:: Prolog ::

719 37 6
                                    

Malang, entah bagaimana mendeskripsikan tentang kota ini. Dan daya tarik apa yang ada di kota ini sehingga membuat seorang Veisa Ayu Agista, gadis Jakarta yang begitu mencintai Malang. Hidupnya bisa dibilang sempurna di kota metropolitan, ayahnya seorang perwira TNI dan ibunya hanya seorang ibu Persit biasa. Gista begitu gadis itu akrab dipanggil merupakan bungsu dari tiga bersaudara, kedua kakak laki-lakinya sudah menikah dan menetap di Surabaya dan di Malang.

Gista sendiri merupakan designer dari brand lokal yang sangat terkenal bahkan di pasar Internasional, namun Gista tidak ingin wajahnya dikenal publik. Oleh sebab itu Gista selalu menyuruh bosnya yang merupakan sepupunya untuk mengakui kalau karya-karya Gista adalah miliknya. Tidak masalah bagi Gista karena yang terpenting dia dapat uang dari hasil karyanya.

Kalau kalian menebak Gista kenal Malang dari kakak keduanya, maka tebakan kalian salah. Justru Gista kenal Malang jauh sebelum kakak keduanya mengenal gadis Malang dan menikahinya. Saat itu Gista pergi berlibur ke Bromo dan mampir ke kota Malang, banyak hal yang akhirnya membuat gadis itu begitu mencintai Malang.

Dan disinilah Gista saat ini, di salah satu kafe favoritnya saat berada di Malang. Gista akan kembali ke Jakarta, namun dia menyempatkan diri untuk makan dulu yang sebenarnya bisa dia lakukan saat berada di yayasan miliknya tadi. Satu lagi, Gista mempunyai sebuah yayasan yang diperuntukkan bagi anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya. Yayasan Gista sudah berdiri sejak lima tahun lalu namun belum memiliki gedung sendiri.

Sejak turun dari ojek online tadi Gista sudah merasa diperhatikan oleh beberapa pemuda yang kebetulan sedang nongkrong tidak jauh dari kafe langganan Gista. Awalnya Gista tak memperdulikannya, namun sepertinya tiga pemuda itu mengikuti Gista masuk ke dalam kafe bahkan melakukan cat calling pada Gista. Jelas Gista risih. Bisa dibilang tubuh Gista cukup sintal dan berisi, namun hari ini dia sedang tidak memakai baju kurang bahan seperti saat dia berada di Jakarta. Ini kalau kedua kakaknya tahu pasti Gista akan dilarang untuk berkeliaran sendiri di Malang.

"Mau pesan apa, Mbak?" Tanya seorang kasir saat Gista menghampiri mejanya. Gista melirik ke belakang dimana ketiga pemuda itu berdiri, jarak mereka bisa dibilang cukup dekat bahkan Gista bisa merasakan tas ransel di pundaknya beberapa kali tersentuh oleh mereka.

"Sorry ya, telat! Kamu duduk aja biar aku yang pesenin!" Tiba-tiba ada laki-laki ganteng menghampiri Gista, awalnya Gista kaget karena Gista sama sekali tidak mengenal laki-laki itu.

"Kayak biasanya, awas jangan salah!" Gista tahu kalau laki-laki itu pasti sedang berusaha membantunya sebab saat menghampiri Gista, laki-laki itu berdiri tepat dibelakang Gista membuat tiga laki-laki dibelakangnya mundur.

"Iya, Sayang! Lama nggak ketemu masih cerewet aja!" Laki-laki itu mencubit pelan pipi Gista yang sedikit chubby.

Gista tersenyum sebelum akhirnya memilih berlalu meninggalkan empat laki-laki itu. Gista merasa lega karena terbebas dari tiga laki-laki yang berusaha melecehkannya dan sangat berterima kasih pada pahlawan yang menolongnya barusan. Tak lama kemudian laki-laki itu menghampiri Gista dan duduk di samping Gista alih-alih di depan Gista. Gista sengaja memilih tempat dengan empat kursi agar laki-laki yang menolongnya bisa duduk di depannya tapi Gista tidak menyangka kalau laki-laki itu akan memilih duduk tepat di sampingnya.

"Sorry udah sksd! Tapi aku liat dari tadi mereka coba gangguin kamu, jangan marah ya!" Bisik laki-laki itu, sejak duduk mata laki-laki itu tidak lepas dari ketiga laki-laki yang masih berdiri di depan meja kasir.

"Nggak apa-apa! Justru aku yang makasih banget kamu udah nolongin aku, kamu dateng disaat yang tepat banget. Mereka udah merhatiin aku sejak aku turun dari ojol tadi, aku bahkan nggak nyangka kalo mereka bakal ngikutin aku ke dalem." Jujur saja, Gista sudah berkeringat dingin sejak tadi.

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang