:: Bagian 9 ::

269 32 7
                                    

Gista mengajak Windy juga untuk ke yayasan miliknya, sebenarnya besok dia ada janji dengan pemilik tanah tapi karena hari ini dia sudah berada di Malang jadi dia mengabari pak Bambang untuk bertemu pemilik tanah hari ini saja. Untungnya pemilik tanah setuju. Gista awam tentang jual-beli tanah seperti itu makanya dia meminta tolong Hasta untuk mendampinginya nanti. Dulu sebelum kenal Hasta, Gista sudah membicarakan hal ini dengan Dery dan kakak keduanya itu dengan senang hati akan membantu.

Begitu sampai di gerbang perumahan, mereka bertiga disambut oleh pak Bambang yang membukakan pintu. Pria paruh baya itu tersenyum ramah saat ketiganya turun dari mobil, Gista menyalami pak Bambang yang sudah dia anggap seperti bapaknya sendiri. Gista sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan orang-orang baik ini.

"Apa kabar, Pak Bambang?" Sapa Gista setelah bersalaman dengan pak Bambang.

"Alhamdulillah baik, Mbak! Ini siapa, Mbak? Pacarnya mbak Gigi? Kok nggak pernah dikenalin sama kita?" Cerca pak Bambang setelah bersalaman dengan Hasta dan juga Windy.

"Calon suaminya, Pak! Doain ya!" Sahut Hasta bercanda.

"Seriusan, Mas?"

"Tanya Gista coba, Pak, mau nggak nikah sama aku!"

"Mas Tata! Nanti aja aku ceritainnya, Pak! Oh iya, pemilik tanahnya mau ketemu dimana? Jadi kesini?"

"Udah di dalem, Mbak!"

Tanpa mengobrol lagi keempatnya menuju salah satu rumah yang Gista jadikan kantor sekaligus gudang untuk menyimpan semua keperluan yayasan. Mulai dari bahan pangan sampai sandang, semuanya lengkap. Jadi anak-anak tidak perlu takut kekurangan sedikitpun karena Gista benar-benar memikirkan tentang mereka.

"Win, kalo mau main dulu sama anak-anak nggak pa-pa. Mereka disana, kesana aja dulu nanti kita nyusul!" Gista menunjuk sebuah rumah yang terdengar ramai.

"Saya anter dulu mbak Windynya nggak pa-pa, Mbak!" Tawar pak Bambang.

"Nggak usah, Pak! Biar sendiri aja! Aku tunggu disana dulu ya, Mbak!" Windy pamit untuk bertemu lebih dulu dengan anak-anak.

Di ruang tamu, mereka disambut laki-laki paruh baya dengan salah seorang pengurus yayasan. Gista mengenalkan diri sebagai pemilik yayasan. Mereka langsung membicarakan inti pertemuan hari ini. Harga dan lokasi tanah sesuai seperti yang Gista harapkan. Tanahnya terletak di jalan S Supriadi Malang, dari rumah Dery jaraknya hanya 17 menit.

Gista langsung sepakat dengan harga yang ditawarkan karena sebelumnya Hasta banyak membantu dengan bernegosiasi dengan pemilik tanah. Tapi sebelum serah terima sertifikat dan pembayaran, Hasta meminta izin untuk melihat tanahnya lebih dahulu untuk memastikan. Gista menurut saja karena dia sama sekali tidak tahu menahu soal tanah. Mereka sepakat untuk mendatangai lokasi besok sore sepulang Hasta dari kantor.

Kurang lebih satu jam pertemuan mereka, setelah itu pemilik tanah pamit untuk pulang. Pak Bambang dan Bu Sri--pengurus yayasan--pamit untuk kembali pada aktivitasnya masing-masing, sedangkan Hasta dan Gista masih duduk santai di ruang tamu salah satu rumah yang dijadikan kantor itu. Gista merasa lega karena sebentar lagi yayasan miliknya akan mempunyai gedung sendiri.

"Mas Tata!" Panggil Gista saat laki-laki itu sedang asik dengan ponselnya, begitu mendengar panggilan Gista, Hasta langsung meletakkan ponselnya.

"Kenapa, Ta?" Kini fokus Hasta hanya pada gadis itu.

"Mas Tata nggak ada yang mau diceritain ke aku?" Kedua mata mereka saling bersitatap.

"Cerita apa?" Hasta sempat berpikir sejenak sebelum teringat akan sesuatu, "oh, cerita tentang Hana? Kamu udah liat postingan mas di IG?"

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang