Aku duduk di tepi tempat tidur, memutar-mutar pikiran dalam kegelapan kamarku yang sunyi. Rasanya seperti ada pertempuran di dalam diriku, antara ingin menjaga semuanya baik-baik saja dengan Nolan dan pada saat yang sama, ingin merobek keheningan ini dengan kejujuran yang sesungguhnya.
Aku merasakan labilnya perasaanku, takut berada di zona abu-abu di antara cinta dan kehilangan. Bagiku, Nolan adalah bagian dari diriku yang telah hilang. Aku tidak pernah membayangkan hidupku tanpa dirinya, tetapi sekarang, aku harus belajar bagaimana melakukannya.
Setiap kali aku memikirkan Nolan, rasa sakit di dadaku semakin dalam. Aku ingin kembali pada saat-saat bahagia kami, ketika cinta kami tampak tak terbatas. Tapi aku juga sadar bahwa Nolan telah pergi, tanpa memperdulikan kesempatan untuk kembali bersamaku.
Aku bingung. Aku tidak tahu harus melangkah ke mana. Aku ingin terus mengejar Nolan, memohonnya untuk kembali padaku, tetapi takut dengan kenyataan bahwa mungkin Nolan tidak pernah mencintaiku lagi. Bahkan jika aku memutuskan untuk menyerah, aku masih takut bahwa Nolan hanya pergi sementara dan akan kembali padaku.
Tapi kemudian, dalam keputusasaanku, aku mengambil langkah yang tidak kupikirkan dengan matang. Aku mengirim pesan kepada Nolan, merindukannya dengan setiap ketukan huruf di ponselku.
Ketika Nolan menawarkan untuk menelponku, sebagian kecil hatiku berdebar kencang. Aku sangat merindukan suaranya, tetapi ketika aku mendengarnya, kehangatan yang selalu ada di suara Nolan terasa seperti telah menguap begitu saja. Dia berbicara tentang rencana-rencana masa depannya, dan meskipun aku mencoba untuk bersikap netral, dalam hatiku hanya ada keinginan agar dia kembali padaku.
Aku akhirnya menyadari bahwa yang menyakitkan bukanlah Nolan atau situasi yang sedang aku hadapi, tetapi aku sendiri yang terus berharap pada sebuah hubungan yang mungkin sudah berakhir. Aku hanya ingin agar Nolan mencintaiku kembali, sedangkan yang dia inginkan hanyalah menemukan dirinya sendiri sebelum bisa mencintai aku lagi. Itu yang terberat untuk aku terima.
Dan pada akhirnya, hanya aku yang menyesal, karena aku masih berharap bahwa ada kesempatan lagi, sedangkan Nolan emang gapernah mau ambil kesempatan apapun.
Setelah percakapanku dengan Nolan, beberapa hari kemudian, aku membagikan beberapa perasaanku tentang Nolan kepada Kiara.
Orang-orang terdekatku memberikan saran-saran yang beragam. Beberapa menyaranku untuk menjauh dari Nolan agar aku tidak menderita lebih banyak lagi, namun hatiku selalu menolak untuk mengikuti saran mereka. Aku merasa sulit untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalam hati Nolan, apakah dia juga merasakan hal yang sama sepertiku atau bahkan jika aku kembali padanya, apakah dia akan menerimaku kembali.
Aku merasa terombang-ambing dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya membuatku sedih? Apakah karena kebiasaan yang telah berkurang, atau karena kehilangan sosoknya? Atau mungkin karena aku merasa tidak cukup berharga untuk dicintai? Aku merasa terpuruk dalam pertanyaan-pertanyaan ini, dan terkadang aku merasa tidak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya.
Aku juga membandingkan hubunganku dengan Nolan, dengan hubungan Nolan bersama mantannya. Meskipun aku telah menurunkan ego dan meminta maaf, aku masih bertanya-tanya mengapa Nolan tidak ingin kembali pada hubungan kita. Apakah aku tidak layak untuk dicintai? Apa yang salah dengan aku?
Berpikir dan bertanya-tanya ini membuatku semakin terombang-ambing dalam perasaan yang labil dan membuatku semakin tidak yakin tentang apa yang harus kulakukan selanjutnya. Aku merindukan kejelasan dalam hubungan kami, tetapi sepertinya semuanya hanya menjadi semakin rumit dan tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andam Karam
RomanceTerkadang, membuka halaman selanjutnya terasa sulit ketika kita sadar bahwa seseorang yang kita sayangi tidak akan ada di cerita kita lagi. Meski begitu, hidup harus tetap berlanjut, karena cerita kita belum berakhir.