“Berikan kertas ujian kalian, sekarang”
Marsella. Gadis berparas dingin dengan wajah cantik tak mengotak itu tengah berkutat dengan pikirannya. Rasa panik menjalar di setiap detik pada jantungnya yang berdetak. Perlahan ia membuka resleting tas ransel miliknya untuk mengeluarkan secarik kertas ujian 2 hari lalu yang telah dibagikan. Matanya perlahan melirik netra milik gadis di sebelahnya yang memberikan kertas tersebut dengan cepat.
Pria paruh baya dengan mata tajamnya itu melirik Marsella datar. Marsella mendecih dan memberikan kertas ujiannya dengan kasar.
SRET!
Julian, namanya. Pria itu tertawa remeh dan mendecih melihat hasil dari kedua kertas ujian yang ada di genggamannya.
“Pertahankan nilaimu, Maulaniㅡ” Atensi Julian beralih kepada Marsella.
“ㅡdan Marsella, kamu lanjut belajar sama Maulani. Nilaimu belum membuat Papa puas”
Julian memberikan kedua kertas ujian itu kepada Sang pemilik masing-masing nama. Julian berjalan meninggalkan mereka, bertepatan dengan Marsella yang mengacak rambutnya frustasi.
“Bangsat! Nilai 94 aja masih di komen” Dengus Marsella. Tatapannya melirik ke arah gadis pendek di sampingnya.
“Coba liat punya lo?!”
Marsella merebut kertas ujian milik Maulani, membuat gadis pemilik nama Maulani itu menghela nafas dengan tatapan teduh.
“Bapak lo gila! Nilai kita cuma beda 6 doang, padahal. Bedanya lo cepek, gue dapet 94!”
Maulani menggeleng, “Namanya juga Papa, dia mah keras banget sama nilai. Lo mau lanjut belajar?”
Marsella menatap sinis Maulani, kembarannya.
“Ngga usah sok deket sama gue! Urusin aja diri lo sendiri” Marsella berjalan cepat meninggalkan Maulani sendirian di ruang tamu. Gadis itu pergi menuju kamarnya.
Maulani menghela nafasnya panjang, “Sampai kapan lo mau nerima gue sih, Cel?”
***
“SHEL, TANGKEP!!!”
Hap!!
Berhasil. Gadis itu berhasil menangkap bola basket dalam sekali tangkapan. Gadis itu berlari menuju ring basket sembari lihai menghindari Sang lawan yang menghalanginya.
Grep!!
“YES!!! MASUK, SHEL!”
Arshelin. Gadis pemilik mata seperti kucing itu tersenyum manis dan menghampiri saudarinya yang tampak berseru ria di sisi lapangan.
“Keren banget! Gue bangga sama lo!” Gadis pemilik wajah dengan keturunan Australia dari Julian itu tersenyum bangga kepada Arshelin setelah memeluknya.
“Hahaha, biasa aja itu. Habis ini gantian lo yang main ya, Kak? Kita istirahat dulu sebentar”
Adhisty mengangguk pelan. Gadis itu merangkul Arshelin menjauhi lapangan basket, kemudian mengambil sebotol air yang ia bawa sebelum berlatih.
“Nih, minum. Lo capek, kan?”
Arshelin mengambil botol air itu dan menenggaknya hingga tak tersisa. Adhisty tersenyum simpul, matanya kemudian melirik ke arah supir yang datang menghampiri mereka.
“Nona!”
Arshelin dan Adhisty mengerut akan kedatangan supir mereka. Padahal salah satu diantaranya belum menelfon supir itu untuk kembali ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|
Short Story𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐚𝐭𝐚 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚, 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧ㅡ ❝𝑮𝒖𝒆 𝒔𝒆-𝒃𝒆𝒏𝒄𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒍𝒐, 𝑴𝒂𝒖𝒍𝒂𝒏𝒊. 𝑲𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒍𝒐 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒋𝒂𝒅�...