14. Pagi, Sebelum Berangkat ✓

82 13 2
                                    

Semalam adalah waktu yang paling melelahkan untuk Adhisty, karena dirinya harus merawat dua orang sekaligus malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semalam adalah waktu yang paling melelahkan untuk Adhisty, karena dirinya harus merawat dua orang sekaligus malam itu. Gadis itu bahkan rela untuk tak tidur semalaman karena harus menjaga Maulani yang bisa saja kambuh tiba-tiba. Sementara Nishala, Adhisty harus mengajarinya dan membantu gadis itu mengerjakan tugas sekolahnya.

Kini, waktu menunjukkan pukul lima pagi. Dan Adhisty sama sekali belum memejamkan matanya dengan tenang, mungkin hanya beberapa menit saja dirinya tertidur.

Adhisty mengikat rambutnya dengan pandangan mata yang masih meremang karena kelopak matanya terbuka dan tertutup secara perlahan-lahan. Gadis itu sesekali menguap, kemudian menggelengkan kepalanya guna mengusir rasa kantuk itu.

Gadis berwajah keturunan Australia itu membuka pintu kamarnya, dan melangkah menuju besi pembatas di lantai dua. Gadis itu memicingkan matanya tatkala ia melihat Maulani yang tengah berbicara empat mata dengan Julian. Julian nampak menyisipkan kopinya sejenak, sebelum ia melirik Maulani yang berdiri di hadapannya.

Adhisty enggan beranjak, ia memilih untuk mendengar percakapan itu sebelum ia kembali ke kamarnya untuk mandi dan merapikan buku.

“Papa urusi itu, nanti. Kamu fokus belajar aja dulu”

“Tapi aku butuh itu sekarang, Pa. Nanti sore aku ada bimbel terakhir sebelum jalan ke Jogja besok” Maulani sedikit mendesak Julian.

Julian melirik Maulani tajam, “Papa bilang nanti, ya, nanti! Kamu tuli, hah?!”

Maulani menggertakan giginya dan menunduk pelan, “Maaf, Pa...”

“Sana, kamu. Sebentar lagi berangkat”

Maulani melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Julian di ruang tengah, membuat Adhisty penasaran dan menghampiri kakak sulung keduanya itu.

“Kak”

Maulani sedikit terkejut, “Ish, Adhis! Ngagetin aja”

“Papa kenapa marah gitu, deh? Lo minta apaan, sih?” Tanya Adhisty penasaran.

Maulani bersedekap dada, “Lo nguping, ya?”

Adhisty tersenyum kaku, gadis itu mengusap lehernya canggung.

“Sedikit, hehe...”

Maulani menghela nafasnya, kemudian berdiri dengan posisinya semula.

“Gue minta uang buat ditransfer ke rekening gue. Besok gue pergi ke Jogja nggak ada pegangan, soalnya”

Adhisty memutar bola matanya malas, “Yaelah, itumah bisa diurusin nanti sore, juga” Imbuhnya merasa setuju dengan Julian.

Maulani menggelengkan kepalanya cepat, “Gue mau ngasih pegangan buat Acel. Dia belum ditransfer duit sama Papa dari dua bulan yang lalu, gue denger semalem kalo dia mau minjem ke Jasinda hari ini”

Adhisty mengerutkan keningnya, “Hah? Masa, iya? Kak Acel nggak ditransfer duit??”

Maulani menggeleng, “Makanya gue mau ngasih setengah pegangan gue ke dia sebelum ketauan dianya. Kalo nanti sore atau malem, pasti Acel bakal dikamar terus. Gue jadi nggak ada waktu buat ngasihnya”

°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang