Tap tap tap!
Langkah itu bergerak dengan cepat, seperti tengah menggebu-gebu guna menemui seseorang. Pemilik langkah tersebut adalah Marsella, yang kini tengah melangkah menuju kelas guna mencari Sang kawan.
Jasinda.
Mata tajam Marsella menelisik seisi kelas, mencari keberadaan gadis yang tengah duduk di pojok kelas seraya mengemili roti coklat dengan dua pasang earphone di telinganya.
“Jasinda!” Panggil Marsella, menghampiri gadis itu.
Jasinda menoleh cepat, kemudian tangannya bergerak membuka salah satu pasang earphone dengan raut wajah seakan-akan ia bertanya.
“Kenapa, sih?”
“Bantu gue, cari anak-anak yang udah nuduh Lani kemarin” Bisik Marsella, pelan.
Jasinda terlihat menahan tawanya, kemudian tawanya pecah begitu saja dengan sedikit remeh. Marsella mengerutkan keningnya heran.
“Kenapa, lo?”
Jasinda menggeleng pelan, “Nggakㅡlo udah mulai sayang sama kembaran lo, ya? Kok tiba-tiba pengen cari orang yang udah nuduh Maulani?”
Marsella merotasikan matanya malas, “Bukan itu alasannya. Semua orang jadi hakimin gue karena gue penyebab Lani dituduh, dan gue nggak terima dong? Dengan cara gue cari pelakunya, berarti orang-orang bakal berhenti berasumsi yang nggak jelas ke gue, kan. Gue nggak mau semakin dipandang buruk, apalagi cuma masalah kecil kayak bangsat ini!”
Jasinda hanya mengangguk paham dengan bentuk bibir yang membulat, “Yaudah, gue bantu. Kita harus ngapain?”
Marsella mendekatkan bibirnya ke arah telinga Jasinda, memberitahu rencananya lewat bisikan pelan kepada gadis tinggi itu. Jasinda mengangguk paham, ia sangat mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Marsella.
“Kita kesana sekarang aja, daripada masalahnya malah larut” Ajak Jasinda.
Marsella mengangguk setuju, “Rencana ini harus berhasil. Gue nggak mau masalah ini terus berputar di pikiran gue”
Jasinda beranjak dari kursinya, “Ayo. Keburu bel bunyi”
Marsella mulai menarik pergelangan tangan Jasinda, berlari menuju luar kelas untuk mencari mangsanya. Sementara itu, Safira memperhatikan keduanya dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Ia terlalu bingung, dan juga penasaran dengan apa yang dilakukan oleh kedua gadis itu.
“Pir!”
Safira sedikit terhentak, kemudian ia mengelus dadanya seraya bernafas lega.
“Anjir, Lani! Manggilnya santai aja, sih”
Maulani terkekeh, “Ya lagian lo gue panggil dari pelan nggak denger. Makanya gue teriak aja”
Safira merotasikan matanya malas, “Ck, ada apa sih?”
KAMU SEDANG MEMBACA
°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|
Short Story𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐚𝐭𝐚 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚, 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧ㅡ ❝𝑮𝒖𝒆 𝒔𝒆-𝒃𝒆𝒏𝒄𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒍𝒐, 𝑴𝒂𝒖𝒍𝒂𝒏𝒊. 𝑲𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒍𝒐 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒋𝒂𝒅�...