:: Bagian 4 ::

251 30 8
                                    

Hasta dan Gista bergabung bersama kakak-kakak mereka di ruang tengah, sedangkan kedua orang tua mereka memilih mengobrol di halaman belakang. Mungkin mereka sedang reuni karena lama tidak bertemu. Gista duduk di karpet bersama Windy dan tiga bocah yang sama sekali tidak bisa diam. Gista begitu menyukai anak kecil dan itu yang membuatnya bisa cepat akrab dengan Arka dulu.

"Bocil banget emang anaknya," Dery berbisik pada Hasta yang duduk disebelahnya. Sedari tadi Dery memperhatikan kalau mata Hasta tak bisa lepas dari Gista meski sedang mengobrol dengannya.

"Aku tuh heran, Mas. Arka itu susah banget deket sama orang, tapi kok dia bisa ya sedekat itu sama Gista."

"Dia itu punya jurus memikat anak kecil. Makanya dia punya yayasan yang menampung anak-anak terlantar."

"Gista punya yayasan?"

"Punya. Di Malang. Dia belum cerita?"

Hasta hanya menggeleng, pertemuannya terlalu singkat dengan Gista jadi belum sampai tahap cewek itu menceritakan tentang hidupnya. Tidak etis juga kalau baru kenal tiba-tiba menceritakan tentang kehidupan masing-masing.

"Jadi alasan dia bolak balik Jakarta Malang ya karena dia punya yayasan di Malang. Dia kenal Malang karena waktu itu putus sama mantannya, nggak tau apa yang ada di Malang sampai dia begitu cinta sama Malang. Padahal kan anak-anak terlantar di Jakarta juga banyak, Ta. Setiap ditanya pasti alasannya karena di Malang enak, dingin nggak kayak di Jakarta panas."

"Jadi kemarin pas dia ke Malang itu ngunjungin yayasannya? Tapi, Mas. Aku kira dia pengacara beneran loh, pas aku tanya katanya itu panggilanmu buat dia."

"Ya emang. Habisnya dia setiap ditanya selalu jawabnya pengangguran padahal mah super sibuk dia. Tau nggak pekerjaan dia aslinya apa?"

"Designer kan? Tadi dia cerita."

"Ya mana ada designer tapi nggak mau terkenal. Baju designnya dia itu sering dipake acara fashion show besar, tapi dia nggak mau dikenal sebagai orang yang udah ngedesign tuh baju. Ngeselin kan?"

"Lah, terus? Yang mengakui karya dia siapa?"

"Lia, sahabatnya tapi masih saudara sama kita. Dia itu paling males diwawancara, dulu habis wisuda aja ada brand ternama yang mau ngerekrut dia tapi dia nolak. Padahal kalo dipikir-pikir kapan lagi kan ditawarin kerja di perusahaan gede tanpa apply CV?"

"Keren sih, Mas adikmu!"

"Udah mulai jatuh cinta ya?" Goda Dery.

"Kalo aku bilang aku jatuh cinta pas pertama kali kita ketemu di Malang kemarin mana mungkin mas Dery percaya, apalagi kemarin aku baru aja putus dari Hana. Kesannya kayak aku play boy banget deh, baru putus udah naksir cewek lain."

"Ya emang apa salahnya, Ta? Kan perasaan nggak bisa dicegah."

"Iya sih. Tapi kurang sopan kesannya, Mas."

"Aduh!" Gista meringis kesakitan saat tak sengaja mobil-mobilan yang Arka mainkan terlempar dan mengenai pelipisnya. Sontak mereka semua menoleh kearah Gista.

"Kakak! Kok aunty Giginya dipukul?" Bentak Rindu membuat anak laki-laki berusia tiga tahun itu menangis.

"Hey, kenapa nangis, Sayang! Aunty nggak pa-pa!" Gista meraih Arka ke dalam pelukannya.

"Gi, jangan dibelain biar dia tau kalo dia salah!" Sahut Dewa.

"Nggak pa-pa, Kak! Dia nggak sengaja tadi mobilnya kelempar. Udah jangan nangis, Sayang! Aunty nggak pa-pa!" Gista masih sibuk menenangkan Arka di dalam pelukannya.

"Tapi itu pelipis mbak Gigi berdarah!" Ujar Windy.

"Sini sama mama! Tuh liat, aunty Giginya berdarah. Sini, Sayang! Biar aunty Gigi diobatin dulu!" Rindu datang menghampiri Gista dan Arka.

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang