26. Last Chance [END]

178 10 2
                                    

Guguran bunga sakura yang terbawa angin musim semi itu terlihat seperti hujan. Rerumputan Hijau terlihat lebih cantik dengan kelopak sakura yang menyebar di area taman.

Terlihat tenang dari kejauhan namun jika dilihat dari dekat, tempat itu telah di penuhi oleh manusia-manusia sibuk yang ingin tenang sejenak dari hiruk-pikuk kota besar.

Blitzz

Suara kamera mahal milik Jeno terdengar halus bersamaan dengan kilatan putih yang menyala kurang dari satu detik. Layarnya menampilkan gambar yang dia fokuskan lalu Jeno tersenyum puas.

"Jangan ambil gambar tanpa ijin." Ruby memprotesnya.

Wanita itu tengah duduk berselonjor kaki di atas karpet merah muda yang dia bawa dari rumah. Singkat kata mereka tengah berpiknik di bawah pohon sakura yang tengah mekar.

Rui tengah berjalan-jalan dengan anjing peliharaan keluarga Jeno sementara Ruby duduk sendirian memandangi batu Ruby merah yang menjadi pengikat di jari manisnya.

"Apa aku perlu ijin buat ambil foto istriku sendiri ?? " Jeno kembali duduk di sampingnya, menyambar sebotol cola dingin yang Ruby bawa dari rumah.

"Tentu saja. Aku ini manusia yang punya privasi terlepas dari status kita. "

Ruby mengambil kamera itu dari Jeno. Dia berniat menghapus fotonya tapi ketika melihat dirinya tampak cantik disana, Ruby mengurungkan niatnya.

"Waahh.. aku kelihatan seperti gadis perawan."

"Cih.." Jeno tidak terima. Haruskan dia mengingatkan istrinya sekali lagi?

"Apa perlu aku ulangi kegiatan kita semalam?? "

Wanita itu tersenyum malu-malu lalu mengembalikan kamera Jeno tanpa komentar.

Jeno telah menepati janjinya. Dia benar-benar melamar Ruby dengan layak dan mereka melangsungkan pernikahan dengan sederhana.

Ini adalah permintaan Ruby sendiri. Gadis itu tidak ingin menggunakan gaun pengantin dan menjadi tontonan banyak orang. Baginya mengucap janji suci itu saja sudah cukup. Dan Jeno menurutinya.

Lelaki itu menghadiahi Ruby dengan cincin emas berhiaskan batu Ruby merah yang indah tapi Ruby bilang dia tidak menyukai warnanya. Sejak 3 hari pasca pernikahannya, Ruby terus menatap cincin itu di sela-sela kegiatannya dan ini sedikit mengganggu pikiran Jeno.

"Kamu beneran ga suka cincinnya ya ? Mau di jual aja ??"

"Jangan!!!" Ruby langsung menyahuti dengan nada keras hingga orang-orang di sekitarnya menoleh. Gadis itu melanjutkan,

"Aku cuma bingung, kamu tau aku ga suka warna yang mencolok tapi kenapa malah beli warna merah ?"

Jeno sedikit tersenyum. Mata bulan sabitnya menatap kebawah ke arah cincin yang melingkar di jari manis Ruby.

"Itu bukan sembarang batu, itu batu Ruby merah yang punya arti kedamaian, kekuatan, dan cinta. Sama sepertimu. " Tatapan Jeno naik, menatap dua mata Ruby yang masih kebingungan.

"... Itu kamu Ruby, kamu wanita yang kuat dan penuh cinta yang bisa memberikan kedamaian untukku."

Sungguh Ruby tidak mengira Jeno memikirka hal sedetail ini. Dia pikir seorang pria seperti Lee Jeno hanya asal beli sesuatu yang mahal tanpa mau mengetahui makna dari benda tersebut. Ruby jadi ingat satu hal...

"Terus pas kamu ngelamar Caroline, cincin seperti apa yang kamu berikan?"

Nada lirih Ruby menandakan jika gadis itu masih di penuhi beban dan rasa bersalah. Jeno bisa membaca itu hanya dengan menatap pancaran di mata Ruby.

SECOND CHANCE | LEE JENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang