07. Pecahan Kaca ✓

89 19 3
                                    

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, dan Arshelin masih setia berada di kamar Adhisty untuk sekedar berbicara ringan sebelum tidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, dan Arshelin masih setia berada di kamar Adhisty untuk sekedar berbicara ringan sebelum tidur. Arshelin merasa bosan, maka itu ia putuskan untuk pergi ke kamar Adhisty. Sementara saudari lainnya, ia sama sekali tak melihat mereka setelah makan malam.

“Kak” Panggil Arshelin kepada Adhisty yang kini tengah fokus membuat sketsa di buku gambarnya. Arshelin sendiri berada di atas ranjang seraya mengemili kentang yang ia goreng sebelumnya.

“Hmm”

“Menurut lo, Kak Acel sama Kak Lani bisa akur, nggak?” Pertanyaan itu berhasil membuat Adhisty menghentikan kegiatannya.

“Tumben, nanya kayak gitu?” Adhisty kembali bertanya, kali ini ia menatap netra Arshelin.

Arshelin menggeleng pelan, “Nggak apa-apa, sih. Gue cuma capek aja liat mereka berantem terusㅡ” Kali ini, Arshelin menatap Adhisty.

“ㅡlo kuat banget, Kak. Kok bisa nggak pernah capek? Lo selalu senyum dan tenangin kita setiap lagi berantem”

Adhisty terdiam sejenak, kemudian ia mengulum bibirnya dan tersenyum.

“Gue nggak sekuat itu kok, Shel. Lagian, kalo gue emosi juga, nanti siapa yang dinginin kepala kalian? Makanya gue nyaman aja sama pribadi gue yang kayak gini” Jelas Adhisty, lembut.

Arshelin mengangguk paham, tangannya bergerak guna menepuk bahu Adhisty.

“Gue salut sih, Kak. Makasih udah jadi yang paling sabar diantara kita, ya?”

Adhisty tersenyum dan mengangguk, “Sama-sama, Shel...”

“Jadi apa jawaban lo?” Tanya Arshelin, sekali lagi.

“Jawaban apa?”

“Kak Acel sama Kak Lani, bisa akur lagi, nggak?”

Adhisty menghela nafas pendek, “Bisa, Shel. Gue juga lagi pikirin cara supaya mereka bisa akur lagi”

“Pokoknya, ini semua gara-gara Papa yang selalu bandingin mereka. Padahal, dulu mereka sedeket itu” Geram Arshelin, tangannya bergerak menyuapkan kentang goreng yang ada di atas meja ke mulutnya.

Benar juga. Marsella dan Maulani dulu sangatlah dekat seperti anak kembar pada umumnya. Mereka sering berbagi makanan, berbagi ranjang, bahkan tertawa bersama jika tengah menonton video di ponsel salah satunya.

Adhisty tersenyum tipis, “Kak Acel dulu mau habisin makanan Kak Lani kalo nggak habis”

“Kak Acel juga selalu ngalah ke Kak Lani. Apalagi kalo Kak Lani buat kesalahan, pasti Kak Acel yang turun tangan buat dimarahin Papa” Sahut Arshelin.

“Tapi sekarang, Kak Acel sebenci itu sama Kak Lani....” Gumam Adhisty.

Adhisty merapihkan posisinya setelah menghabiskan kentang goreng, ia mengambil tissue basah dan membersihkan jari jemarinya yang terkena bumbu dari kentang goreng. Kemudian, ia mulai menarik selimut karena udara dari AC sudah mulai dingin.

°𝐀𝐊𝐒𝐀 |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang