~ Selamat Membaca ~
Sepulang dari kantor papanya—-Aksa merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia bercerita pada sang mama, sebab di rumah hanya ada wanita itu. Adiknya tidak ada, tidak tahu ke mana, Aksa tidak peduli selama sesuatu yang dilakukan Davina masih berada dalam batas wajar.
“Gimana, ya, Ma?” tanya cowok tampan—-sulungnya Damian.
“Mama harap apa yang kamu pikirkan ini bukan sesuatu yang berujung dengan hal-hal negatif, Sayang. Insya Allah, percayakan semuanya pada yang di atas, ya,” jawab mamanya.
“Aku harap juga begitu, Ma. Ya udah aku ke atas dulu, ya.”
Sang mama hanya mengangguk tanpa mengucap sepatah katapun. Wanita itu masih sibuk menyiapkan hidangan makan malam ditemani si bibi.
Aksa menaiki satu persatu anak tangga sampai dia pun tiba di lantai atas bersiap memasuki kamarnya. Cukup lelah hari ini. Di mana pulang sekolah dia harus pergi ke kantor untuk mulai belajar tentang cara mengurus perusahaan, bagaimana menanggapi para klien yang memiliki motif lain di balik tujuannya mengajak kerja sama perusahaan mereka dan masih banyak lagi.
Cowok tampan dengan rahang tegas itu pun menyimpan tasnya di sembarang tempat, pun dengan sepatunya. Aksa langsung menyambar handuknya, lalu dia bergegas menuju ke kamar mandi menuntaskan rutinitas mandinya.
“Lengket banget anjir badan gue,” gerutunya.
Saat hendak menyambar botol sampo tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara teriakan cempreng yang berasal dari adiknya. Pasti. Karena di mana-mana Davina tidak pernah mengenal tempat selalu saja berteriak layaknya di hutan saja.
“Kakak!!” teriak Davina dari lantai bawah.
Gadis cantik itu baru saja pulang dari Mall dan masih ditemani oleh Chessen.
“Eh buset. Anjir, untung aja sikat gigi gak gue telen. Astagfirullah,” ucapnya, kemudian gegas berkumur-kumur. “Kebiasaan si setan selalu bikin orang kaget. Awas aja kalau gue ketemu sama tuh bocah!”
Selesai mandi dan menggosok gigi, Aksa keluar dari dalam kamar mandi dengan melilitkan handuk putih di bagian pinggangnya. Awalnya dia tidak menyadari kalau sang adik telah ada di dalam kamarnya bersama Chessen. Setelah itu, Aksa berjalan menuju ke dekat lemari berada sesekali dia merasakan ada sesuatu yang menyentuh bahunya.
Tidak hanya bahu kanan dan kirinya merasa ada yang menyentuh, tapi samar-samar dia mendengar suara cekikikan khas laki-laki.
“Davina! Chessen! Kalian berdua ini demen banget ngerjain kakaknya, astaga,” ujar seorang wanita yang tidak lain ialah mama mereka.
Aksa mengangkat wajahnya dan benar saja saat dia melirik ke arah kanan dia menemukan seseorang di sana. Iya, sang mama setia berdiri di depan pintu dengan tatapan tajamnya. Lalu beralih membalikkan badannya. Di mana dia menemukan Davina dan Chessen. Keduanya sama-sama mengangkat tangan membentuk huruf V.
Saking kesalnya diganggu dan tahu-tahu ada di dalam kamarnya. Dengan cepat dan tanpa memedulikan handuk yang melilit pinggangnya, Aksa berlari mengejar sang adik bersiap akan memiting leher gadis tengil itu.
“Davina sialan! Awas lo ya. Sini enggak, hah!” teriak Aksa.
“Mama! Papa! Ampun, Kakak … ampun, Kak. Aaargh, anjir basah ketek lo, Kak. Astagfirullah!”
“Lagian. Suruh siapa lo ganggu gue, hah?! Suruh siapa, makan tuh ketek basah gue,” kata Aksa lagi sembari menenggelamkan kepala sang adik di antara ketiaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma, Aku Ingin Bebas! [Telah Terbit] ✅
Teen FictionTernyata tanpa diduga keegoisan Naomi selama ini sebagai sosok mamanya mengantarkan putri kandungnya yang malang menuju ke jurang kematian. Setiap hari bahkan setiap detik hidup Livia tidak lepas dari bayang-bayang Naomi, Livia sendiri sudah muak da...