13. Yang Sebenarnya

108 14 0
                                    

"Dia ga bisa di bujuk ? " Mark menuntun Caroline keluar dari sebuah ruang periksa rumah sakit.

Caroline menggeleng. Gadis itu terlihat pucat dan lemah, tatapan matanya tergambar keputusasaan yang jelas.

"Kenapa kamu ga kasih tau Jeno tentang penyakitmu? Kalau Jeno tau... Mungkin..."

"Kalau Jeno tau dia pasti  cuma mengasihaniku. Aku ga mau di kasihani. "

"Carol..."

"Iya aku tau umurku ga panjang. Tapi aku ga mau dikasihani. Aku juga ga mau Jeno merencanakan segala hal setelah aku mati. Jadi lebih baik dia ga tau. "

6 bulan yang lalu, tepat setelah ulang tahun Caroline, gadis itu di vonis mengidap kanker otak. Dokter menyuruhnya melakukan kemoterapi tapi Caroline menolak.

Kemoterapi akan merubah penampilannya, dia akan kehilangan rambutnya dan banyak yang akan berubah dari tubuhnya. Carolone tidak ingin tampak buruk di hadapan Jeno. Alhasil penyakitnya menjadi lebih parah dan dokter bilang sisa usia Caroline tidak akan lama.

Caroline mengangkat kepalanya, menatap Mark yang mengiba padanya. Sejujurnya meskipun tidak bisa memiliki perhatian Lee Jeno setidaknya ada orang lain yang suka rela memperhatikannya. Tapi tetap saja rasanya berbeda.

Caroline dan Mark hanyalah teman lama, mereka sering bertemu di gereja saat kecil dan akhirnya berteman.

Disaat Jeno sibuk di luar dan mengabaikan Caroline, disitu Mark selalu ada untuk menghiburnya hingga suatu saat Caroline mengakui Mark sebagai selingkuhannya agar Jeno cemburu tapi yang terjadi malah di luar perkiraan Caroline. Hubhngan mereka semakin memburuk.

Tapi Mark tidak pernah tersinggung. Dia tetap membantu Caroline meskipun gadis itu tidak yakin bisa membalas budi.

Mark selalu disisinya, dia menemani Caroline ke rumah sakit bahkan menemaninya saat kesakitan. Sementara Lee Jeno malah sibuk bersama wanita lain.

"Ga usah ngeliatin begitu, sudah aku bilang aku ga mau di kasihani."

Mark tersenyum dengan perasaan campur aduk. Sulit baginya untuk tidak mengiba.

"Aku benar-benar ga ngerti sama pikiranmu. " Lelaki itu memperlambat langkahnya ketika menuruni tangga lalu memegangi lengan Caroline khawatir jika gadis itu akan jatuh.

"Carol... " Mark menyebutkan namanya tanpa menoleh.

"Hm??"

"Sekali-kali tolong kasih aku ijin buat hajar Jeno."

Mark tidak pernah berpikir dirinya akan melakukan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mark tidak pernah berpikir dirinya akan melakukan ini. Meluangkan waktu sibuknya hanya untuk menolong seseorang. Dia juga tidak pernah merasa sekesal ini pada masalah orang lain hingga dia harus ikut turun tangan.

Lelaki itu berhenti di depan toko bunga usang. Berulang kali dia mendongak untuk membaca papan namanya lalu memastikan jika tempat itu masih buka.

"Benar ini tempatnya. "

Mark berjalan masuk. Dentingan lonceng yang nyaring terdengar begitu dia membuka pintu. Lalu seorang wanita yang sedang menggendong bayi tersenyum menyambutnya.

"Ada yang bisa aku bantu??" Katanya.

Mark mendadak tergagap. Rasanya dia kehilangan kata-kata begitu dia melihat Ruby. Kata-kata umpatan dan ancaman yang tersusun rapi di ujung lidahnya mendadak musnah di gantikan dengan helaan nafas yang cukup panjang.

"Um.. aku Mark, teman Caroline." Lelaki itu akhirnya bisa bersuara.

Wajah Ruby langsung berubah, semyumannya pupus digantikan dengan wajah muram tak bersahabat.

"Mm.. bisa kita bicara sebentar?"

Ruby tak langsung menjawab, gadis itu diam sesaat sebelum mengarahkan tangannya pada set sofa usang miliknya.

Mark mengikutinya, duduk berhadapan dengan kecanggungan luar biasa.

"Um.. aku ga mau basa-basi, aku tau hubunganmu sama Lee Jeno."

Ruby tidak tampak terkejut. Dia sudah menduganya bahkan. Apalagi tujuan dari teman Caroline selain untuk mencacimakinya perihal Jeno.

"Aku ga punya hubungan apa-apa sama Jeno. Ga perlu repot-repot kesini karena Jeno ga pernah datang kesini lagi. " Kata Ruby.

Di balik wajah datarnya dia menyimpan luka yang dalam, tapi hatinya terasa seperti mati rasa. Gadis itu berdiri, berjalan meninggalkan Mark. Rasanya sudah lelah mendengar protes  semua orang karena hubungannya dengan Jeno.

"Tunggu.. bukan itu tujuanku kesini. " Mark ikut berdiri. Berjalan pelan mengikuti Ruby.

"Aku ga mau nyalahin siapapun... " Mark terlihat tidak yakin dengan ucapannya sendiri. Munafik jika dia tidak menyimpan kebencian untuk Ruby, munafik jika dia tak menganggap Ruby seperti perusak rumah tangga orang lain. Tapi memang kehadirannya di tempat itu bukan untuk menghardik Ruby.

"Aku datang cuma mau memohon satu hal. Pindahlah dari sini."

Ruby termenung di tempatnya berpijak. Menatap bunga anggrek ungu yang bergoyang-goyang di terpa angin.

"Aku menolak. Aku pikir Caroline sudah tau. "

"Dia sakit. Kanker otak, usianya hanya tinggal 4 minggu dan Jeno mau menceraikannya karenamu."

Ruby langsung menoleh,menatap dua manik legam Mark dengan tatapan tidak spercaya.

"Aku kesini mau memohon kemurahan hatimu untuk pergi. Jangan biarkan Jeno menemukanmu. Biarkan Caroline jadi satu-satunya paling ngga di 4 minggu terakhir sisa usianya. "

"Separah itukah ??"

Perasaan Ruby menjadi campur aduk. Dan di antara jutaan rasa, perasaan bersalah dan berdosa menjadi salah satunya.

Meskipun Jeno lah yang memulai semua masalah ini dan melukai banyak pihak, tapi tidak bisa di pungkiri dirinyalah alasan Jeno melakukan itu.

"Aku mohon padamu, biarkan Caroline dapetin Jeno. Aku mau dia bahagia di sisa usianya. Bahkan kalau kamu mau aku berlutut sekarang akan aku lakukan."

Ruby masih terdiam dengan emosi yang tak tampak dari raut nya. Itu membuat Mark sedikit putus asa, lelaki itu tak berpikir panjang ketika dia merendahkan dirinya, berlutut dengan wajah memelas di depan Ruby.

"Nona Lee.. aku mohon..."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SECOND CHANCE | LEE JENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang