BAB 06

52 37 5
                                    

Arta memotret rumah pohon hasil buatannya, sungguh sangat cantik dan bagus.

"Heyy sedang apa kau disana?!!"

Teriakan itu berasal dari arah belakang Arta, dan itu membuatnya langsung melihat ke arah teriakan itu berasal.

"Eh kakek butuh sesuatu?" Tanya Arta menghampiri sang kakek yang baru saja berteriak.

"Apa yang kau lakukan disini?" Bukannya menjawab kakek itu malah bertanya kembali.

"Aku membuat itu" jawab Arta menunjuk ke atas pohon.

Sang kakek melihatnya, dan kembali menatap Arta, dan akhirnya sang kakek tersenyum hangat.

"Nak, dulu pernah terjadi kecelakaan di sini, jadi tadi saya sangat khawatir saat melihat ada orang ke sini" jujur si kakek mengusap bahu Arta.

Arta mengangguk faham "maaf ya kek, Arta udah bikin kakek khawatir" sesal Arta.

"Tidak masalah, maaf juga kakek tadi sedikit mengejutkanmu"

"Kakek dari mana?"

"Kakek dulu juga sering ke sini, bahkan kakek membangun rumah kecil disana" tunujknya ke arah bangunan kecil di ujung danau.

Arta baru menyadari ada bangunan itu, dan bangunan itu terlihat sudah usang dan tua.

"Namun, setelah kecelakaan itu, kakek tidak berani kembali ke sini, dan saat kakek memberanikan diri kakek melihat mu yang berada disini" lanjut si kakek menjelaskan.

"Jadi kakek tinggal disini?" Tanya arta.

"Tidak, kakek tinggal di rumah paling ujung itu" jawab si kakek.

Arta sedikit berbinar, dia mengingat gadis yang kemarin itu. Dengan sedikit kebahagiaan dihatinya ia mengajak sang kakek duduk di kursi yang dia beli tadi. Dia kebetulan membeli 2 kursi.

"Anu kek... Hmmm... Itu... Emm kakek punya cucu perempuan ya?" Tanya arta sedikit gugup.

"Hahahahaha kau menyukainya?" Tanya kakek itu.

"Ehh gak bukan begituu... Aku... Aku melihatnya beberapa hari lalu, dan permainan piano nya sangat indah" jelas Arta dan senyuman terpampang di wajahnya.

Namun, berbeda dengan ekspresi si kakek, dia kini memasang wajah marah, sedih, dan khawatir saat mendengar perkataan Arta.

"Saya harus pulang sekarang" ujar si kakek dan berdiri dari duduknya.

Arta sedikit merasa bersalah, apa dia ada salah berbicara? Kenapa sang kakek terdengar marah?.

"E-eh iyaaa" jawab Arta linglung.

"Oh iya, gadis itu tidak sekuat kelihatannya, dan tidak sesempurna yang kau lihat, dia berbeda dari yang lain." Ucap kakek itu sebelum dia berjalan pergi meninggalkan Arta yang kebingungan.

"Apa maksudnya?" Tanya Arta entah pada siapa.

------------------------------------

"Arta tadi kemana dulu nak?" Tanya gina pada anak tengahnya itu.

Kini mereka sedang berkumpul di sofa setelah makan malam bersama.

"Tadi arta ke hutan belakang bun" jawab arta seadanya.

Arkan sedari tadi melirik ke arah arta, dia takut kakak nya itu masih marah. Dan Beni yang menyadari itu akhirnya turun membantu sang adik.

"Ta" panggil beni dan membuat semua orang menatap nya bingung.

"Napa bang?" Saut Arta.

"Tadi arkan ambil duit dari kamar lo" ucap beni santai sambil kembali fokus ke tv nya.

"Drama baru pasti nih" batin Denias dan Gina.

"Anjir abang bangke" batin Arkan panik.

Arta melirik beni horor, sepertinya asap mulai keluar dari kepalanya.

"HEH YA LO ADEK LAKNAT!! GUE KUMPULIN TUH DUIT BUAT BELI MOTOR BARU ANJIR LO ASAL AMBIL AJA TUH DUIT" teriak arta dan sambil menggucang guncangkan tubuh Arkan kencang.

"Anjir gua bisa muntah woyy!!" Teriak Arkan pusing dan mulai mual.

Arta melepaskan guncangannya, kini ia menatap arkan penuh kekesalan.

"GUE GAK AMBIL DUIT LO KOK, ITU SI BENI AJA TUKANG FITNAH!!" Kini Arkan berteriak menatap beni marah.

"GUE ABANG LO YA BOCIL!" Teriak Beni dan mendorong pelan kepala Arkan.

Mereka bertiga terus berdebat, Gina dan Denias tidak berniat memisahkan mereka, mereka hanya menyingkir ke sofa satu lagi, selama pertengkaran nya tidak berbahaya mereka akan membiarkannya.

Arta juga sebenarnya tau kalau Arkan tidak mungkin mengambil uangnya, karena ya emang duitnya kagak ada di kamar BWAHAHAHA.

Setelah 15 menit mereka berteriak dan saling mendorong kepala, bahkan arkan dan arta saling tarik rambut, kini keadaan mereka sudah sangat berantakan, rambut mereka sudah terlihat seperti sarang burung acak acakan.

"Udah berantem nya?" Tanya Denias menatap ketiga anaknya yang kini duduk di bawah lantai.

Mereka mengangguk pelan, lelah setelah bertengkar.

"Yaudah sekarang kalian tidur gih, besok masih harus sekolah ya kan" Gina menatap gemas anak anaknya itu.

Mereka berjalan pergi menuju kamar masing-masing, namun sebelum itu arkan berteriak dan membuat kakak kakaknya itu mengejar dia.

"ARTA BENI MIRIP MONYET!!" teriak arkan dan berlari masuk kamarnya.

"DASAR ADEK LAKNAT BUKA PINTU LO!" Teriak Beni sambil menggedor pintu kamar arkan.

"Awas aja lo arkan!!" Teriak Arta di samping beni.

"Gakk takut wlekk" ledek Arkan dari dalam kamarnya tentu saja ia mengunci kamarnya, jika tidak ia akan habis oleh kakak kakaknya itu.

Gina dan Denias hanya bisa tertekan dan membuang nafas lelah, sungguh malam yang terlalu indah.

"Kita juga harus tidur, ayo sayang" ajak Denias dan di angguki oleh Gina.

Tbc.

Halooo halooo hehe

Gimana ceritanya? Seru? Jangan lupa vote sama komennya ya readers.

Happy reading.

See u next chapter...

BEE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang