Part 11. || Saudara Tiri

10 4 0
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa vote and komen, ya.

Makasih 😘

                  ~ Selamat Membaca ~

“Res. Lo jaga di depan, ya! Jangan sampai ada satu orang pun yang masuk. Biar gue sama Zegan yang ke dalem. Dia lebih gede tenaganya daripada elo kalau mesti dobrak pintu,” ujar Aksa setengah meledek.

“Si anjir. Hina gue, lo! Gini-gini juga gue bff setia lo njer,” protes Fares tidak terima. 

“Hahahaha.” Zegan malah sempat-sempatnya menertawakan. 

Aksa menarik kerah baju bagian belakang milik sahabatnya itu, lalu mereka berdua masuk mencari keberadaan Livia. 

Suasana rumah kontrakan itu sangat sunyi, seperti tidak memiliki kehidupan saja. Namun, ketika langkah Zegan mendekat ke arah dapur, sementara Aksa masih berada di bagian depan. Zegan mendengar suara gemericik air yang terus mengalir dari dalam kamar mandi, firasatnya mengatakan kalau Livia ada di dalam sana. 

Hati dan pikirannya tak bisa berpikir jernih. Antara harus memanggil Aksa dan langsung mendobrak pintu tersebut, karena saat Zegan mulai menempelkan telinganya di pintu tersebut dia yakin Livia ada di dalam sana. Dan itu pasti. 

“Tapi … eh, kok ini ada kuncinya?” Zegan tidak jadi mengambil ancang-ancang. 

“Ada apa, Gan?” Aksa meneliti tingkah Zegan yang sepertinya hendak melakukan sesuatu. 

Sayangnya, cowok tampan blasteran Jerman itu tidak berkata apa-apa hanya memberikan kode lewat dagunya dan Aksa mengikuti arah pandang pemuda itu. 

“Kunci dan suara gemericik air. Itu artinya?” tanya Aksa. 

“Anjir. Punya bos lemot amat ini, aargh,” erang Zegan frustasi, “itu artinya bu Bos Livia ada di dalem. Astagfirullah.” 

“Ngatain gue sekali lagi gue tendang lo Afrika!” ketus Aksa, kemudian dia langsung membuka pintu kamar mandi itu dengan kunci yang menggantung di sana. 

Kala pintu kamar mandi itu terbuka dan menampilkan sesosok gadis yang telah tergeletak di lantai dengan air dari keran terus mengalir seakan enggan untuk berhenti. Kedua bola mata Aksa maupun Zegan membelalak tidak percaya. Aksa memerintahkan agar Zegan menutup keran tersebut, sementara Aksa membawa Livia ke dalam gendongannya dan membawa gadis malang itu keluar dari sana. 

Perih hati Aksa saat mendapati sekujur tubuh Livia basah kuyup dan raut wajah serta bibirnya yang membiru efek dari kedinginan, mungkin saja. 

“Liv! Livia, Sayang. Hei, bangun ini gue. Ayo, bangun, Liv!” seru Aksa sambil mengguncang-guncangkan tubuh mungil kekasihnya. 

“Livia!” Sekali lagi Aksa berteriak dan membuat Fares yang berjaga di depan jadi masuk.

“Astaga. Livia,” ujar Fares dengan mulut menganga. 

“Sa. Sebaiknya kita cepet bawa Bu Bos ke rumah sakit aja atau ke rumahnya si Chessen. Kan, nyokapnya dokter, kan? Buruan sebelum nyokapnya dia dateng!” Zegan menyarankan. 

Tidak ada hal lain selain Aksa menurut dan kembali menggendong Livia yang sudah tidak berdaya itu. Sepanjang jalan sampai ke rumah Chessen, tidak pernah berhenti Aksa meracau sendirian. Besar harapan Aksa kalau Livia tidak kenapa-kenapa dan bisa diselamatkan. 

Akan tetapi, tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Aksa. Dia seharusnya bisa saja langsung ke rumah sakit atau pergi ke rumahnya dan sampai di sana Aksa bisa dengan leluasa menjaga Livia, tentu dia juga bisa dengan mudah memanggil dokter ke rumahnya. Ah, apa ini? Dalam keadaan sekalut ini Aksa justru memilih jalan atau saran dari sahabatnya.

Ma, Aku Ingin Bebas! [Telah Terbit] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang