~ Selamat Membaca ~
----------
Lega rasanya setelah tahu bagaimana kebaradaan dan kondisi sang kekasih. Hanya saja seperti biasa. Aksa. Harapannya pada yang Maha Kuasa agar dia bisa segera bertemu dengan Livia. Aksa tidak bisa untuk tidak bertemu sang kekasih walau sehari sejujurnya. Lelah, sungguh, tapi dia tidak bisa egois.
Demi Livia sembuh dan kehidupan gadis itu setelahnya.
Seminggu lagi Ulangan Akhir Semester akan dilaksanakan. Aksa begitu banyak berpengaruh untuk teman-temannya agar belajar dan menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Karena setelah kelas XII nanti mereka tidak mempunyai waktu untuk dapat berleha-leha.
“Nanti gue ke perpus, lo pada mau belajar atau mau maen futsal dulu, Woi?” tanya Aksa pada teman-temannya.
“Mending sesekali kita olahraga aja, Sa. Nggak sumpek apa belajar mulu, kali-kali lah buat merenggangkan otot-otot kita,” celetuk Ryan.
“Gue setuju,” sambung Haikal yang kini tengah ber-hige five dengan Ryan dan Fares.
Sayangnya percakapan mereka saat jam kosong itu membuat salah satu dari kelima pemuda tampan di kelas tersebut, sama sekali pandangannya tidak teralihkan sama sekali atensinya tetap tertuju pada seorang gadis yang tengah duduk di meja depan di samping tempatnya duduk.
Hal tersebut diketahui oleh Fares yang terasa mulai aneh saat Zegan sama sekali tak terkecoh oleh celetukan Haikal dan Ryan.
“Pssstt … psssttt.” Fares mencoba mengkode ketiga temannya yang lain.
“Lo kenapa, Res? Kena sawan lo?” canda Ryan.
“Hahahaha. Si anjir ada-ada aja.”
“Tai lo. Noh lihat pangeran kita ada yang lagi kasmaran kayanya. Nggak kayak lo … lo pada hobinya nge-jomblo tapi malah tebar pesona mulu kerjaannya. Dapet cewek kagak yang jones seumur hidup lo,” cibir Fares.
Aksa mengalihkan atensinya pada Zegan yang sepertinya tak tinggal diam dan matanya sama sekali tidak berkedip. Hingga terpikir dalam ingatannya untuk dia menjahili sahabatnya itu dengan mengacaukan lamunannya.
“Woi! Hayolo, ada apa? Lo ngelamunin siapa?” tanya Aksa sembari menepuk pundak Zegan cukup keras.
Dengan polosnya Zegantara mengucap, “Azalea.”
“Anjir, Gan. Seriusan lo? Demi apa lo naksir sama si nek lampir yang dah bikin Livia kecelakaan? Astaga.”
Seisi kelas jadi heboh karena celetukan Ryan dan Haikal itu semua karena pertanyaan tak bertemu dan memang sangat penting dan dilakukan oleh Aksa. Bahkan si pemilik nama yang disebutkan Zegan pun jadi menoleh ke arah kerumunan di mana para cowok-cowok tampan pangerannya sekolah.
Ada seseorang yang nyeletuk tiba-tiba, ‘Ada Cinta untuk Lea.’ Semua semakin tertawa terbahak-bahak. Sebagian dari mereka ada yang merestui Lea dicintai oleh seorang cowok ada pula yang merasa jijik sebab kelakuan bar-bar Lea karena waktu itu yang tidak sengaja mendorong Livia dari tangga.
“Ya udah lo. Confess duluan anjir. Buru, mumpung jamkos ajak si Lea ke luar atau lo tembak dia sekarang,” kata Aksa menyarankan.
“Tapi—-”
“Woi, Gan. Dengar, ya! Setiap manusia pasti punya dan pernah melakukan suatu kesalahan baik sepele maupun fatal sekalipun. Setiap manusia juga mempunyai kesempatan kedua. Lo berhak nentuin pilihan lo entah itu Lea, Vania, Brigitta atau Elena siapapun itu. Terserah. Tapi, cewek itu juga berhak kok mendapatkan cinta tulus dari cowok sebaik dan sepengertian kayak lo, Gan,” terang Aksa panjang lebar.
“Lo nggak marah?” tanya Fares, sementara Zegan dan Ryan serta Haikal hanya mendengarkan saja.
“Lo pada inget nggak, pas gue terakhir balapan dan tiba-tiba aja dia cabut kunci motor gue?” Aksa kembali bertanya yang langsung diangguki oleh sahabat-sahabatnya. “Nah, pas itu gue marah, kecewa dan dendam njir. Rasanya pengen gue sate aja tuh cewek eh tapi sekarang gue bucin ama dia. Hahaha.”
“Tapi dari pertemuan itu dan amarah gue, gue ambil hikmahnya. Saat itu motor gue ada yang sabotase. Untung nggak jadi balapan, kalau nggak mampus gue di rumah sakit. Dan dia bilang, ‘Redam amarahmu dengan air wudu dan solatlah memohon ampun sama yang Maha Kuasa.’ Gue pikir-pikir lagi. Ada bener juga waktu itu. Lah, ya … intinya gue dah maafin dia dan kalau gue ngamuk atau dendam atau kesel gue pasti akan wudu dan solat. Karena dengan begitu hati gue tenang dan nyaman.”
“Wih. Mantep juga ternyata, ya, pengaruhnya kehadiran Bu Bos di kehidupan lo, Sa?” celetuk Ryan.
Semuanya hanya tertawa.
Masih ada beberapa menit lagi untuk semua anak-anak melakukan istirahat pertama. Atas saran Aksa dan teman-temannya yang lain. Zegan memberanikan diri bangkit dan dia memasukkan sesuatu ke saku celananya. Lalu berjalan mendekati bangku di mana Lea berada.
Seketika suasana menjadi hening. Keramaian yang sedari terjadi semua mendadak bungkam efek si tampan Zegan dengan gagah beraninya berlutut di depan Azalea.
Aksa dan yang lainnya hanya memerhatikan dari jarak jauh.
“Ze-Zegan. Ka-kamu mau ngapain?” tanya Lea terbata-bata.
Zegan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah kotak kecil yang terbungkus dengan kertas kado dan terdapat pita cantik yang terlipat di atasnya. Gegas dia menyerahkan kotak itu dan meminta Lea membukanya.
Lea memerhatikan Zegan dan memberi kode lewat tatapannya apa cowok tampan itu mengizinkan dia membuka kotak tersebut.
Zegan mengangguk.
Begitu terbuka. Air mata Lea perlahan tumpah dengan sendirinya dan Vania serta Elena selaku sahabat Lea mendekat memberikan support terbaik untuk sahabatnya.
“Gan!” panggil Lea lirih.
“Kata Aksa. Sejahat-jahatnya seseorang terhadap kita atau orang lain, orang itu berhak mendepatkan kesempatan kedua dan sangat berhak mendapat cinta dari cowok tulus. Sekarang, Le … izinkan gue mengungkapkan sesuatu yang gue rasain selama ini sama lo. Boleh?” Masih dengan posisi berlutut.
Anak-anak pada mellow sendiri dan sama-sama ikut terharu menyaksikan adegan drama percintaan di jam kosong. Sepertinya beruntung sekali bagi Zegan sekarang mengungkapkan perasaannya di saat Pak Dirga—-si guru killer dan doyan nyuri waktu itu tak hadir. Ah, begitulah.
“Gan! Ka-kamu tahu, kan, selama aku di sekolah ini gimana? A-aku rasanya nggak pantas mendapat cinta dari cowok sebaik kamu apalagi kamu begitu menyayangi Livia. A-aku,” lirih Lea di pelukan Vania.
“Tanpa kamu tahu Livia sudah memaafkan kamu, Le. Aksa memberitahunya lewat surat yang dititip sama Chessen. Livia sedang pengobatan penyakitnya dan dia akan sangat bahagia kalau Lea mendapatkan kebahagiaan. Tanya Aksa atau Chessen atau anak-anak yang lainnya kalau ucapanku kurang yakin,” balas Zegan.
“Van-Vania. Te-ternyata selama ini Li-Livia nggak marah sama gue, Van, El.”
“Iya, Lea. Kalau Livia bilang begitu berarti lo nggak usah ngerasa bersalah dan jalani hidup lo kayak biasanya termasuk terima cinta tulus Zegan. Apa lo masih ingin mendapatkan Ak—-”
Kata-kata Vania terhenti setelah pelukannya bersama Lea terlepas dan gadis berambut dark brown itu menghamburkan pelukannya ke Zegan membuat Zegan hampir saja terhuyung tapi masih bisa menahan bobot tubuh ramping Azalea.
Isak tangisnya semakin pecah. Seluruh kelas Aksa terharu. Bahkan orang yang tadi sempat menjelek-jelekkan Lea tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Le. Ka-kamu?” tanya Zegan terbata-bata.
“Aku terima. Aku mau jadi pacar kamu, Gan. Tapi … bimbing aku buat jadi orang baik ya dan nggak jahat lagi sama orang,” jawab Lea di sela tangisnya.
Zegan mengangguk dan membalas pelukan Lea. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman lebar.
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma, Aku Ingin Bebas! [Telah Terbit] ✅
Teen FictionTernyata tanpa diduga keegoisan Naomi selama ini sebagai sosok mamanya mengantarkan putri kandungnya yang malang menuju ke jurang kematian. Setiap hari bahkan setiap detik hidup Livia tidak lepas dari bayang-bayang Naomi, Livia sendiri sudah muak da...