Para mahasiswa dan dosen langsung memboyong Takaaki ke rumah sakit. Pelurunya dapat dikeluarkan tepat waktu. Salah seorang mahasiswi sains meminjamkan Shiho pakaian untuk mengganti pakaian sebelumnya yang robek dan berlumuran darah. Karena Takaaki tak punya keluarga lagi, Shiho bersikeras menungguinya meski para dosen dan mahasiswa sudah membujuknya untuk pulang dan memberikan pendampingan di apartemen takut Shiho masih trauma. Akhirnya mereka mengalah, Shiho dibiarkan untuk menunggui dan akan bergantian dengan dosen atau mahasiswa hukum lain keesokan harinya. Shiho tidak tenang meninggalkan Takaaki bila pria itu belum melewati masa kritisnya.
Esok hari, ketika matahari baru terbit, Takaaki mendapatkan kesadarannya. Ia bingung melihat Shiho ketiduran di sisi tempat tidurnya.
Merasakan pergerakan, Shiho akhirnya terbangun sambil mengucek-ucek matanya.
"Morofushi-San... Kau sudah sadar?" tanya Shiho yang langsung terjaga dari kantuknya.
"Miyano-San... kenapa kau di sini?"
"Aku menungguimu semalaman... aku... aku tak mungkin meninggalkan Morofushi-San begitu saja..." ucap Shiho dengan mata berkaca-kaca.
"Kau lihat sendiri aku sudah tidak apa-apa. Pulang dan istirahatlah Miyano-San. Kejadian kemarin pasti membuatmu terguncang."
Dibilang begitu, Shiho malah menangis.
"Miyano-San?"
"Gomene..."
"Nani?"
"Aku sepertinya selalu menyusahkan semua orang..."
"Apa maksudmu?"
"Sepertinya aku pembawa sial. Orang tuaku dan kakakku meninggal karena aku. Aku juga hampir membuat Kudo-Kun tewas. Lalu sekarang Morofushi-San juga... Mungkin sebaiknya aku hidup sendiri di hutan terpencil..."
Tatapan Takaaki melembut, "kau bukan pembawa sial Miyano-San... sebaliknya... Ada sesuatu di dalam dirimu, yang membuat orang-orang di sekitarmu ingin melindungimu..."
"Aku ke Shikoku untuk memulai kehidupan baru dan menjauhi masalah. Tapi... tapi kenapa... keberadaanku selalu membahayakan orang lain..." isak Shiho.
"Selama manusia hidup, akan selalu menghadapi masalah. Lagipula bila memang mau disebut pembawa sial. Orang itu bukan dirimu, melainkan aku."
"Eh?" Shiho menatap Takaaki tak mengerti.
"Orang-orang di sekitarku lah yang pada akhirnya akan pergi. Aku sungguh takut terjadi hal buruk padamu kemarin. Bila memang aku yang harus mati, maka aku saja yang mati."
Shiho menggeleng kuat-kuat, "aku tak bisa membiarkan orang lain mati lagi demi diriku... tidak mau lagi..."
"Miyano-San?"
"Aku bukan tanggung jawabmu Morofushi-San... Tidak perlu mengorbankan dirimu demi wanita yang tidak berharga ini..."
"Miyano San..." Takaaki memanggil sangat lembut sampai Shiho menatapnya dalam diam, "aku tak berdaya ketika orang tuaku terbunuh... Aku juga gagal melindungi adikku Hiromitsu... Sebagai polisi, aku telah menyelamatkan banyak orang kecuali keluargaku sendiri..." kemudian tangannya menggenggam tangan Shiho, "sekarang di saat aku memiliki kesempatan sekali lagi untuk melindungi seseorang, aku pasti akan melakukannya... Aku akan melindungi Miyano-San..."
Bibir Shiho bergetar, tidak tahan lagi, ia menghambur ke pangkuan Takaaki seraya menangis tersedu-sedu dan membuat Takaaki kebingungan.
***
Takaaki pulih dengan cepat. Ketika ia keluar dari rumah sakit, waktunya bertepatan dengan liburan musim panas yang panjang. Kampus tidak ada kegiatan perkuliahan hingga dua bulan mendatang. Takaaki dan Shiho banyak menghabiskan waktu bersama untuk memeriksa naskah Takaaki. Sesekali mereka keluar jalan-jalan dan makan bersama. Hingga suatu hari, mereka bosan keluar dan memutuskan untuk menonton marathon sebuah drama seri kolosal Dinasti Tang. Takaaki menginap di apartemen Shiho. Shiho sudah siap menggelar futon dan beberapa cemilan untuk mereka nonton bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love To Give
FanfictionA little bit intermezzo of Shinichi-Shiho-Takaaki KOMEN TIDAK PANTAS = BLOCK