Terkadang, aku bertanya-tanya, apakah kamu pernah memikirkan kembali waktu kita bersama dan merindukan apa yang kita miliki? Atau apakah aku telah menjadi bab lain yang berlalu dalam hidupmu? Aku berharap aku bisa mendengar jawaban dari kamu, Nolan. Mungkin dengan itu, aku bisa menemukan kedamaian dalam hatiku dan mulai melangkah maju, meskipun tanpa dirimu di sisiku.
Duduk di ruang tamu yang sunyi, aku merenung. Jari-jariku memainkan gelas minum, menciptakan melodi kecil yang mengalun di udara. Lagu "On Bended Knee" dari Boyz II Men terdengar lembut di latar belakang, menyelipkan kata-kata yang terkenang dalam setiap baitnya.
Jika aku bisa kembali ke masa lalu, kembali ke hari-hari kami yang penuh harapan, aku akan melakukan semuanya lagi. Meskipun akhirnya tidak indah, cinta yang kami bagikan sepadan dengan semua rasa sakit yang kami rasakan di ujungnya. Aku tahu kami tidak berhasil, aku tahu aku tidak bisa mengubah bagaimana semuanya berakhir. Bukan kesalahan yang kami buat yang merusaknya, melainkan kita. Kami tidak tepat satu sama lain.
Namun, jika diberi kesempatan untuk kembali ke hari-hari itu, dan diberi kesempatan untuk memilih pergi sebagai gantinya, aku masih akan memilih untuk mencintaimu, terlepas dari segala kesulitan yang kami hadapi. Aku merenung tentang lirik lagu yang terus mengalun, "If you come back to me, I'll guarantee, that I'll never let you go." Jika kau kembali padaku, aku akan menjamin bahwa aku tidak akan pernah melepasmu. Meskipun cerita kita takdirnya tidak berakhir dengan bahagia, tapi aku akan tetap memilihmu, terlepas dari segalanya.
Aku menatap layar ponsel dengan gugup yang memenuhi hatiku. Saatnya mengambil risiko, memberitahunya perasaanku yang sebenarnya. Tidak ada lagi waktu untuk menunggu bertahun-tahun untuk jawaban pasti. Setiap hari yang terlewatkan adalah hari yang terbuang, dan aku tidak ingin menyesalinya.
Dengan nafas dalam, aku mengetik pesan kepada Nolan tentang janji temu kami. Satu jam berlalu, aku menunggu dengan harapan yang tak pasti. Ketika ponsel bergetar dengan pesan masuk, kekecewaan menusuk hatiku. Pesannya singkat, membuatku bertanya-tanya apakah dia benar-benar peduli.
Aku mencoba menenangkan diri, mencari alasan untuk perilakunya. Tetapi kekecewaan tetap ada. Saat ponsel berdering lagi, rasa lega datang, namun hanya untuk sekejap. Pesannya masih singkat, membuatku ragu. Apakah ini cara dia mengatakan bahwa dia tidak tertarik padaku lagi?
Dalam kebimbangan dan keputusasaan, aku berjuang mencari kepastian. Apakah aku akan mendapatkan jawaban yang aku cari? Ataukah aku harus merelakan dan meneruskan hidup tanpanya? Yang pasti, aku tidak bisa menunggu terlalu lama untuk mengetahuinya.
Aku duduk di hadapan Nolan, hatiku berdebar hebat. Sudah begitu lama sejak terakhir kali aku melihat wajahnya, dan sekarang dia di sini di hadapanku. Tatapanku tak sedetik pun terlepas dari wajahnya yang akrab.
Rindu yang telah lama terpendam kini meluap-luap di dalam diriku. Aku merindukan kehadiran dan senyumannya, segala hal tentangnya. Meskipun kami duduk di sana tanpa berbicara, aku merasa seperti aku bisa duduk bersama Nolan selama berjam-jam. Hanya merasakan kehadirannya saja sudah membuatku merasa nyaman, seperti aku berada di tempat yang paling tenang di dunia ini.
Entah apa yang ada di pikiran Nolan saat ini, aku hanya berharap dia bisa merasakan getaran perasaanku. Aku ingin dia tahu betapa aku mencintainya, betapa aku selalu di sini untuknya, betapa aku ingin kita bisa kembali seperti dulu. Tapi entahlah, mungkin aku hanya bermimpi. Tetapi, duduk di sini bersama Nolan membuatku merasa hidup lagi, dan untuk saat ini, itu sudah cukup bagiku.
Aku tersadar bahwa tujuan utamaku adalah mendapatkan jawaban pasti dari Nolan. Aku tidak lagi mau menunggu, apabila Nolan sudah tidak mencintaiku lagi.
"Apa kamu sudah move on dariku, Nolan?" tanyaku akhirnya, suaraku gemetar meski aku mencoba keras untuk menahan emosiku.
Nolan menatapku dengan serius sebelum akhirnya menjawab dengan suara rendah, "Aku sudah move on darimu, Alyssa."
Sakit. Itu satu kata yang bisa aku gambarkan. Sakit mendengarnya, bahkan Nolan pun tahu bahwa jawabannya mematahkan hatiku.
Tapi, meski sakit, aku bertahan. Aku bertanya pada Nolan, meskipun aku sudah tahu jawabannya. Aku ingin mendengarnya dari Nolan langsung, sekalipun itu menyakitkan. Aku tidak ingin ada ruang untuk keraguan, aku perlu mengetahui kebenaran dengan pasti.
Namun, aku tidak bisa berhenti hanya di situ. Aku perlu mendengar lebih banyak, aku perlu mengetahui apakah ini semua semudah yang dia katakan.
"Semudah itu bagimu, Nolan?" tanyaku dengan suara yang gemetar, mataku menatapnya dengan penuh kebingungan dan kecewa. Apakah kamu benar-benar melupakan segalanya? Apakah kamu melupakan semua momen yang kita bagikan bersama? Kamu lupa siapa yang membuatku jatuh cinta sedalam ini? Kamu yang membuka hatiku, Nolan. Aku tidak pernah mengenal dua manusia yang sedang jatuh cinta bisa berantakan hanya karena seseorang mencintai lebih keras dan yang lain sudah tidak bisa mencintainya.
Nolan menatapku dengan ekspresi yang sulit dipahami. Mungkin dia juga terluka, mungkin dia juga merasa bersalah. Tetapi itu tidak membuat sakitku hilang. Aku merasakan rasa kehilangan yang begitu dalam, seolah bagian dari diriku telah dicabut.
"Alyssa, aku tahu ini sulit bagimu," ucap Nolan dengan suara yang lembut, tetapi kata-katanya tidak bisa menyembuhkan lukaku. "Aku tidak pernah bermaksud menyakitimu."
Tapi kamu melakukannya, dulu kamu mengatakan 'long term' dan sekarang, kamu pergi begitu saja, seolah-olah itu tidak berarti apa-apa. Seolah kita bukan apa-apa, seolah aku bukan apa-apa bagimu.
Aku tidak bisa lagi memaksa Nolan untuk bertahan bersamaku hanya karena aku masih mencintainya. Meskipun hatiku berteriak untuk memegangnya erat-erat, aku harus mengakui bahwa aku tidak bisa mencintainya sendiri.
Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada mencoba menghapus perasaan untuk seseorang yang masih ada di hatimu. Setiap detik yang berlalu, aku semakin menyadari bahwa aku harus berhenti berjuang dan berhenti mempertahankan Nolan, meskipun aku mencintainya dengan sepenuh hatiku.
Dia sudah memberikan jawaban yang jelas, dan aku tidak bisa mengabaikannya. Dia tidak ingin dipertahankan, bahkan memintaku untuk mencari seseorang yang lebih baik darinya. Mendengarnya membuatku hancur, tapi aku harus menghadapinya.
"Move on, Alyssa."
"Sekali lagi, kupertegas, tidak." Setiap kata yang kamu ucapkan masih bergema di benakku, seperti serangkaian janji yang terpatri dalam ingatanku. Tetapi sekarang, melihatmu berjalan menjauh, semua itu terasa seolah telah berubah menjadi ilusi yang memudar. Kamu seakan mendadak amnesia, melupakan semua janji yang pernah kita buat bersama. Kamu bahkan tidak menyadari betapa kuatnya pengaruhmu dalam hidupku, betapa dalamnya cinta yang aku berikan padamu.
Meskipun dia bahkan menyuruhku untuk cepat melupakan semua yang telah kita lalui bersama, aku tak bisa. Aku tak mampu membiarkan pergi seseorang yang begitu penting dalam hidupku begitu saja. Tidak ada yang siap menghadapi kenyataan bahwa orang yang membuatnya begitu merasa dicintai dan bahagia, memintanya untuk melangkah ke tempat lain tanpa didampingi olehnya.
Setiap langkah yang kuambil terasa begitu berat, seperti meninggalkan sebagian besar dari diriku di belakang. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan semua kenangan yang kita bagi bersama? Bagaimana mungkin aku bisa menyalahkan hatiku untuk mencintaimu begitu dalam, bahkan ketika kau sudah meminta untuk aku melupakanmu?
Maaf, aku masih terpaku pada kenangan tentangmu, karena kehadiranmu yang begitu berharga kemarin membuatku merasa dicintai. Namun, ironisnya, meskipun kamu yang memberi cinta, akhirnya kamu yang meninggalkan.
Meskipun itu menghancurkan hatiku, aku hargai keputusanmu. Aku tak akan pernah mengejarmu, tetapi, jika meninggalkanku membuatmu bahagia, aku akan melakukannya. Itu menyakitkan, tapi aku tidak meminta apa pun selain kebahagiaanmu.
Dan lagi, dia menghilang, meninggalkanku. Kali ini entah untuk berapa lama.
See you when i see you, Nolan.
Marilah kita berjumpa di versi terbaik dari diri kita masing-masing, di tempat dan waktu yang mungkin tidak terduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andam Karam
Roman d'amourTerkadang, membuka halaman selanjutnya terasa sulit ketika kita sadar bahwa seseorang yang kita sayangi tidak akan ada di cerita kita lagi. Meski begitu, hidup harus tetap berlanjut, karena cerita kita belum berakhir.