21. Puncak Amarah ✓

101 16 6
                                    

Hari demi hari mulai berlalu semakin cepat, bahkan tak terasa jika esok adalah hari pertama kembali dalam seminggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari demi hari mulai berlalu semakin cepat, bahkan tak terasa jika esok adalah hari pertama kembali dalam seminggu. Dikarenakan hari yang sudah malam, dengan langit yang kini berubah menjadi gelap gulita, kini kelima bersaudari itu tengah melakukan kegiatan aktivitas mereka masing-masing dalam kamar mereka sehingga ruang utama rumah itu kembali dilanda kesunyian.

Marsella memilih untuk keluar dari kamarnya, lantaran mencari Julian untuk menanyakan soal pembayaran bulanan sekolah yang harus segera dibayar. Marsella tak suka menunda-nunda, karena ia takut jika nantinya ia akan menjadi pelupa jika terlalu banyak atau sering menunda-nunda hal kecil.

Langkah itu menuruni anak tangga perlahan, netranya menatap ruangan Julian yang tak tertutup rapat seperti biasanya. Gadis itu mengerutkan keningnya sejenak.

Papa kemana?” Batinnya, bertanya-tanya.

Selama ini, Marsella tak pernah memasuki ruangan milik Julian selain karena dihukum atau juga menanyakan sesuatu hal penting. Diluar dari itu, Marsella tak pernah berani memasuki ruangan itu dengan alasan bahwa ruangan itu menyimpan banyak privasi milik Julian seorang. Ia menganggap tak sopan jika memasuki ruangan privasi itu.

Namun, sekarang Marsella berbeda. Lantas, gadis itu melangkah cepat menuju ruangan Julian sebelum Sang pemilik ruangan datang. Ini kesempatan bagus untuk Marsella.

Marsella mendorong pelan pintu ruangan itu, hawa dingin dan mencekam dari dalam ruangan membuat bulu kuduknya berdiri karena merinding. Marsella mendekati meja milik Julian, netranya menelisik pelan beberapa berkas diatas meja yang berderet dengan berantakan.

Namun, salah satu berkas coklat membuat dirinya mengerutkan keningnya tatkala ia melihat tulisan dari berkas tersebut.

“Hah? Kok ada nama gue?” Marsella menggerakkan tangannya sendiri guna membuka berkas coklat tersebut.

Marsella, Maulani.

Dua anak kembar perempuan itu yang menjadi anak pertama saya? Sinting! Siapa juga yang mau anak perempuan itu lahir? Mereka itu nggak bisa apa-apa, cuman ahli diranjang sama didapur doang.

Mereka nggak bisa ambil alih perusahaan saya nanti, perempuan itu makanya nggak berguna. Sama kayak mama saya yang selingkuhin bapak saya pas lagi sakit, dia nggak berguna pas itu sampe bapak sembuh karena saya yang ngurusin bapak sendirian. Istri saya juga samanya, nggak bisa apa-apa dan milih buat cari babu aja dirumah.

Untung saya cinta dia, kalo nggak udah saya tinggalin. Sayangnya, istri saya udah meninggal gara-gara sakit.

Haha, kan. Nggak bisa apa-apa, sakit sakitan juga. Nyusahin suaminya aja, najis.

Anak saya yang lahir pertama malah perempuan, udah gitu kembar. Bikin beban saya makin nambah aja.

Sekarang, saya mau didik mereka supaya nggak jadi anak beban kayak ibu dan neneknya. Yang paling pinter diantara mereka bakal saya banggakan, dan satunya lagi bakal saya marahin terus supaya nggak jadi beban kembarannya.

°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang