:: Bagian 23 ::

154 25 8
                                    

Sebenarnya Sonya meminta Gista untuk tetap di rumahnya dan mendapat cairan infus lagi namun Gista menolak. Mamanya pasti akan curiga kalau dia tidak kunjung sampai rumah. Jadi Gista memutuskan untuk pulang saja dan meminta Sonya untuk meresepkan obat untuknya. Gista juga menolak saat Sonya berniat mengantarkannya pulang. Gista memang sudah agak mendingan, setelah ini dia hanya perlu istirahat yang cukup dan segera meminum obatnya.

Sesampainya di rumah, Gista langsung menuju kamarnya. Untuk berjalan dari depan ke kamarnya saja dia butuh tenaga ekstra. Yuri sedang tidak ada di rumah, entah pergi kemana mamanya itu. Yuri hanya mengatakan ada urusan sebentar. Gista segera merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya hingga hanya wajahnya saja yang terlihat. Gista meraih ponselnya, tidak ada pesan dari Hasta maupun Dery, itu berarti Hasta belum memberitahu Dery kalau Gista sedang sakit.

Tadi memang Gista salah menghubungi Hasta, Gista kira dia sudah menekan nomor yang benar. Gista memejamkan matanya karena sudah tidak tahan lagi menahan sakit perutnya, mungkin dengan tidur sebentar rasa sakitnya akan hilang. Gista tidak sadar kalau dia menekan tombol video call pada kontak nomor Hasta. Saat rasa kantuk menghampirinya, Hasta menerima panggilan video itu. Hasta tak mengatakan apapun sehingga Gista tidak sadar kalau dia sedang melakukan panggilan video dengan Hasta.

Ponsel Gista kebetulan menghadap ke arahnya, Gista masih memegangi ponselnya sedangkan ponsel dan tangannya tertahan oleh guling. Hasta diam memandangi wajah tenang Gista yang sedang tidur. Wajah yang sangat dia rindukan belakangan ini. Air mata Hasta luruh begitu saja. Ingin rasanya Hasta memeluk tubuh itu saat ini juga. Entah kenapa wajah Gista terlihat lebih tirus dari waktu terakhir mereka bertemu.

°GrowingPain°

Hasta baru kembali ke kantor saat mendapat panggilan video dari Gista, tanpa pikir panjang Hasta langsung menerima panggilan itu meskipun Gista salah sambung seperti sebelumnya. Hasta sengaja diam agar Gista tidak mematikan sambungan video callnya lagi. Namun kali ini Hasta mendapati Gista sedang tidur, Hasta yakin gadis itu baru saja pulang. Air matanya jatuh saat menatap wajah tenang itu.

"Mas, pinjem hape!" Pinta Hasta pada Dery yang duduk disebelah meja kerjanya.

"Tuh!" Tunjuk Dery pada meja dimana ponselnya berada, Dery sedang mengerjakan laporan di komputernya.

"Kontak Lia mas Dery simpen dengan nama apa?" Hasta mengotak-atik ponsel Dery yang kebetulan tidak dikunci.

"Liana, cari aja di chat! Kemarin dia habis ngirim foto baju keluarga buat lamaran kamu."

Hasta segera mencari nama Lia di ponsel Dery. Dapat. Karena sepertinya nama Lia hanya satu-satunya yang Dery simpan di ponselnya. Hasta beranjak untuk bicara dengan Lia, sementara ponselnya masih terhubung dengan Gista yang masih tidur lelap. Karena penasaran Dery mengintip meja kerja Hasta, bukannya Hasta memiliki nomor ponsel Lia sendiri ya? Dery tersenyum saat melihat ponsel Hasta menampilkan wajah adiknya yang sedang tertidur lelap. Sejak kapan mereka baikan?

Setelah mencari tempat sepi, Hasta segera menghubungi Lia. Dia perlu bertanya bagaimana perkembangan kebaya Gista, sepertinya Hasta harus segera ke Jakarta untuk melamar Gista. Bukannya tadi Dery bilang kalau baju untuk keluarga mereka sudah jadi ya? Ada kemungkinan kebaya Gista dan kemeja miliknya sudah jadi.

"Kenapa, Kak? Gista udah pulang dari tadi."

"Nggak nyari Gista kok, Li! Ini aku, Hasta!"

"Oh, mas Tata! Aku kira kak Dery. Kok tumben pake hape kak Dery, Mas?"

"Gista video call, tapi kayaknya kepencet soalnya anaknya lagi tidur. Oh iya, Li, gimana kebaya Gista?"

"Oh iya, Mas! Udah jadi sih, kemejanya mas Tata juga udah jadi. Lupa mau ngabarin, baju buat keluarga mas Tata juga udah jadi. Terus EO buat acara lamarannya juga udah deal, Mas. Tadi kayaknya Tante Yuri ketemu sama owner nya deh. Jadi kapan mau ke Jakarta ngelamar Gista, Mas?"

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang