:: Bagian 16 ::

182 28 6
                                    

Gista sebenarnya mendapat kamar sendiri tapi karena dia takut, dia memilih satu kamar dengan Windy. Tentu saja awalnya Hasta menawarkan agar Gista satu kamar saja dengannya. Mana bisa begitu? Kan mereka belum menikah. Sudah jelas Gista menolak mentah-mentah, terlebih dia masih ngambek dengan Hasta karena laki-laki itu tadi mengabaikannya saat di kafe Jojo.

Windy memilih tidur karena dia lelah, sedangkan Gista yang tidak bisa tidur memilih untuk jalan-jalan di area sekitar rumah nenek Hasta. Keluarga Hasta juga memiliki kebun di area belakang rumah yang ditanami strawbery dan juga jeruk peras. Kalau di belakang vila milik keluarganya ada kebun apel, biasanya para penyewa dapat memetik apel sepuasnya untuk dimakan dan tidak untuk dibawa pulang.

Rumah dalam keadaan sepi, sepertinya pada tidur siang selepas sholat Dhuhur berjamaah tadi. Gista berjalan dengan hati-hati, takut pergerakannya menimbulkan masalah dan membangunkan mereka. Gista pikir tidak akan ada siapa-siapa di belakang, ternyata Hasta sedang merokok di dekat kolam renang. Awalnya Gista tidak menyadari kalau ada Hasta disana, Gista baru menyadari kehadiran Hasta saat dirinya sudah tinggal beberapa langkah dari laki-laki itu sedangkan Hasta sudah memperhatikan Gista sejak keluar dari pintu belakang.

"Mau kemana?" Hasta buru-buru berdiri dan mencegah Gista untuk pergi dengan menarik tangannya.

"Mau balik ke kamar, hpku ketinggalan!" Gista merutuk dalam hati, dia tidak pandai berbohong karena ponselnya sedang dia genggam sekarang.

"Itu yang ditangan apa?" Tunjuk Hasta dengan dagunya.

"Itu... mau balik soalnya baterainya habis, lupa mau dicharge!"

"Mas minta maaf! Kamu masih marah sama mas?"

"Siapa yang marah? Bukannya mas Tata yang marah sama aku?"

"Mas nggak marah, Ta! Mas cuma kesel aja soalnya kamu susah banget dibilangin. Duduk dulu kita ngobrol!"

"Nggak mau, mas Tata ngerokok! Aku nggak suka asap rokok!"

Hasta seketika menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya agar padam, "tuh, udah mas matiin! Ngobrol dulu ya!"

Gista menurut saat Hasta menggandengnya, mengajaknya duduk di kursi tempat yang dia duduki tadi. Gista memalingkan wajahnya, enggan menatap Hasta. Sementara Hasta justru menopang dagunya dengan tangan kirinya yang dia tumpukan pada lututnya.

"Ngapain sih? Tadi katanya mau ngobrol?" Gista kesal karena Hasta tak kunjung bicara malah menatapnya dalam diam.

"Makin cantik kalau lagi ngambek gini! Cium boleh?"

"Ih, Mas Tata apaan sih? Cepetan mau ngomong apa aku ngantuk!"

Hasta tak menjawab, dia malah terkekeh lalu menarik Gista kedalam pelukannya.

"Mas nggak marah sama kamu, Ta! Lagian kamu juga sih bandel dibilangin! Mbok ya yang nurut gitu lho!"

"Kenapa sih mas Tata takut banget aku ketemu sama Hana? Lagian aku bisa jaga diri, Mas! Dia nggak akan bisa macem-macem sama aku!"

"Mas tau kamu bisa taekwondo tapi Hana itu bukan lawan yang seimbang buat kamu, Ta! Ngerti kan maksud mas Tata?" Hasta melepaskan pelukannya dan menatap gadis itu.

"Iya, ngerti! Tapi aku nggak suka mas Tata kayak tadi, dua kali mas Tata kayak gitu sama aku! Aku takut!"

"Maaf kalau mas buat kamu takut! Mas nggak ada niat buat marah ke kamu, tapi kamunya juga harus nurut! Kalau mas bilang nggak boleh ya nggak boleh jangan dilanggar! Kenapa sih ngeyel banget?"

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang