:: Bagian 1 ::

356 32 4
                                    

Kejadian yang langka sekali di rumah Beni dimana Hasta libur kerja selama dua hari, laki-laki itu jarang sekali mengambil cuti bahkan sering kali pulang larut malam. Namun sudah dua hari ini laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun itu Luntang Lantung di rumah, kegiatannya hanya di kamar dan akan keluar jika lapar saja. Dan saat ini laki-laki berkaos hitam over size itu berjalan menuruni tangga hendak menuju dapur untuk minum karena air di kamarnya sudah tandas.

Entah apa yang sedang Hasta pikirkan sehingga dia tidak menyadari kehadiran sang adik, Windy yang baru saja pulang kuliah. Windy yang melihat sang kakak berjalan menuju dapur diam-diam mengikutinya. Windy hanya memunculkan kepalanya dari balik tembok tepat dimana kulkas berada membuat Hasta yang sedang minum kaget dan menyembur Windy tepat diwajahnya.

"Ih, Mas Tata, jorok banget sih!" Seru Windy seraya mengusap wajahnya dengan lengan kemeja yang dia kenakan.

"Siapa suruh ngagetin! Assalamu'alaikum dulu gitu lho nek masuk rumah!" Hasta tak mau kalah, ini salah Windy yang datang-datang mengagetkannya.

"Aku udah salam ya tadi di depan, mas Tata aja yang nggak denger!"

Hasta tak menghiraukan lagi sang adik, tenaganya sudah terkuras habis dua hari ini, Hasta menuang lagi air dingin dari dalam kulkas ke gelas yang tadi sudah sempat dia minum airnya. Sebenarnya Windy kasihan melihat keadaan sang kakak dua hari ini, kabar putusnya Hasta dengan kekasihnya yang sudah menjalin hubungan sejak dibangku kuliah sudah menyebar di rumah bahkan kakak mereka yang tinggal di Surabaya pun sudah mengetahuinya.

"Mas, maaf udah ngagetin! Mas udah makan belum, aku buatin mie kesukaan mas Tata ya?"

"Nggak laper!" Jawab Hasta ketus dan itu bukan Hasta banget karena biasanya jam 12 malam kalau lapar dia pasti akan membangunkan Windy untuk membuatkannya mie kesukaannya itu. Sebenarnya bukan mie yang spesial juga karena Windy hanya memasak mie goreng yang isi dua dan membumbuinya ala-ala jadi mie pedas seperti yang dijual di kedai yang terkenal dikalangan anak muda.

"Mas Tata maunya apa nanti aku bikinin!" Bujuk Windy lagi.

"Mau apa ya? Liburan naik jet pribadi deh, seru kayaknya!" Goda Hasta, laki-laki itu tahu kalau sang adik sedang mengkhawatirkannya.

"Ya nggak gitu juga permintaannya kan aku bukan mbak jin yang akan mengabulkan tiga permintaannya mas Tata!" Windy sewot sendiri mendengar jawaban Hasta, sepertinya kakaknya itu sudah baik-baik saja.

"Lagian ngapain sih, Dek? Mas Tata baik-baik aja, kamu sama mama memperlakukan mas Tata kayak mas lagi sakit aja!" Protes Hasta. Dua hari ini mama dan adiknya itu memperlakukannya secara berbeda seperti orang sedang sakit padahal biasanya ditanya sudah makan saja jarang oleh Windy.

"Sehari aja mas nggak gangguin aku tuh rasanya kayak ada yang kurang, ini malah dua hari. Lagian patah hati jangan lama-lama, Mas! Katanya dari dulu udah pengen putus, eh giliran putus beneran sakit hati!" Ledek Windy.

"Bukan sakit hati, tapi belum terbiasa aja. Masih kaget karena biasanya ada dia tiba-tiba nggak ada. Makanya jangan sok tau jadi orang!" Hasta menoyor kepala sang adik pelan.

"Halah, alasan!" Windy meninggalkan Hasta karena sepertinya kakaknya itu memang baik-baik saja.

"Mama dimana?"

"Di depan!" Teriak Windy dari anak tangga.

Hasta mengembalikan air dingin ke dalam kulkas dan bergegas mencari sang mama ada hal penting yang ingin Hasta bicarakan pada sang ibunda itu.

°GrowingPain°

Gista berjalan menuju lantai dua dimana ruangan sepupunya berada, butik milik sepupunya memang cukup terkenal bahkan di wilayah Dejabotabek. Dan saat ini Gista sedang berada di kantornya bukan di butiknya karena kantor dan butik memiliki gedung yang berbeda, Gista hanya akan datang ke butik kalau ada meterial bahan yang harus dia setujui penggunaannya untuk bakal baju hasil designnya.

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang