“A-Acel...”
Arshelin segera bergerak, gadis itu menghampiri Marsella tanpa banyak berbicara. Begitu juga dengan Nishala yang kian berlari menghampiri Marsella.
“Cel!” Maulani ingin melangkah, namun gadis itu ditarik oleh Adhisty dengan cepat.
Maulani mulai terisak perlahan, mau tak mau Adhisty memeluknya guna menenangkan gadis itu.
“Jangan nangis, Kak...”
Maulani menutup mulutnya sendiri, gadis itu memalingkan wajahnya tatkala melihat kondisi Marsella yang benar-benar menyedihkan.
Gadis itu terlihat tak sadarkan diri sembari terlentang dengan tenang, dengan wajah yang pucat bak mayat dan sisa darah mimisan yang kini sudah mengering di sekitar mulutnya. Bibirnya membiru, rambut yang berantakan, serta keringat dingin yang sudah ada dimana saja. Tubuh gadis itu juga kotor karena terkena debu dari gudang.
Arshelin dan Nishala sibuk mengangkat tubuh Marsella dengan sekuat tenaga mereka. Untung saja Marsella memiliki tubuh yang ideal, sehingga memudahkan mereka untuk mengangkat tubuh kecil malang itu.
“Bawa ke kamarnya sekarang” Perintah Adhisty, yang kemudian Arshelin dan juga Nishala kompak berlari keluar dari gudang menuju kamar Marsella sembari mengangkat tubuh itu.
Sesampainya di kamar Marsella, kini tubuh Sang pemilik kamar tengah dipindahkan di sofa. Mereka tak memindahkannya ke ranjang, mengingat bahwa tubuh Marsella dipenuhi oleh debu kotor.
“Kak Acel panas banget, Kak” Nishala nampak panik, membuat gadis-gadis itu bergerak cepat.
“Y-Yaudah, Adhis sama Shala bantuin gue urusin Acel. Shelin, gue minta tolong lo buat beli Nasi Goreng depan komplek, kita nggak sempet masak soalnya” Ujar Maulani tetap tenang meskipun air matanya sudah bergelinang.
Arshelin mengangguk setuju, gadis itu segera keluar dari kamar Marsella guna mengikuti perintah Maulani untuk membeli Nasi Goreng. Gadis itu mengambil jaketnya, kemudian berlari keluar dari rumah sebelum Julian keluar dari ruangannya.
Sementara di dalam kamar hanya ada Maulani yang tengah mengipasi Marsella yang nampak kegerahan. Adhisty memutuskan pergi ke dapur untuk mengambil sebuah baskom, begitu juga dengan Nishala yang tengah mencari kain di kamarnya sendiri.
“Cel...” Lirih Maulani, ia berusaha untuk membangunkan Marsella.
Seperti yang diharapkan, Marsella membuka matanya perlahan-lahan, mengerjapkan matanya berkali-kali guna memperjelas pemandangan di depannyaㅡah, dia sudah tak ada di gudang. Dan kini, hanya Maulani yang ada dihadapannya dengan mata yang bergelinang air mata.
“Lan? Jangan nangisㅡ”
“Gue ngeliat lo luka kayak gini gara-gara kemaren lo diseret sama Papa, terus lo demam tinggi yang bikin gue juga ikutan demam, masih bisa nyuruh gue jangan nangis?? Nggak, Cel! Semuanya gara-gara lo, makanya gue nangis!” Sentakan Maulani sukses membuat Marsella terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|
Short Story𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐚𝐭𝐚 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚, 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧ㅡ ❝𝑮𝒖𝒆 𝒔𝒆-𝒃𝒆𝒏𝒄𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒍𝒐, 𝑴𝒂𝒖𝒍𝒂𝒏𝒊. 𝑲𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒍𝒐 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒋𝒂𝒅�...