Dengan langkah hati-hati, aku mendekati Mama yang tengah sibuk dengan projectnya. Meskipun hatiku terasa berat, aku mencoba untuk tetap tegar di depannya, berusaha keras untuk menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya sedang kurasakan.
Mama tersayang, yang selalu ada untukku, duduk di depanku, memperhatikanku dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"De, ada apa? Kenapa wajah kamu murung gitu sih? kenapa terlihat begitu sedih?" tanya Mama, suaranya penuh perhatian.
Aku menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengangkat wajahku untuk menatap Mama, dan mataku sudah bergelinang air mata. "Kita berdua... aku dan Nolan, kami putus." ujarku dengan suara gemetar.
Mama terkejut. "Kenapa begitu? Ko bisa? Pantesan, belakangan ini Nolan tidak pernah datang ke rumah." tanyanya, tatapannya penuh kebingungan.
Aku menjelaskan semuanya padanya, tentang bagaimana aku merasa menyesal atas keputusanku dan bagaimana aku telah meminta maaf dengan tulus kepada Nolan. Namun, Nolan menolak untuk kembali bersamaku.
Mama mengangguk mengerti. "Mungkin Nolan hanya butuh waktu untuk berpikir. Mungkin dia sakit hati atas keputusanmu dan kata-kata yang kamu ucapkan saat itu," ujarnya bijaksana.
Aku merasa sedikit lega mendengar kata-kata Mama, tapi hatiku masih terasa berat. "Aku merasa sangat bersalah, Ma. Aku tidak pernah bermaksud menyakitinya," ujarku lirih.
Mama menggenggam tanganku dengan lembut. "Gapapa, De. Jangan terlalu keras sama diri sendiri. Kadang kita baru menyadari betapa berharganya seseorang setelah mereka pergi. Jangan terlalu larut dalam penyesalan. Jadikan itu sebagai pelajaran, dan jika suatu saat kalian dipertemukan lagi, kamu pasti akan lebih menghargai keberadaannya," kata Mama dengan lembut.
"Lagian ya de, gaseru dan gaasik tau percintaan remaja mulus-mulus aja. Kadang, kita juga harus rasain patah hati biar tau seberapa berarti orang itu dalam hidup kita." ujarnya bijak. Kata-katanya seperti oase di padang pasir kebingungan yang sedang kualami. "Toh, kalau nanti ternyata dipertemukan lagi dengan Nolan, kita akan sangat menghargai hal sekecil apapun dari hubungan kalian. Bahkan, kita akan belajar dari kesalahan hubungan yang kemarin." tambah Mama, memperkuat ketenangan hatiku yang mulai terbenam dalam rasa kekecewaan.
"Tapi, Ma, Alyssa jahat ya?"
Mama menatapku lembut sembari mengusap air mata yang terus mengalir di pipiku. "Kamu baik, sayang. Orang baik seperti kamu pun bisa membuat keputusan atau pilihan yang buruk. Kita semua manusia, Alyssa. Siapapun di sini tidak luput dari kesalahan. Melukai orang atau bahkan dilukai, itu bagian dari kehidupan. Sadar atau tidak, kita semua pernah melakukannya, kan...?"
"Bahkan Mama pun pernah di posisi kamu, Alyssa. Emangnya hubungan Mama sama Papa selalu mulus aja? Engga, dulu waktu pacaran sama Papa, Mama juga pernah putus. Mama yang emosi dan akhirnya menyesal seperti kamu, tapi Mama ga ambil pusing. Mama selalu berdoa ke Tuhan, 'Kalau Papa memang jodohnya, dekatkanlah lagi kami.' Terus Papa datang lagi, karena doa itu dan memang cinta Papa ternyata lebih besar dari Mama, dan itu bagian terpenting pula. Karena, bertahan itu akan lebih mudah bagi orang-orang yang memang benar-benar ingin bertahan. Bahkan, hubungan kami berkembang ke jenjang selanjutnya, hingga memiliki kamu dan kakak."
"Kamu baik, Nolan juga baik. Yaaa, yang sama-sama baik pun bisa berpisah kan. Dan mungkin melepas Nolan bisa jadi salah satu cara untuk bersatu di pertemuan selanjutnya dengan versi yang jauh lebih baik. Jadi, gak usah menyesali apapun keputusanmu," ucap Mama sambil memeluk hangat.
![](https://img.wattpad.com/cover/362075269-288-k370618.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Andam Karam
RomanceTerkadang, membuka halaman selanjutnya terasa sulit ketika kita sadar bahwa seseorang yang kita sayangi tidak akan ada di cerita kita lagi. Meski begitu, hidup harus tetap berlanjut, karena cerita kita belum berakhir.