:: Bagian 17 ::

239 24 20
                                    

Selama ini Gista tidak pernah merasakan kebahagian sebesar ini, Gista tidak berhenti merasa bersyukur bisa diterima dengan baik di keluarga Hasta. Diperlakukan layaknya putri oleh laki-laki itu, memang benar kata orang, perempuan akan menjadi ratu ditangan laki-laki yang tepat. Dan Gista rasa, Hasta adalah laki-laki tepat yang Tuhan kirim untuknya, untuk menyembuhkan lukanya yang sudah lama tak kunjung kering. Teman-teman Hasta pernah mengatakan kalau Hasta beruntung memiliki Gista sekarang, namun pada kenyataannya Gistalah yang beruntung memiliki Hasta.

Hasta dan Gista hanya menginap semalam di Batu karena keesokan harinya Hasta mengajak Gista untuk belanja interior untuk rumah mereka nanti. Gista tak lagi protes karena sore harinya dia akan meeting bersama tim Hasta untuk membahas pembangunan yayasan miliknya. Uti dan Akung awalnya melarang Gista untuk balik ke Malang karena keduanya masih ingin menghabiskan waktunya bersama calon cucu mantu mereka tapi keduanya memang sedang sibuk jadi Uti dan Akung tidak bisa berbuat banyak.

Berbeda dengan perjalanan kemarin saat berangkat ke Batu dimana Gista tertidur selama perjalanan, kini Gista menikmati setiap pemandangan yang mereka lalui. Hasta hanya tersenyum melihat tingkah Gista yang dibuat takjub dengan pemandangan yang dia lihat layaknya anak kecil. Entahlah, setiap bersama Hasta, Gista merasa setiap momen yang mereka lewati terlalu indah untuk dilupakan. Hasta dengan sabar menanggapi setiap ocehan gadis itu.

"Mas, aku cerewet ya hari ini? Mas Tata capek ya dari tadi dengerin aku ngomong terus?" Gista baru sadar kalau sedari tadi dia terus berbicara.

"Mas suka kamu kalau lagi cerewet gini, kemarin pas berangkat mas kamu tinggal tidur. Mas jadi nggak ada temen selama di perjalanan."

"Ya habisnya mas Tata kemarin marah sama aku, jadinya kan aku bete."

"Ya makanya kalau mas bilangin itu yang nurut, kamu sih nggak pernah mau nurut kalau mas bilangin! Liat sendiri kan akibatnya, kamu ketemu sama dia terus ditampar."

"Ya kan nggak tau kalau bakalan ketemu sama dia!"

"Dia pasti ngikutin kamu, makanya mulai sekarang nggak boleh kemana-mana kalau nggak sama mas!"

"Siap, Komandan!" Gista berpose hormat menghadap ke arah Hasta yang fokus pada jalanan di depannya.

"Jangan siap-siap aja, lakuin! Awas aja ya kalau sampe kamu pergi-pergi lagi sendiri nggak pamit sama mas! Atau gini deh, kita buat perjanjian! Kalau kamu langgar, mas bakalan ngehukun kamu! Gimana?" Tawar Hasta karena sepertinya Gista masih tidak akan menuruti permintaannya.

"Apa hukumannya?"

"Rahasia dong!"

"Ih, jahat!" Gista memukul pelan lengan Hasta.

"Jangan dipukul terus, Ta! Kamu kalau kesel pasti mukul, mbok ya dicium gitu lho!"

"Ya habisnya mas Tata ngeselin! Males banget nyium mas Tata!"

"Ya kan mas suka ngeliat kamu ngomel-ngomel, lucu! Gemesin tau nggak?" Hasta mencubit pipi Gista karena gemas.

"Sakit, Mas Tata!"

"Orang cuma dicubit pelan doang! Ya udah nanti dicium biar sembuh!"

"Dari tadi ngomong cium-cium Mulu!" Gista tersipu, semoga saja Hasta tidak melihat semburat merah pada kedua pipinya saat ini.

"Ta, mas boleh tanya nggak? Tapi kalau kamu malu nggak usah dijawab juga nggak pa-pa! Dulu pas kamu pacaran sama Jidan, pernah ciuman nggak?"

"Apaan sih, kenapa jadi bahas-bahas Jidan?"

"Berarti pernah!"

"Apanya? Sok tau, orang aku belum jawab!"

"Pernah ciuman sama Jidan? Bukan ciuman cipika cipiki ya, Ta! Tapi beneran ciuman!"

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang