:: Bagian 24 ::

151 30 8
                                    

Demam Gista sudah turun, sejak kemarin Gista tertidur tidak bangun sama sekali bahkan saat jarum infus dicabut dari tangan kanannya. Pagi ini Gista merasa kondisinya sudah lebih baik. Gista mendengar ada ramai-ramai di halaman depan rumahnya, Gista menyibak selimutnya lalu turun dari tempat tidurnya menuju balkon. Gista terdiam saat melihat ada beberapa orang sedang memasang tenda di halaman depan, Gista juga melihat dua kakaknya sedang berbincang dengan Hasta. Ini Gista tidak salah lihat kan?

Dengan jantung yang berdegup kencang, Gista memutuskan untuk menghampiri ketiganya, menanyakan akan ada acara apa. Begitu keluar dari kamarnya, di lantai bawah juga ada beberapa saudaranya yang tampak sibuk. Gista menuruni tangga dengan penuh tanda tanya. Untuk pertama kalinya Gista mengabaikan kedua anak Tristan, Gista berjalan cepat menuju halaman depan. Menemui sosok yang begitu dia rindukan. Air matanya luruh begitu saja begitu melihat Hasta sedang berbicara serius dengan kedua kakaknya, bahkan pakaian yang Hasta kenakan jauh dari kata baru datang dari Malang. Apa laki-laki itu sudah datang dari kemarin? Apa yang semalam itu nyata bukan mimpi kalau Hasta memang tidur disampingnya?

"Ini.... ada apa?" Tanya Gista dengan suara bergetar membuat ketiganya menoleh kearah sumber suara.

"Dek!" Tristan dan Dery tersenyum melihat Gista.

"Ta!" Begitupun dengan Hasta, Dery memberi isyarat agar Hasta menghampiri Gista dan memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Mas Tata kapan sampai? Ini kenapa? Mau ada acara apa?" Gista masih belum bisa menebak akan ada acara apa di rumahnya.

"Kita ngobrol di dalem ya!" Hasta merangkul Gista membawanya kembali masuk ke dalam rumah. Demam Gista memang sudah turun sejak kemarin, jadi semoga saja Gista benar-benar sudah sembuh.

"Mas Tata!" Gista menangis sesenggukan, Hasta yang awalnya ingin mengajak Gista kembali ke kamarnya, mereka akhirnya duduk di sofa ruang tamu karena Gista menangis sesenggukan.

"Ta, maafin mas Tata ya! Maaf karena mas kamu jadi sakit kayak gini! Maaf karena mas nggak bisa jaga kamu dengan baik!" Hasta mengusap air mata di pipi Gista lalu memeluknya.

"Aku yang harusnya minta maaf sama mas Tata! Maaf karena aku minta pulang ke Jakarta padahal aku nggak bisa jauh dari mas Tata! Maaf aku selalu ngerepotin mas Tata! Aku sayang sama mas Tata, jangan tinggalin aku, Mas!" Gista memeluk Hasta semakin erat, wajahnya dia benamkan pada ceruk leher Hasta.

"Mas nggak akan ninggalin kamu, Ta, karena mas juga sayang sama kamu! Dan kamu nggak perlu minta maaf!" Hasta mengusap punggung Gista lembut.

"Kenapa orang-orang di depan pasang tenda? Mau ada acara apa? Kenapa kak Tristan sama kak Dery pulang?"

"Mas mau ngelamar kamu, Ta!"

Ucapan Hasta sukses membuat Gista melepaskan pelukannya dan menatap Hasta. Dia tidak salah dengar kan?

"Maksudnya?"

"Mas mau ngelamar kamu hari ini. Mas sengaja nggak bilang dan nyuruh mama buat nggak ngasih tau kamu karena mas mau ngasih surprise sama kamu. Mas nggak nyangka kalau kamu bakalan sakit, jadi mas sengaja majuin acara lamarannya karena mas pengen ketemu kamu secepatnya kan kamu nggak mau bales pesan mas sama sekali."

"Maaf! Jadi hari ini kita lamaran? Mas Tata beneran mau ngelamar aku? Mas Tata serius?"

"Kapan mas pernah bercanda sama kamu, Ta? Kan mas udah pernah bilang kalau mas serius sama kamu."

"Mas Tata!" Gista kembali memeluk Hasta, kali ini dia tumpahkan semua air matanya. Rasa bahagia dan haru menjadi satu, akhirnya Gista benar-benar menemukan laki-laki yang tulus menyayanginya.

"Jangan sakit lagi, Ta! Mas nggak bisa lihat kamu sakit, cukup kemarin aja mas lihat kondisi kamu yang kayak gitu," Hasta membalas pelukan Gista tak kalah erat. Mereka melepas rindu satu sama lain.

Growing Pain (HaeSelle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang