Demam (23)

115 20 22
                                    

Cerita ini terinspirasi dan sedikit remake dari cerita lainnya yang juga sudah umum ada, juga hasil pemikiran sendiri. Jika ada kesamaan dengan cerita orang lain itu hanyalah suatu kebetulan. Jadi, hargailah karya yang sudah susah payah aku buat dengan memberi satu ⭐ sebagai Vote kalian dan dimohon jangan melakukan plagiarism. Karena itu tak baik, kawan!

.
.
.
.
.


Agak siang Seungri baru bangun dari tidur nyenyaknya semalam. Begitu mata terbuka matahari sudah lebih dulu menyapa bumi dan ketika Seungri menoleh sisi kirinya telah kosong. Belum mau bangun, Seungri mengambil bantal milik 'suaminya' dan menghidu dalam-dalam wangi Jiyong yang menempel di sana. Dia begitu menyukainya, terlebih ketika dia hamil anak kedua.

Puas menikmati wangi Jiyong, Seungri bangun dan turun dari kasur setelah merenggangkan badan sebentar. Dia mengambil jubah tidurnya dari gantungan dan memakainya. Seraya mengikat talinya, Seungri berjalan dan berhenti sebentar di depan meja pajang.

Dia tersenyum sebentar saja pada lukisan Jiyong yang dibuatnya saat di perpustakaan kini telah terbingkai rapi. Kata Jiyong lukisan itu sengaja dibingkainya dan selalu dipajang di kamarnya. Setelah menemukan Seungri kembali dan berhasil menikahinya, maka lukisan itu terpajang di kamar pribadi mereka berdua.

Seungri senang jika 'suaminya' menyukainya.

Dia lanjut jalan lagi dan keluar kamar. Bisa dilihatnya beberapa asisten rumah tangga yang dipekerjakan Jiyong sedang lalu lalang. Sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Selamat pagi, 'Nyonya'," sapa salah satu asisten rumah tangganya bernama Lisa.

"Pagi. Kau lihat 'suami'ku?"

"Tuan besar ada di dapur," jawab Lisa dan Seungri hanya mengangguk. Asisten itu pamitan untuk lanjut kerja.

Ngomong-ngomong, Seungri sebenarnya tidak suka dipanggil 'Nyonya' oleh seluruh asisten rumah tangganya. Dia 'kan tetap saja pria. Tetapi, karena titah Jiyong akhirnya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Seungri bisa menemukan 'suami'nya sedang sibuk di dapur. Sepertinya sedang menyiapkan sesuatu di sana. Seungri mendekati pelan-pelan, lalu memeluknya dari belakang seraya mengecup bahu sempit Jiyong.

"Selamat pagi, Suamiku," bisik Seungri.

Hembusan napas Seungri yang terasa di telinga hingga lehernya membuat Jiyong meremang. Jika tidak ingat 'istri'nya sedang hamil muda, maka habislah Seungri pagi ini.

"Pagi, Sayang," balas Jiyong.

"Sedang apa?" tanya Seungri. Kedua matanya melihat pada makanan di depannya.

"Siapkan sarapan," jawab Jiyong.

"Biar aku bantu," Seungri menawarkan diri.

Jiyong melepaskan tangan Seungri dari pinggangnya, dia memutat badan dan keduanya saling lihat. Jiyong menaruh telapak tangannya di kening 'istri'nya.

"Aku sudah tidak demam, Hyung."

"Mn, tapi kau tidak boleh lelah. Tunggu aku di meja makan," ucap Jiyong sambil meraih tangan kiri Seungri yang memakai cincin pernikahan Bvlgari yang dulu sudah disiapkan Jiyong, lalu dikecupnya punggung tangan itu.

"Hyung ..."

"Menurut padaku!" tegas Jiyong membuat Seungri menyerah.

"Baiklah."

Seungri meninggalkan Jiyong sendiri di dapur. Inilah tugas mereka. Jika Seungri sakit, maka Jiyong akan cuti dan selalu menyiapkan sarapan sebagai pengganti Seungri. Sudah jadi kewajiban untuk urusan sarapan mereka yang pegang.

The Unpredictable Love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang