Part 22. || Teriakan Chessen

5 1 0
                                    

~ Selamat Membaca ~

Lengkingan suara Chessen di parkiran membuat sebagian beberapa siswa-siswi SMA sekolah Aksa jadi bertanya-tanya. Pemuda itu terus saja memanggil nama Aksa tidak peduli menjadi pusat perhatian orang-orang, namun baginya yang penting bisa segera bertemu dengan calon kakak iparnya, calon kakak ipar? Hahahaha.

Sekelompok cowok tampan yang baru saja keluar dan sudah terlihat di lapangan, terus berjalan sembari sesekali melempar canda serta tawa. Di belakang mereka ada tiga orang gadis yang salah satunya sudah menjadi bagian dari kehidupan salah satu cowok tampan di depannya.

“Weh, Sa. Itu si bocil ngapain di situ?” tanya Ryan menyadarkan Aksa dan yang lainnya yang masih ribut.

Aksa yang sedari tadi tidak fokus pun mengalihkan pandangan, melihat seseorang di depan gerbang. 

“Gue ke sana dulu deh, lo pada ngambil motor aja masing-masing!” titah Aksa pada teman-temannya.

“Eh-eh. Ikut dong, Bos!” Haikal langsung ngacir begitu saja saat Aksa telah lari.

“Gue ikut dong!” sambung Ryan disusul Fares dan Zegan.

Aksa cs pun sudah sampai di depan gerbang di mana Chessen sedang duduk di atas motor besar hitamnya. Chessen tidak turun, melainkan tetap di sana di tempatnya semula. Mereka menunggu Chessen mengatakan sesuatu pada Aksa. 

“Kak! Lo pada ikut gue ke cafe deket sini, yok? Ada yang mau omongin dan ada yang pengen ketemu sama kalian termasuk lo, Kak Aksa,” tutur Chessen menjelaskan.

“Gue?” 

Chessen mengangguk, membenarkan. Lalu, meminta yang lainnya juga secepatnya mengambil motor mereka masing-masing, Chessen tetap menunggu di sana. Intinya tidak akan pergi sebelum mereka berlima datang. Aksa dan yang lainnya langsung menuju parkiran mengambil motornya.

Akan tetapi, langkah mereka terhenti saat Zegan yang lebih dulu menghentikan langkahnya. Aksa berbalik badan, begitupun Fares dan yang lainnya.

“Lo pada boleh kok bawa cewek-cewek lo kalau mereka mau ikut,” kata Aksa, lalu menaiki kendaraan roda dua miliknya, memasang helm fullface-nya. 

Seakan tahu apa yang tengah mereka pikirkan, ya mau tidak mau dia mengungkapkan semua itu. Lagian Aksa sendiri sudah merelakan semuanya, hati dan pikirannya hanya dipenuhi dengan nama sang kekasih, Aksa juga menginginkan mereka menjaga kekasih mereka sendiri, agar ketika sesuatu terjadi pada mereka bisa terlihat dalam pantauannya.

“Ayo! Kalau mau ikut, kalau nggak, bodo amat,” kata Aksa lagi. 

Dan di sinilah mereka sekarang. Di sebuah cafe yang notabenenya cafe tersebut banyak dikunjungi oleh para pemuda, pasangan, atau anak-anak sekolah lain yang menumpang datang hanya untuk mengerjakan tugas, sambil bersantai. Aksa bersama Chessen dan Davina. Sementara di meja yang lainnya ada; Fares dan Elmira, Zegan serta Azalea, Ryan juga Elena dan Haikal dan Vania.

Mereka sengaja memilih meja terpisah sebab tidak mau mengganggu obrolan penting sahabatnya bersama keluarga mereka. Walau begitu, meja mereka masih tetap berdekatan.

“Apa yang lo mau omongin, Sen? Dek, kamu ke sini sama siapa, perasaan tadi Chessen ke sekolah Kakak sendirian?” tanya Aksa.

“Aku udah di sini dari tadi, Kak,” sahut Davina.

“Jadi begini, Kak. Bentar deh, gue sambungin dulu.” Chessen meraih ponselnya di saku jaket kebanggaannya, lalu mengotak-atik benda pipih itu, dan dalam beberapa menit setelahnya sambungan telepon yang beralih menjadi video call, “Hai, Kakaknya Chessen yang cantik. Heheheh.” 

Ma, Aku Ingin Bebas! [Telah Terbit] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang