BAB 03

69 49 14
                                    

Pagi ini Arta, Arkan Beni dan kedua orang tuanya sedang sarapan di meja makannya.
Mereka menikmati makanannya dengan tenang, dan ditemani sedikit pertengkaran tak penting antara arta dan arkan.

"Kenapa pelangi warnanya tujuh tapi yang keliatan cuma 3 warna?" Tanya Arkan yang selalu di luar pemikiran manusia.

"Lo coba tanya tuhan sana" ujar arta malas.

"Lo nyuruh gua meninggal gitu?!"

"Ya lagian lo nanya siapa anjir? Lo pikir kita tau semua jawaban dari pertanyaan aneh lo itu?!"

"Yaudah ga usah marah, sensian amat jadi orang"

"Kalo sama lo rasa sabar gue jadi nguap tau gak anjir!"

"Apa sih kaya cewek pms ae lo bang...."

Semuanya mendadak membeku, mereka kaget dan tak menyangka dengan ucapan terakhir arkan. Gina dan Denias menatap anaknya dengan mata kagum dan bangga, Beni dan Arta mereka menatap Arkan takut, takut Arkan kerasukan.

"Sat" lanjut Arkan membuat penonton kecewa.

"Kirain udah normal" batin gina dan denias.

"Untung bukan kerasukan asli" batin Beni.

"Berharap apa sama setan kaya dia" batin Arta memutar matanya lelah.

"Udah berhenti berantem kalian" lerai sang bunda.

"Nanti kalian berangkat bareng beni aja ya, dia mau ke keluar sekalian antar kalian dulu, ayah mau berangkat sekarang" ujar Denias yg telah selesai dengan sarapan nya.

Kedua orang itu mengangguk dan setelah itu bersalaman dengan ayahnya, Denias juga mencium kening istrinya dan berangkat ke kantornya.

"Kalian tunggu di depan dulu aja, gue mau ambil sesuatu dulu ke kamar" ucap beni ke kedua orang itu.

"Bunda Arta berangkat ya" ucap arta menyalami tangan bundanya.

"Arkan juga bun" arkan juga menyalami tangan gina.

"Hati hati ya Kalian" ucapan gina di angguki anak anaknya itu.

Mereka pun berangkat dengan di antar beni ke sekolahnya.

--------------------------------------------

"Heh bangsat jaga ucapan lo ya!!"

"Lo aja yang punya mulut lemes kaya cewek cih"

"Heh anying denger ya, mulut gue tuh seksi, suci, cakep, dari pada mulut lo kaya pantat ayam!"

"Mulut gue lebih seksi dari mulut lo sialan!!"

Kantin sekolah saat ini sudah seperti kebun binatang, di penuhi hewan hewan yang keluar dari mulut Arkan dan mahen.

MAHENDRA ARSELO, teman sekelas Arkan dan mungkin bisa di bilang teman debat Arkan di sekolahnya.

Saat ini sudah waktu istirahat, jadi para siswa dan siswi sekolah itu sedang menikmati makan siangnya dengan hikmat, kecuali di meja yang di tempati arkan dan arta saat ini.

"Kalian bisa diem ga sih?!" Kesal vano teman Arta.

VANO DARMAWAN, teman sebangku Arta di kelasnya, dia juga sering kemana mana bersama Arta.

"

Eh bang vano yang cakep, ini tuh salah nya si mahen ya, gue cuma membela diri aja" jawab Arkan sambil menatap mahen.

"Heh lo yang duluan ya babi!!" Tentu saja mahen tidak akan menerimanya jika ia di salahkan seperti itu.

"Gue ngomong fakta ya!"

"Fakta pantat lo panjang!"

"Pantat gua cakep gini, nah perut lo yang panjang!"

"sembarangan gu...

BRAKKKKK!

Belum sempat Mahen menamatkan makiannya ia di kejutkan dengan suara meja yang di gebrak kencang, bahkan seisi kantin jadi ikut kaget dan menjadi hening.

"Bangsat, kalian berisik." Marah Arta.

//Nah kan hayooo arta marah noh//

Setelah itu Arta pergi meninggalkan kantin, ia sangat marah dan kesal saat ini. Rasanya dirinya bisa saja untuk meledakkan kepala orang saat ini juga.

"Eh bang arta marah..." Cicit mahen pelan.

"Biarin aja dia mah emang sensian hidupnya" ucap arkan tenang.

"Adek laknat lo" ledek vano dan segera berlari mengejar arta.

Arta saat ini duduk di kursi panjang di belakang sekolah, dia menatap lurus tanpa minat, sungguh mood nya hancur gegara dua curut yang hobi berdebat itu.

"Eh gadis waktu itu siapa ya namanya?" Monolognya mengingat kembali gadis yang waktu itu.

"Nanti gue kesana lagi deh" ujarnya pelan.

"Kemana?" Tanya vano yang sudah duduk di samping Arta.

"Kepo lo" jawab Arta memutar mata malas.

"Lagian ngapain lo ngikutin gue" lanjutnya menyadarkan tubuhnya ke sandaran bangku itu.

"Gue mau deket lo" jawab vano membuat Arta menatapnya jijik.

"Gue normal ya anjing" Arta sedikit menjauhkan tubuhnya dari vano.

Vano memukul belakang kepala arta pelan.

"Gue juga najis sama lo, kalaupun gue belok gak bakal mau gue sama lo!" Amuknya.

"Hahaha bercanda elah"

"Cihh"

Akhirnya hening diantara mereka berdua, Arta menutup matanya dan merasakan angin sejuk yang menerpa wajahnya. Sedangkan vano hanya menatap lurus ke depan menatap beberapa pepohonan yang bergoyang karna angin.

Saat mereka sedang asik menikmati momen ini, mereka mendengar sesuatu yang membuat mereka marah.

"Cih jadi ini anak sok pemberani itu?!"

"Dasar anak jalang, lo tuh cuma anak pungut!"

"Keluarga lo kok mau ya ngukut anak kaya lo, hahahaha"

"Hahahahaha"

"Arkan Dwinata....


Tbc.

See u next chapter!!

BEE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang