. Takaaki, Shiho, Ran dan Sonoko tampak bersemangat menyaksikan tarian Awa Odori. Hanya Shinichi yang terlihat masih belum seratus persen menikmati suasana. Diam-diam ia masih mencuri-curi pandang kepada Shiho dan Takaaki. Pada saat menyaksikan tarian, Shinichi berdiri di belakang mereka semua, sehingga ia lebih leluasa memandang Shiho. Ia menyadari, sepanjang perjalanan tangan Takaaki tak pernah lepas menggenggam tangan Shiho. Pria itu selalu memerhatikan langkah Shiho dan memberitahu bila ada batu, kerikil maupun tangga. Ia juga selalu berjalan di sisi cahaya matahari untuk meneduhkan Shiho. Saat menyaksikan tarian, Takaaki berdiri di belakang Shiho sambil merangkul lehernya, membiarkan Shiho bersandar pada tubuhnya agar tidak lelah. Dalam benak Shinichi berandai-andai, bila tidak terjadi tragedi itu, mungkin saja saat ini yang berdiri di sisi Shiho adalah dirinya.

"Shiho..." panggil Ran di malam hari, saat mereka sedang berbincang-bincang bersama di teras luar rumah yang berhadapan dengan halaman belakang.

"Uhm?" Shiho menatapnya.

"Anooo... aku mau minta maaf..." ucap Ran sungkan.

"Maaf untuk apa?"

"Maaf karena aku telah bertindak kekanak-kanakan. Aku tidak memperlakukanmu dengan baik, aku juga... yang menyebabkan kau dan Shinichi... tidak bersama..." kata Ran jujur seraya menggigit bibirnya.

"Anooo... Shiho... Aku juga mau minta maaf karena... aku pernah marah-marah padamu..." ucap Sonoko yang juga merasa tak enak hati.

Shiho tersenyum lembut memandang mereka berdua, "semua sudah berlalu, tak perlu minta maaf... aku juga tidak mengambil hati..."

"Shiho..." Ran menatapnya berkaca-kaca.

"Lagipula, aku lah yang salah karena telah muncul di antara Ran-San dan Kudo-Kun. Bila tidak ada aku, kalian akan baik-baik saja..." Shiho mengakui.

"Ehh... tapi kan apapun bisa terjadi dalam hubungan manusia... mungkin aku dan Shinichi saja yang memang tidak berjodoh..." ujar Ran.

"Dan terbukti aku juga tidak berjodoh dengannya..." sambung Shiho bijak, "kita tidak bisa menghubungkan titik-titik ke depan, tapi hanya bisa menghubungkannya ke belakang. Aku memang lari ke Shikoku untuk menyendiri, tapi ternyata mana sangka, aku malah menemukan jodohku di sini..."

Ran dan Sonoko termenung.

"Awalnya aku juga menyalahkan dunia atas ketidak-adilan yang terjadi padaku. Tapi setelah bertemu Takaaki-Kun, akhirnya aku mengerti, semua ini hanyalah perjalanan yang harus kulalui...

"Dan sekarang aku benar-benar bahagia. Bahkan mungkin aku tak pernah merasa sehidup ini seumur hidupku. Aku mendapatkan suami yang begitu baik dan aku sungguh menyayanginya. Terlebih lagi, sebentar lagi kebahagiaan kami semakin sempurna..." ucap Shiho sembari membelai perutnya penuh sayang.

Ran dan Sonoko tampak lega.

"Aku juga tidak menyalahkan Suzuki-San. Aku mengerti Suzuki-San sangat menyayangi Ran-San. Aku bahkan iri karena Ran-San memiliki sahabat yang begitu baik. Aku juga tidak mengambil hati mengenai kejadian dua tahun lalu..." tambah Shiho.

"Aku... Aku juga bisa menjadi sahabatmu, kalau kau masih mau menerimaku..." kata Sonoko.

Shiho tersenyum cerah, "tentu saja, aku sangat senang."

Ran dan Sonoko tersenyum.

"Nanti setelah kau melahirkan, boleh kami datang lagi untuk menjenguk si bayi?" tanya Ran.

Shiho mengangguk, "eh, datang lah kapan saja, aka-chan juga pasti senang sekali..."

Mereka tertawa bersama.

***

Sementara para wanita berbincang di luar, para pria berbicara serius di dapur.

"Apa?" tangan Takaaki yang ingin mengambil kaleng susu berhenti saat menoleh pada Shinichi, "dia pelaku bom mobil itu?"

"Eh," Shinichi mengangguk, "kepolisian, FBI dan CIA masih mencarinya."

Takaaki akhirnya mengambil kaleng susu tersebut dan membuka tutupnya, "dia bukan anggota organisasi, apakah dia masih mendendam pada keluarga Miyano?"

"Dikhawatirkan begitu," sergah Shinichi.

"Walau Shiho sendiri bahkan masih bayi ketika Haneda Koji meninggal?"

"Wakasa-Sensei selalu merasa penyebab meninggalnya adalah racun itu jadi dia dendam selain pada organisasi yang mencekoki Haneda Koji, juga terhadap keluarga pembuat racunnya."

Takaaki membuat segelas susu coklat hangat dengan tenang meski otaknya berpikir keras.

"Apa Morofushi-San akan memberitahu Shiho mengenai hal ini?" Shinichi melirik para wanita di luar melalui jendela.

Takaaki juga mengikuti arah pandangnya, "tidak. Aku tidak akan memberitahunya. Suasana hati Shiho sangat bagus beberapa bulan belakangan ini, aku ingin mempertahankan kondisinya seperti itu terutama di saat kehamilannya cukup lemah."

Shinichi mengangguk sependapat.

"Tapi aku berterima kasih karena kau memberitahuku Kudo-San. Aku akan lebih hati-hati lagi menjaga Shiho," ujar Takaaki.

"Hubungi aku kapan saja bila Morofushi-San memerlukan bantuan. Aku juga akan selalu update informasi mengenai pencarian Wakasa-Sensei."

Takaaki mengangguk, "arigatou," ia telah selesai mengaduk susunya, "sekarang aku harus menyudahi perbincangan para wanita."

Takaaki keluar untuk memanggil Shiho. Saat ia muncul, para wanita itu sedang bersenda gurau menertawai cerita lucu Sonoko.

"Maaf semuanya kalau aku mengganggu," sela Takaaki sopan dan lembut, "tapi sekarang sudah waktunya Shiho tidur."

Shiho memandang suaminya seraya merajuk, "Anata... aku masih mau berbincang-bincang dengan mereka, kami sudah lama tidak bertemu, jarang-jarang kan mereka kemari."

"Masih bisa dilanjut besok, mereka kan masih di sini sampai lima hari ke depan. Kau harus istirahat cukup Shiho," Takaaki mengingatkan seraya merangkul istrinya.

"Iya iya, Shiho-Chan sedang hamil besar, sebaiknya istirahat saja, jangan suka begadang lagi seperti dulu. Kita akan lanjut besok, oke?" kata Ran.

"Hai hai..." Shiho mendesah seraya menggerutu, "aku seperti gadis kecil yang kelamaan bermain dan dipanggil pulang ayahnya..." pelan-pelan ia bangkit berdiri dibantu suaminya.

Ran dan Sonoko nyengir.

"Jangan cemberut begitu, aku sudah membuatkanmu susu hangat..." gumam Takaaki sambil mengusap-usap bahu istrinya saat membawanya masuk ke dalam rumah.

Shiho akhirnya tersenyum, "arigatou..."

"Hari ini kau juga banyak berjalan, aku akan mengompres kakimu sebelum tidur."

"Hai hai..." sahut Shiho imut dan patuh sambil merangkul pinggang suaminya.

"Mereka serasi juga ya walaupun beda umurnya jauh," ujar Sonoko setelah pasangan suami-istri itu menghilang di dalam rumah.

"Tapi mungkin karena beda umurnya jauh jadi romantis."

Sonoko cekikikan, "Shiho yang suka tsundere jadi tidak berkutik di hadapan Komei."

Ran terkekeh, "eh, tapi Shiho-Chan sungguh beruntung dapat suami super perhatian seperti Morofushi-San."

"Uhm... aku berharap mereka bahagia selamanya..."

"Eh, aku juga berharap begitu..."

Tapi tidak dengan mata di luar sana.

A Love To GiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang