Liani meletakkan buku tebal di atas meja perpustakaan tempatnya menumpang mengerjakan resume materi satu jam lalu. Gadis berkerudung panjang itu membuka beberapa catatan mata kuliahnya kemarin. Satu jam lagi dia akan masuk kelas.
Sudah hampir sebulan Liani berkuliah di kampus barunya. Tidak ada masalah serius sejauh ini, selain beberapa perasaan yang mengganggu nuraninya.
Ternyata jalan hijrah itu tidak pernah mudah. Ketika masuk ke dunia kampus yang begitu luas, Liani menemukan banyak manusia dengan berbagai macam ragamnya. Termasuk soal pakaian dan model kerudung. Ada yang sama dengan dirinya, ada yang diikat di leher, dililit dan masih banyak lagi.
Liani sempat tertarik dengan beberapa fashion mahasiswa di kampusnya. Terlihat keren dan menarik. Tapi Liani kembali tersadar bahwa sesungguhnya bukan soal keren atau menarik, tapi yang Allah sukai dan sesuai dengan ketentuan agamanya.
Liani mengembuskan napas pelan. Jalan hijrahnya memang terkesan tidak banyak rintangan beberapa tahun terakhir karena dia berada di lingkungan yang setidaknya memberikan energi baik. Ketika di SMA dia menemukan teman dan lingkup yang mendukung hijrahnya. Liani tidak tahu apakah di bangku kuliah akan sama mudahnya.
"Hai!"
Suara sapaan itu membuat Liani mendongak. Seorang gadis dengan wajah cantik dan rambut bergelombang berdiri di sisi mejanya. Jika Liani tidak salah mengenali, gadis itu adalah seseorang yang ribut mulut dengan Viani beberapa waktu lalu di kantin-memperebutkan kursi kantin.
Liani mencoba tersenyum meski objek yang menatapnya tersenyum sinis.
"Kayla. Gue Kayla." Gadis itu menyebut namanya jumawa. Menampilkan kekhasannya yang mampu mengendalikan banyak orang.
"Liani." Liani mengulurkan tangan dengan senang hati.
Kayla hanya menatap uluran tangan Liani tanpa berniat untuk menyambutnya. Dia tertawa.
"Barusan gue cuma ngenalin diri gue, bukan ngajak lo kenalan," cetusnya.
Liani menelan ludah. Menarik tangannya yang mengambang di udara. Liani tidak tahu harus bicara apa pada gadis yang sepertinya memiliki keberanian untuk banyak hal.
"Gue nggak tau lo punya hubungan apa sama Akbar anak Ekonomi sampai dia bantuin lo di kantin beberapa waktu lalu." Kayla menatap Liani lekat-lekat. Yang ditatap sedemikian rupa sampai mengalihkan mata. Menunduk.
"Tapi yang pasti, mulai sekarang gue nggak mau lihat lo dekat-dekat sama dia atau punya komunikasi apapun sama dia." Kalimat itu telak seperti perintah dan ancaman yang menyatu.
***
Viani mengibaskan tangan di depan wajah Liani yang melamun. "Mikirin apa, Li?" tanyanya bingung. Pasalnya selama mata kuliah berlangsung lima menit lalu, Liani tidak seperti biasanya. Dia tidak aktif bertanya atau menanggapi. Setelah dosen meninggalkan kelas juga dia menatap kosong ke depan.
Liani menggeleng pelan. Dia memasukkan buku-buku di atas meja ke dalam ransel berwarna navy.
"Bohong. Pasti ada sesuatu yang ngeganggu kamu, Li." Viani tidak percaya begitu saja saat Liani menggeleng barusan.
Gadis berkerudung panjang itu mengembuskan napas pelan dan tersenyum. "Serius, Vi aku nggak papa," jawabnya meyakinkan.
Viani menyelidiki wajah Liani. "Li, kalau ada apa-apa cerita, ya. Kita kan temenan sekarang. Aku juga gitu, kalau ada apa-apa aku bakalan cerita ke kamu."
Liani tersenyum mendengar kalimat itu. Selama mengenal Viani sebulan terakhir, gadis itu memang baik meski terkadang suka keras kepala dengan pilihannya. Bukankah itu wajar saat seseorang mempertahankan prinsip dasar hidupnya? Maka tidak ada yang perlu diperdebatkan soal prinsip orang lain yang tidak sama dengan kita.
"Iya."
"Jangan iya-iya aja, Li!" Viani kemudian tertawa.
Viani memang selalu bilang pada Liani untuk bercerita kalau ada apa-apa. Tapi untuk masalah yang satu ini sepertinya Liani harus tutup mulut. Perihal percakapan singkat dengan Kayla di perpustakaan harus dirahasiakan dari siapapun.
Liani tidak tahu kenapa Kayla begitu serius saat mengucapkan kalimat itu, tapi dia mengkhawatirkan banyak hal dan salah satunya adalah kenapa harus soal Akbar yang menyita fokusnya setelah duduk di bangku kuliah.
Percakapann itu benar-benar mengganggu Liani. Dia tidak bisa fokus ketika mata kuliah berlangsung. Pikirannya kemana-mana padahal raganya duduk takzim di kelas.
"Nah, kan ngelamun lagi!" Viani protes kali ini. Bibirnya mengerucut tanda sebal.
"Ngomong, Li kalau ada masalah. Nggak enak tau cuma bisa nebak-nebak aja. Apalagi nggak bisa bantuin apa-apa."
"Nggak, Vi. Ini aku cuma lagi capek aja karena tugas kampus yang semakin banyak." Liani mengarang jawaban. Semoga Viani percaya dan Tuhan memaklumi kebohongannya kali ini.
"Beneran cuma karena tugas kampus?" Viani menautkan alis. Mencoba memastikan.
"Iya." Liani mengangguk mantap.
"Oke, deh kalau gitu." Viani mengangguk mengiyakan.
"Oh, iya kamu nggak papa, kan ke depannya sendiri? Soalnya aku mau rapat organisasi, Li."
Liani mengangguk dan menggendong ransel navy-nya. Mereka berdua meninggalkan kelas yang hanya tersisa beberapa mahasiswa yang masih punya kepentingan di sana.
Mereka berdua berjalan melintasi koridor gedung yang cukup ramai. Jam pulang mahasiwa memang sedang aktif sekarang. Viani tampak menyapa beberapa mahasiswa yang berbeda kelas dengan mereka. Dia terlihat supel dan mudah bergaul dengan siapapun.
Sementara Liani lebih banyak menunduk sembari menjaga pandangan dengan mahasiswa laki-laki yang berpapasan.
Saat Liani mendongak, matanya menangkap sosok Kayla yang berjalan berlawanan arah dengannya. Gadis dengan rambut bergelombang dan pakaian modis itu menatap Liani penuh peringatan. Viani yang sadar tatapan itu ditujukan pada Liani menoleh pada temannya. Gadis itu menunduk.
Viani menatap Kayla sinis.
"Lihatinnya biasa aja kali! Semua orang juga tau kalau Liani cantik!" sindirnya tepat saat wajah mereka berpapasan. Kayla tampak hendak berang, tapi Liani buru-buru menarik tangan Viani untuk menjauh-berjalan cepat menghindar. Dia tidak ingin cari masalah.
"Kenapa, Li?!" Viani kesal karena Liani mengajaknya menjauh.
"Nggak usah cari masalah."
"Dia yang ngelihatin kamu seolah-olah banget! Aku nggak suka!" balas Viani sembari menoleh ke belakang. Kayla dan dua temannya masih berada di sana. Mereka bersitatap cukup lama.
"Dia kayak nggak suka sama kamu, Li."
"Udahlah, Vi katanya kamu mau rapat. Nggak perlu ngeladenin orang kayak dia." Liani buru-buru menjelaskan dan mengajak Viani beranjak dari koridor yang cukup ramai.
Viani mendengus sebal karena tidak bisa bicara lebih banyak tentang amarahnya pada Kayla.
*****
Terima kasih ya sudah sampai sini:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Liani
Ficção Adolescente"Lia, kamu mau kemana? Aku tidak bohong soal gadis itu, dia hanya masa lalu. Apa yang kamu khawatirkan dari seseorang yang telah jauh tertinggal di hari dulu?" "Justru orang yang ada di masa lalu yang harus aku khawatirkan, Bay. Bukankah dia yang le...