BAB 02

67 49 15
                                    

"Iya, rumah putih dengan pagar tinggi itu" Arta.

Obrolan mereka cukup menarik membuat mereka semua melirik ke Arta.

"Sebenarnya lo mau apa nanyain tuh rumah? Mau lo beli? Punya duit kah?" Tanya Arkan ikut nimbrung.

"Apa sih lo?! Diem ga?!" Kesal Arta.

Gimana gak kesal coba, sedari tadi dia sengaja mengecilkan suaranya agar gak mengganggu mereka yang menonton, eh si Arkan adik laknatnya itu malah ikut campur ke obrolan pentingnya dengan sang ayah.

"Udah jangan berantem" lerai sang bunda.

"Arta kenapa nanyain rumah itu? Ada perlu ke penghuninya?" Lanjut bundanya itu menanyakan maksud pertanyaan arta.

"Eumm arta cuma penasaran bun, kayanya disana penghuninya jarang keluar ya?"

"Ya lagian mau apa sih lo nanya nanya" Arkan kembali bertanya ke Arta.

"Ayah kurang tau, tapi katanya itu rumah emang diisi sama keluarga yang jarang berinteraksi sama dunia luar, tapi katanya juga kepala keluarga nya itu pemilik perusahaan yang terbesar itu? Ayah ga tau" jelas Denias tanpa mendengar kan ucapan Arkan.

Arta mengangguk mengerti, ia kembali berpikir.

"Oh dia punya anak gadis?" Tanya Arta kembali.

"Tuh kan lo mah emang ada udang dibalik bantal!!" Teriak Arkan membuat mereka semua kaget.

"Batu tolol!!" Teriak Arta balik.

"Diem suara kalian kaya toa masjid tau ga?!" Kini Beni yang berteriak.

"Ya lu juga sama tai!" Teriak Arkan tak terima.

"UDAH KALIAN INI KENAPA SIH?!" Gina berdiri dan memukul kepala mereka bertiga pelan.

"Maaf..." Cicit mereka bertiga takut bahkan menunduk dan tak mengeluarkan suara lagi.

Denias yang melihat itu hanya menggeleng lelah, sudah biasa jika keluarga nya akan seperti ini. Arta dan Arkan akan saling teriak bertengkar, dan Beni akan meladeni mereka berakhir ikut bertengkar, lalu sang istri tercintanya ibu dari ketiga putranya itu akan berteriak lebih kencang dari mereka bertiga, sungguh sama persis mereka berempat itu.

Back to story

"Nanti ayah mau ke mall, kalian mau ikut? Atau ayah sama bunda doang yang pergi?" Tanya Denias memecah keheningan.

"Arta ga ikut yah, arta mau nuntasin tugas dari sekolah" ujar Arta.

"Arkan ikut!!!" Arkan berseru senang.

"Aku juga ikut" ucap Beni.

"Okay jadi kalian bertiga doang, Arta nanti di rumah, kita berangkat jam 4 sore okay" Denias.

Mereka semua mengangguk, dan setelah itu mereka kembali ke kamar masing-masing. Acara yang mereka tonton juga sudah selesai saat beberapa waktu yang lalu. Jadi mereka memilih untuk beristirahat sebentar sebelum berangkat ke mall sore nanti.

---------------------------------

"Ah selesai!" Ujar Arta sedikit berteriak.

//Hobi banget teriak emang dia, ga teriak sebentar struk kayanya:D

Back to story

Arta melirik jam dindingnya, saat ini pukul 19.38 yang artinya keluarganya sebentar lagi akan pulang.

Arta berlari keruang bawah untuk menunggu keluarga nya. Dia menyalakan televisi untuk seledar menghilangkan ke gabutannya.
Dia hanya memindah mindahkan saluran tv itu dengan malas.

"Bosen ah, bunda sama yang lain lama banget pulangnya" kesalnya dan melempar remote tv asal ke sofa samping nya.

Kini tv nya menayangkan sebuah kartun anak kecil, kartun tentang 2 orang anak botak kembar bersama teman temannya.

"Ngantuk, mending gue tidur ae dah" gumam Arta dan mulai merebahkan tubuhnya di atas sofa.



Jam sudah menunjukan pukul 23.17 dan keluarga nya masih belum pulang, Arta kini menatap pintu cemas sedikit panik, ia bahkan sudah menelpon ratusan kali tidak ada yang mengangkat nya.

"Ini mereka kemana sih, gue jadi khawatir" lirih nya.

"Gapapa, gue ga boleh nethink dulu, pasti mereka lagi mandi di got depan kali, gapapa tenang ta tenang"

Arta masih setia memandang pintu rumahnya dengan cemas, dia sudah tidak bisa berfikir lagi, otaknya di penuhi pemikiran jelek yang membuat nya semakin cemas.

Ceklek

Pintu rumahnya terdengar di buka dan menampilkan sosok perempuan tercinta nya.

"AAAA KALIAN DARI MANA AJA??!" teriakan arta membuat keempat manusia yang baru sampai itu terlonjak kaget bahkan mundur 3 langkah.

"BANGSAT KAGET ANJIR!!" maki Arkan pada arta yang hidungnya sudah memerah.

"Kalian...kalian...hiks..." Arta mulai meneteskan air matanya.

Keempat orang itu kaget dan panik melihat Arta yang mulai menangis.

"Loh arta kenapa? Kenapa nangis sayang?" Tanya gina sang bunda.

"Heh udah gede kok nangis?" Ledek Denias namun ia tetap mendekat dan memeluk tubuh tinggi putra keduanya itu.

Arkan dan Beni hanya menatap aneh ke arah Arta, walau begitu mereka juga kaget melihat arta yang tiba-tiba menangis itu, namun mereka tertutup gengsi hingga hanya menatap Arta.

"Arta.. arta pikir kalian.. hiks...kalian kenapa napa..hiks" ucapnya sedikit tidak jelas.

Melihat itu kedua orang tuanya membawanya untuk duduk di atas sofa.

"Udah yah, maaf kita pulangnya terlambat banget, tadi kita sekalian makan di luar, hp kita juga kebetulan habis batre, arkan lupa bawa hp, dan bang beni juga ga ada kuota, terus barusan jalanan nya macet parah, jadi kita baru sampe deh" jelas gina menenangkan anaknya itu.

Arta sudah tidak menangis, hanya sedikit sesegukan. Dia benar-benar takut akan terjadi sesuatu sama keluarganya.

"Udah sebaiknya kita istirahat oke, besok kalian sekolah" Denias menatap anaknya satu persatu.

Mereka mengangguk dan mulai berjalan ke kamar masing-masing, termasuk Arta yang kini sudah mengantuk berat.


Di kamar kedua orang tua Arta saat ini, Denias dan Gina sedang mengobrol sesuatu yang penting.

"Jadi kita sembunyiin dulu dari dia?" Tanya Gina menatap sang suami yang baru selesai mandi.

"Iya, lagipula dia pasti bakal tau cepat atau lambat" jawab Denias.

"Tapi aku gak tega, gimana kalo dia nolak? Gimana kalo dia benci kita?"

"Dia pasti ga akan nolak, aku yakin dia pasti bakal nerimanya"

"Semoga saja"

"Sudahlah, ayo tidur, nanti wajah cantikmu kelelahan" goda Denias membuat sang istri tersipu malu.
Mereka akhirnya tertidur dengan berpelukan.





Tbc.

SEE U NEXT CHAPTER!!

BEE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang