17. Malam Terlelah ✓

159 29 3
                                        

Jarum jam mengarah tepat di angka sebelas, malam hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarum jam mengarah tepat di angka sebelas, malam hari. Arshelin keluar dari kamar Julian dengan langkah gontai dan meringis pelan karena ia menahan rasa sakit di bagian pahanya serta beberapa bagian tubuhnya yang kembali lebam. Bentuk mata indahnya, kini tak lagi terlihat sama akibat pukulan mentah dari Julian yang membuat kedua mata itu membengkak dengan sedikit darah yang keluar dari kelopak matanya.

Arshelin lelah menangis, ia terus berjalan dengan tubuhnya yang bergetar hebat menuju kamarnya hanya dengan bantuan barang-barang yang dapat menumpu tubuhnya.

Sesampainya dikamar, gadis itu segera menaiki ranjang dan menarik selimut menutupi tubuhnya yang kedinginan. Meskipun keringat membasahi pelipis, namun ia masih merasa kedinginan dan menggigil hebat.

Arshelin meringis pelan, ia hanya berharap jika matanya kembali seperti semula agar tidak terlihat oleh saudarinya. Kejadian malam ini, tak akan pernah ia ceritakan kepada siapapun.

Gadis itu memejamkan matanya dengan hembusan nafas yang mulai tenang, ia tak ingin mengingat kejadian tak mengenakkan iniㅡselamanya.

***

Adhisty menginjak lantai rumah dengan keadaan yang benar-benar lelah. Gadis itu ingin sekali memijat pelan bagian belakang punggungnya yang terasa sakit dan nyeri, mungkin dengan bantuan Arshelin sedikit.

Namun, ia kembali tersadar. Adiknya itu tengah tak enak badan, lantas ia pun segera berjalan cepat menuju kamar Arshelin yang berada tepat disamping kiri kamarnya.

Cklek...

Dengan perlahan, Adhisty membuka pintu yang tak terkunci itu untuk melihat keadaan Arshelin yang tengah meringkuk dibalik selimutnya. Adhisty bisa merasakan hawa panas dan gerah dari kamar Arshelin yang begitu gelap.

“Kamarnya gerah banget, kok dia masih bisa pake selimut??”

Adhisty berjalan ke arah meja belajar guna mengambil sebuah remot AC, ia menekan tombol untuk menyalakan AC kamar itu.

Nit!

Adhisty kembali menaruhnya, kemudian ia berjalan menghampiri Arshelin dengan raut wajah khawatir. Ia membuka selimut yang menutupi gadis itu perlahan.

“ArsㅡShelin!?”

Sontak, Adhisty memekik tatkala ia melihat raut wajah Arshelin yang benar-benar pucat bagaikan orang tak bernyawa. Mata indahnya masih setia terpejam, dengan bulir keringat yang sudah membasahi hampir seluruh tubuh gadis itu.

Adhisty dapat melihat jelas lebam yang ada di dekat bibir dan kelopak mata adiknya. Adhisty semakin panik, sehingga hampir menangis.

“S-Shelin, denger suara gue kan??” Adhisty menyentuh pelan lengan Arshelin yang terasa panas dengan nada bergetar.

“Shelin, bangun...” Lirih Adhisty, tangannya bergerak mengelus wajah adiknya.

“K-Kak?” Bisik Arshelin, namun Adhisty masih bisa mendengarnya dengan jelas.

°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang