Epilogue

459 15 15
                                    


Takaaki dan Shiho menjalani kehidupannya sembari membesarkan Takahiro. Takaaki tetap mengajar di Universitas Shikoku dan sedang dalam proyek penulisan buku keduanya. Sementara Shiho mengundurkan diri sebagai dosen agar bisa mengurus bayinya. Shiho mengembangkan olahan tanaman keringnya, memproduksinya jadi teh untuk dijual local di wilayah Shikoku. Namun, rupanya keluarga Suzuki yang menyukai teh tersebut memberikan dana investasi sehingga produksinya dapat dilakukan besar-besaran untuk didistribusikan ke seluruh Jepang. Berkat hal itu, Shiho jadi harus mempekerjakan beberapa orang lagi dan membeli lahan yang lebih besar. Ia sangat menyukai kegiatannya tersebut, selain karena waktunya fleksibel untuk merawat putranya, suaminya juga sangat mendukungnya.

Enam tahun kemudian...

Suatu hari Takaaki mendapat undangan ke Tokyo, ada sebuah kasus kriminal pelik hingga melibatkan seluruh detektif hebat seantero Jepang harus berkumpul termasuk sang ahli strategi. Tak melewatkan kesempatan itu, ia mengajak Shiho dan putranya untuk ikut serta.

"Wahh... Hiro-Kun sudah besar ya..." kata Ran.

"Dan tampan..." timpal Sonoko.

Saat itu mereka sedang berada di lobi utama gedung seminar.

"Ayo beri salam, Hiro. Mereka yang membantu Hiro lahir lho," pinta Shiho pada putranya.

"Yoroshiku," Takahiro memberi salam dengan sopan.

"Aduh-aduh bahkan gayanya mirip ayahnya," ujar Ran geli.

"Eh," Shiho mengangguk, "memang Hiro juga bukan anak yang rewel. Sangat tenang untuk ukuran seusianya," ucapnya seraya menepuk lunak kepala putranya.

Tak lama kemudian ada bubaran seminar, Takaaki, Shinichi, Uehara dan Yamato keluar menghampiri mereka.

"Otosan!" panggil Takahiro pada ayahnya.

"Hiro," Takaaki mengusap kepala putranya.

"Hooo jadi ini anaknya Komei!" Yamato melongokkan kepalanya menatap bocah itu.

"Yoroshiku," ucap Takahiro tenang, bahkan tidak terintimidasi oleh wajah seram Yamato.

"Melihatnya seperti melihat Morofushi-Kun versi kecil dulu," Uehara terkikik.

"Morofushi-San akan kembali ke Shikoku hari ini juga?" tanya Shinichi.

"Ah tidak, kami sudah menyewa hotel untuk menetap selama beberapa hari. Lagipula sedang masa liburan sekolah dan ini pertama kalinya Hiro ke Tokyo. Mungkin kami akan jalan-jalan sebentar," ujar Takaaki.

"Kau berencana mampir ke Nagano?" tanya Yamato.

"Eh, mau lihat kondisi rumah," sahut Takaaki.

"Memangnya selama di Tokyo, Hiro-Kun mau ke mana? Tropical Land?" tanya Sonoko pada bocah kecil itu.

"Uhm," Takahiro mengangguk, "Hiro juga mau melihat universitas tempat Otosan dulu kuliah."

"Haaah? Astaga... masih kecil mau lihatnya kampus..." Sonoko menepuk jidatnya sendiri.

"Hiro-Chan kalau sudah besar mau jadi apa?" tanya Uehara.

"Mau jadi polisi seperti Otosan, supaya bisa melindungi Okasan," sahut Takahiro polos namun tanpa keraguan.

Yamato nyengir, "dasar Komei kecil."

"Wah enaknya... Shiho-Chan benar-benar seperti ratu di rumah ya..." ledek Sonoko.

Shiho terkekeh, "eh... aku beruntung punya dua guardian angel di rumah..."

Guardian angel... ulang Shinichi dalam hati seraya tersenyum getir.

"Baiklah kalau begitu, aku dan Uehara permisi dulu. Masih banyak pekerjaan menunggu di Nagano. Kami tunggu kau mampir ke sana Komei," ujar Yamato seraya menepuk pundak sahabatnya.

"Eh, sampai nanti," Takaaki balas menepuk pundak sahabatnya.

Yamato dan Uehara pun keluar dari gedung seminar.

"Kami juga harus pergi dulu, belum check in," kata Shiho pamit.

"Besok ketemuan lagi ya!" Ran mengingatkan.

"Hai hai..." sahut Shiho seraya melambai.

Takaaki dan Shiho menyusul keluar gedung sambil menggandeng Takahiro di tengah-tengah mereka. Shinichi memandang punggung tiga sosok itu menjauh. Enam tahun telah berlalu dan ia masih belum terlalu ahli untuk menguasai pelajaran sebuah cinta untuk dilepaskan.

A Love To GiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang