Sang mentari menyapa pagi hari dengan senyuman yang dapat mengagumkan hati. Senyumannya memancarkan kehangatan teriknya di kala pagi hari yang amat dingin. Seorang gadis baru saja terbangun dari mimpinya, ia sedikit melamun guna mengumpulkan nyawa sembari menepuk kedua pipinya berkali-kali.
Gadis itu membuka matanya, kemudian melirik ke seluruh sisi kamarnya yang masih gelap gulita. Rasanya malas untuk turun dari ranjang, namun mengingat bahwa hari ini adalah hari sekolah, ia memutuskan untuk beranjak.
Namanya, Maulani. Gadis berparas cantik dengan tatapan lembut dan senyuman manisnya itu dapat menarik perhatian para pemuda karena pesonanya dan kepintarannya dalam beberapa bidang pelajaran.
“Kak Lani! Bangun!”
Pekikan dari Sang adik, membuat Maulani sedikit tersentak.
“Iya! Gue udah bangun!”
Maulani beranjak dari ranjangnya, kemudian berjalan membuka gorden besar di jendelanya. Sinar mentari benar-benar menyinari seluruh isi kamarnya dengan sempurna.
“Acel udah bangun belum, ya?” Monolog gadis itu sebelum akhirnya memilih untuk melihat jam lewat ponselnya.
Jam menunjukan pukul 5.30 pagi.
“Pasti dia belum bangun, tuh” Maulani segera keluar dari kamarnya dengan wajah khas bangun tidurnya itu.
Cklek...
“Acel?” Gumam Maulani sambil mengerut tatkala melihat saudari satu darahnya itu sudah rapih dengan seragam sekolahnya, padahal waktu masih banyak untuk dirinya melakukan hal lain. Contohnya sepertiㅡtidur kembali.
Maulani menuruni anak tangga dan menghampiri Marsella yang tengah sibuk memainkan ponselnya sembari tiduran di sofa.
“Cel!”
Marsella melirik gadis itu sekilas, kemudian beranjak dari sofa dengan gerakan kilat. Gadis itu tak membalas, melainkan pergi meninggalkan Maulani sendirian disana.
“Lo kenapa, sih?! Setiap gue panggil, selalu aja menghindar”
Bentakan pelan dari Maulani membuat Marsella menghentikan langkahnya.
“Gue nggak cocok deket sama orang pinter kayak lo. Yang ada gue dianggap sebagai hama kalo sama lo” Balas Marsella singkat. Gadis itu kembali melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil sarapan yang dibuat oleh pengurus rumah.
“Gue nggak suka kalo lo bahas itu, Marsella!”
“Yaudah, jangan jadi benalㅡ”
“Bisa berhenti berantem, nggak? Masih pagi, loh. Ngga punya adab, ya?” Tanya Arshelin tetap tenang meskipun sambil melangkah menuju sofa, tatapannya masih tertuju dengan buku novel yang tengah ia baca.
Marsella tersenyum sinis sejenak, kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Maulani mendecih kesal, kemudian ia melirik Arshelin yang tengah membaca buku sambil menikmati keripik kaca di toples yang ia bawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|
Short Story𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐚𝐭𝐚 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚, 𝐉𝐚𝐮𝐡 𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧ㅡ ❝𝑮𝒖𝒆 𝒔𝒆-𝒃𝒆𝒏𝒄𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒍𝒐, 𝑴𝒂𝒖𝒍𝒂𝒏𝒊. 𝑲𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒍𝒐 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒋𝒂𝒅�...