BAB 01

87 49 29
                                    

Pagi hari ini matahari terlihat sangat cerah, dibarengi angin sepoi-sepoi yang menyegarkan.

Terlihat seorang pemuda berjalan ringan keluar rumah nya, ia sedikit bersenandung menikmati cuaca yang cukup bagus baginya.
Ia membawa kamera dengan tali strap merah yang di kalungkan ke lehernya.

ARTA GEONATHAN, pemuda itu memiliki tugas dari sekolahnya, ia di haruskan mencari objek untuk kelas seni nya.

Arta saat ini duduk di bangku taman yang tak jauh dari rumahnya. Ia melirik ke kiri ke kanan untuk mencari sesuatu yang indah untuk ia potret.

Tentu saja taman itu dipenuhi bunga indah dan pepohonan yang rimbun, namun baginya itu masih biasa saja, dia ingin memotret sesuatu yang paling indah yang bahkan dirinya pun belum pernah melihatnya.

"Ck, gak ada yang spesial disini, cari dimana ya?" Monolog Arta.

Arta berjalan pelan sambil mencari sesuatu yang menarik, ia bahkan sudah meninggalkan taman itu dan sedikit menuju hutan. Walau disana masih terdapat beberapa rumah, tapi suasana disana sangat sepi dan tenang, itu bagus bagi Arta yang ingin menenangkan diri.

Tak jauh dari sana Arta melihat sebuah danau kecil yang di tumbuhi teratai di sekitar danau, dan juga bunga cantik dan warna warni di sekitar danau.

"Gilaa gue baru tau ada tempat yang cantik banget kaya gini!" Kaget Arta dan mendekati danau itu.

Dia masih menganga melihat pemandangan indah itu, hanya kata 'woah' yang dia ucapkan, dan tak lupa juga dia memotret bahkan berniat mencuci beberapa hasil fotonya itu.

Setelah beberapa jam dia disana, kini ia berjalan untuk kembali, ia masih berjalan santai sesekali tersenyum melihat pemandangan indah di sekitar nya.

Saat dia beejalan melewati salah satu rumah, telinganya mendengar sebuah alunan musik yang berasal dari salah satu rumah itu, ia menghentikan langkahnya dan menutup mata menikmati tiap dentingan suara piano yang terdengar itu.

Setelah beberapa menit, suara itu berhenti, ia mendekat ke arah pagar depan rumah yang cukup besar itu, dia mencari dari mana asal suara itu, sampai saat dirinya tertegun bahkan tidak berkedip melihat sesuatu.

Disana, di rumah yang terhalang pagar itu, terlihat seorang gadis yang sedang terduduk menatap langit dari balik kaca rumahnya.
Ia cukup lama memperhatikan langit dan selama itu juga Arta menatap gadis itu.

Saat Arta masih sibuk menatap gadis itu, ia tidak sadar bahwa saat itu datang seorang pemuda menghampiri gadis itu, gadis itu tersenyum sangat indah.

Arta yang melihatnya merasakan perasaan aneh pada hatinya, ia rasanya ingin menggenggam tangan kecil namun indah milik gadis itu, dan ia rasanya ingin menjaga senyuman itu agar tidak hilang dari wajah gadis itu.

Arta masih memandang gadis itu, ia ikut tersenyum melihat senyuman nya, dia...dia kenapa? Apa maksud dari debaran di jantungnya? Apa dia mempunyai penyakit jantung? Sepertinya dia harus memeriksakan diri ke dokter.

-------------------------------------

Arta sudah membersihkan dirinya, kini dia berada di kamarnya.

"Cantik sekali...." Ucapnya tiba tiba membayangkan kembali wajah gadis tadi membuatnya merona.

"Heh lo cabul ya?! Lo bayangin apaan anjir?!" Teriakan itu membuyarkan lamunan Arta.

"Sembarangan bocah! Ga sopan banget teriak depan muka lagian gua tuh abang lo!" Bantah Arta dan mulai meneriaki kembali orang itu.

"Emang gue pikirin, wlekkk" ledek orang tadi dan berlari dari kamar Arta.

"Dasar anak kampret!" Teriak Arta yang bisa terdengar keseluruh penjuru rumah ini.

ARKAN DWINATA, adik Arta yang saat ini berbeda 2 tahun dengan Arta. Arkan sendiri sekarang masih kelas 1 SMA, dia masuk ke sekolah yang sama dengan Arta agar Arta bisa menjaganya.

"Arta!! Arkan!!! Berhenti bertengkar dan ayo turun makan siang!!" Teriakan lainnya berasal dari ruang makan di lantai dasar.

Sang ibunda GINA ANDELA, dia ingin memanggil arta dan arkan untuk turun makan siang bersama.

Sekolah saat ini diliburkan karena suatu alasan. Semuanya menikmati waktu liburnya, kecuali arta dan teman sekelasnya, dia di wajibkan memotret bahkan memvideokan untuk pelajaran seninya, dan akan di presentasi kan di depan kelasnya besok saat kembali sekolah.

Back to story.

Saat ini meja makan itu sudah terisi 3 orang, ayah arta DENIAS PRAMIFTA dan kakak arta BENI ANDHIKHA.

Gina menyiapkan makanan semuanya, ia kembali berteriak untuk memanggil anak anaknya itu.

"Arta!! Arkan!! Belum turun lagi makanan kalian habis sama kak beni!!" Teriak gina.

Beni yang disebut namanya hanya memutar matanya lelah, kenapa keluarga ini sangat aneh.

"Iyaaa bun!! Arkan turun!!" Teriak arkan.

"Berani lu sentuh makanan gue, gue lempar lo dari lantai 100!!" Lanjut arkan nenatap beni penuh dendam.

"Arkan dia abang kamu." Ucap Denias.

"Hehe arkan bercanda yah" jawab arkan cengengesan.

"Mana bang Arta?" Tanya gina pada anak bungsunya itu.

"Gak tau, dia dari tadi senyum senyum sendiri kaya orgil, mana nukanya merah banget, pasti dia mikir yang....

Pakkkk

"Sembarangan " potong arta serta memukul belakang kepala arkan pelan.

"Ih sakit bangke!"

"Ya lo ngomong asal ceplos mulu, heran deh anak siapa sih lo sebenarnya?!"

"Anak bunda sama ayah lah! Emang lo anak tukang sayur?!"

Arta menatap penuh kesal pada Arkan, mood nya berubah menjadi buruk jika berada di sekitar Arkan.

"Apa?! Gak terima?!" Ejek Arkan bersemirk.

"Udah makan kalian berdua, kalian nih suka bangett berantem kalo di satuin" lerai gina.

Setelah itu meja makan itu kini menjadi hening mereka fokus makan.



Setelah selesai makan siang, mereka semua berkumpul di ruang tengah depan tv. Denias, Gita, Beni, dan Arta mereka duduk di atas sofa empuk itu, sedangkan Arkan duduk di atas karpet bulu, mereka semua menikmati acar tv itu.

"Yah" panggil arta menatap ayahnya yang sedang fokus menonton itu.

"Hm?" Jawab Denias.

"Ayah kenal gak sama penghuni rumah yang deket hutan sana?" Tanya Arta masih menetap ayahnya.

"Hutan? Rumah paling ujung itu?" Bukannya menjawab Denias malah kembali bertanya.

"Iya, rumah putih dengan pagar tinggi itu" Arta.

Obrolan mereka cukup menarik membuat mereka semua melirik ke Arta.

"Sebenarnya....



Tbc...

See u next chapter👉

BEE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang