hampa

29 4 0
                                    

Tidak ada yang membicarakan tentang pagi setelah putus. Malam sebelumnya, bahkan tidur pun rasanya tak cukup untuk menghapus semua beban yang kurasakan. Mata bengkak dan hati yang hancur, membuatku bertanya-tanya apakah semuanya hanya sebuah mimpi buruk yang akan segera berakhir?

Namun, ketika kenyataan memaksaku sadar, aku menyadari bahwa ini bukanlah mimpi. Rasa sakit yang tajam menyatu dengan kesunyian, menciptakan ruang yang terasa sangat hampa di sekelilingku. Tidak ada lagi pesan singkat "selamat pagi" dari Nolan yang selalu kusambut dengan senyum setiap harinya. Hanya hening yang mengisi kekosongan di ruangan ini.

Perutku terasa perih, menyadarkan bahwa terakhir kali aku makan adalah pagi di hari aku memutuskannya, itupun seingatku. Bahkan rasa sakit di dada pun terasa tak kunjung hilang, sementara kepala yang terasa berat dipenuhi oleh banyak pertanyaan yang membuatnya terasa seperti akan meledak. Semuanya mengingatkanku pada keputusan yang aku ambil dan konsekuensi yang harus kutanggung.

Meskipun ini bukan kali pertamaku mengalami putus cinta, tapi rasanya seperti patah hati pertamaku. Dulu, ketika melihat teman-teman terdekatku mengalami hal serupa, aku hanya bisa heran. Aku tak mengerti mengapa mereka begitu hancur, bahkan sampai menangis berhari-hari atau berbulan-bulan. Aku menganggap itu lebay dan tak masuk akal.

Bagiku, saat itu jauh sebelum mengenal Nolan, putus cinta itu semudah seperti mencari pasangan baru, kumpul bersama orang-orang yang dekat dengan kita, menjalani kegiatan yang kita suka. Namun, ketika saatnya tiba untukku mengalami hal yang sama, aku tersadar. Seketika itu juga aku merasakan pukulan keras yang membuatku menyadari betapa pedihnya patah hati itu sebenarnya. Betapa sulitnya melupakan dan melanjutkan hari demi hari setelah ditinggalkan oleh orang yang dicintai, hari-hari yang dijalani terasa sangat berat.

Walaupun keadaanku bisa dibilangan sedang kacau, di tengah perjalanan menuju kota tempat kuliahku yang tak begitu jauh dari tempat tinggalku, langit mulai menyingsing fajar. Musik dari band favorit kami, The 1975, mengalun di ruang sempit mobil. Suara gemuruh mobil yang melintas dan hembusan angin menjadi latar belakang yang pahit, menyatu dengan melodi "About You".

Lagu itu, yang dulunya menjadi pengiring setia setiap perjalanan bersama Nolan, kini mengisi ruang kosong di dalam mobil dengan nostalgia yang menyakitkan. Tidak hanya lirik-liriknya yang menggambarkan keadaanku saat ini, tetapi lagu itu sendiri juga merupakan bagian dari kenangan manis yang kami bagi bersama. Hanya sesak yang terasa, mengingatkan bahwa meskipun hubungan kami telah berakhir tetapi jejak-jejak Nolan masih terasa di setiap sudut perjalanan yang aku lalui.

Sesampainya di parkiran depan tempat tinggalku di kota ini, aku hanya duduk terdiam di mobil, mencoba menenangkan diri sejenak sebelum bertemu dengan teman sekamarku. Aku tidak ingin terlihat kacau di depan sahabatku. Dengan hati-hati, aku turun dari mobil sembari membawa beberapa barang dan berjalan menuju pintu kamarku.

Di sana, Kiara sudah menunggu kedatanganku, seolah-olah dia sudah mengetahui apa yang terjadi padaku, meskipun aku belum bercerita kepada siapa pun. "Hai, kenapa?" ucapnya dengan nada lembut, namun penuh kehangatan saat menyambutku. Tanpa ragu, aku langsung jatuh dalam pelukannya, membiarkan air mataku mengalir dengan bebas.

Pada akhirnya, aku tak bisa menahan lagi, benteng yang sedaritadi sudah kutahan akhirnya roboh juga. Semua perasaanku tumpah di hadapan Kiara, diiringi oleh derasnya tangisanku yang tak bisa kubendung lagi.

Andam KaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang