:: Bagian 8 ::

200 22 4
                                    

"Aw, pelan-pelan, Mas! Sakit!" Gista memegangi tangan Hasta yang hendak membersihkan luka di lututnya.

"Lagian siapa yang nyuruh lari-larian sih, Ta? Dibersihin biar nggak infeksi lukanya!" Hasta masih dengan sabar menghadapi tingkah Gista.

"Langsung diplester aja!"

"Ya harus dibersihin dulu. Pelan-pelan deh! Ya?" Rayu Hasta.

"Janji ya pelan-pelan!"

"Iya!" Hasta mulai mendekatkan tangannya lagi untuk membersihkan luka Gista. Mereka sedang berada di dalam mobil. Belum sampai kapas yang dipegang Hasta yang sudah dibaluri dengan alkohol menyentuh lututnya, Gista sudah menarik kakinya.

"Belum kena, Ta."

"Takut!"

"Nggak apa-apa! Atau mau ke rumah sakit aja?"

"Enggak!" Jawab Gista cepat.

"Ya makanya nurut! Sini!" Hasta terpaksa harus memegang paha Gista agar tidak bergerak. Ketika kapas mulai menyentuh lututnya, Gista langsung menabrakkan kepalanya pada bahu Hasta.

"Perih, mas Tata!" Gista menangis, jujur Gista bukan tipe orang yang tahan dengan sakit. Kadang keluarganya sendiri bingung, dulu dia punya keberanian dari mana menyayat pergelangan tangannya.

"Nggak apa-apa, Ta! Udah selesai!" Hasta membuang kapas bekas keluar mobil, mereka masih berada di halaman rumah baru Hasta. Gista masih bersandar pada Hasta dengan mencengkeram kaos yang laki-laki itu kenakan.

"Ta!" Panggil Hasta saat gadis itu masih sesenggukan.

"Malu!" Ucap Gista malu-malu.

Hasta tertawa, "malu kenapa sih? Habis nangis? Sini coba liat!"

"Nggak mau!"

"Terus mau kayak gini aja? Diliatin tukang-tukang, Ta!" Goda Hasta padahal tidak ada yang melihat mereka. Dan berhasil. Gista langsung menegakkan tubuhnya kembali.

"Mana?" Tanyanya dengan suara agak sengau.

"Tapi boong! Coba sini liat, malu kenapa sih?" Tangan kanan Hasta terulur hendak menyentuh wajah Gista namun langsung ditepis oleh gadis itu.

"Kenapa suka banget godain aku sih, Mas? Nyebelin banget!" Gista cemberut.

"Habisnya kamu lucu kalo lagi ngambek! Sekarang, kita mau ke mana? Mau mampir ke mbak Rere dulu apa langsung pulang?"

"Langsung pulang aja, nanti kan dijemput kak Dery. Sama mama disuruh nginep rumah kak Dery aja selama di Malang!"

"Mau ke kafe temennya mas dulu nggak? Sekalian mas kenalin sama temen mas," tawar Hasta.

"Ke kafe kayak gembel gini? Nggak mau, malu mas Tata!" Tolak Gista pasalnya dia memakai kaos oblong hitam dan hot pants jeans.

"Nggak apa-apa, Ta. Nanti kita sabotase ruangan temen mas! Mau ya?" Hasta mencoba meyakinkan Gista.

"Iya deh!" Gista luluh, padahal dia paling susah sekali diajak keluar.

Hasta segera membawa mobilnya meninggalkan area perumahan, kafe milik Jojo atau Joshua tak begitu jauh dari perumahan itu. Sebenarnya Jojo juga memiliki beberapa cabang kafe yang mana nama-nama kafenya tidak memiliki keterkaitan satu sama lain jadi orang lain tidak akan tahu kalau kafe-kafe itu miliknya. Tapi Jojo sendiri suka sekali berada di kafe yang satu ini karena dekat dengan kantor Hasta, Nathan dan Raka.

Jojo sendiri sebenarnya seorang pengacara sama seperti Raka, tapi dia lebih tertarik mendirikan usaha sendiri berupa kafe dan fokus pada kafe-kafenya yang sebentar lagi juga akan buka cabang di Surabaya. Mereka berempat ini sudah berteman sejak SD jadi jangan heran kalau kemana-mana selalu berempat bahkan tak jarang juga mereka kencan berempat dengan pasangan masing-masing.

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang