1.Bunga Sakura

93 31 106
                                    


"Siapa yang kuat dengan keindahan yang dimilikinya, cantik, harum dan lembut."

Hari pertama tinggal di negara asing, jauh dari keluarga dan kerabat. Menjadi sebuah pengalaman baru buatku. Tapi, aku sangat senang, karena kedatanganku ke sini, itu karena aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studyku di negara ini. Walaupun aku sendiri. Tapi, aku sama sekali tidak merasa gentar sedikitpun.

Mengapa aku harus merasakan perasaan itu? Bukankah ini salah satu tempat yang paling banyak di minati oleh semua mahasiswa/i, tentu saja karena tempat ini menjadi salah satu tempat taruhan yang aku buat dengan sahabatku.

Seminggu sebelum hasil tes beasiswa keluar, aku dan sahabatku membuat sebuah taruhan. Bagi siapa yang lolos maka yang kalah akan mengabulkan semua permintaan yang menang, menarik, bukan? Jadi ya, karena aku juga sangat menginginkan beasiswa itu aku menyetujui permainan yang dia buat.

Dengan wajah yang penuh harap, saat hasil dari tes untuk mendapatkan beasiswa itu akan segera di bacakan di salah satu aula kampus kami. Ada sekitar seratus lima puluh orang yang ikut, dan masing-masing kami memiliki tempat yang berbeda. Di urutan ke tiga, keluarlah namaku.

"SINTA SABRINA," ucap salah satu Dosen itu, dengan suara yang lantang.

Semua mata tertuju padaku, kenapa? Ya, karena yang ada di pikiran mereka sebuah kemustahilan yang tidak mungkin aku dapatkan. Aku memang bukan peringkat teratas di kelas. Melainkan, aku memiliki peringkat terbawah di dalam kelas.

Jadi aku rasa, karena itulah mereka menatap heran ke arahku. Ada beberapa yang protes karena namanya tidak di sebut, dan mengatakan kalau hasil tes beasiswa itu bohong, ayolah, aku tidak sebodoh yang kalian pikirkan. Nyatanya aku bisa menembus beasiswa di negara tirai bambu itu, bukan?

Akhirnya, keputusan para Dosen tetaplah tidak bisa di ganggu gugat. Jadi ada beberapa dari mereka yang menatap sinis ke arahku, uh, rasanya sangat kesal mendapatkan tatapan seperti itu. Kalian lihat saja, akan aku buktikan kalau aku itu tidak bodoh.

Moment yang paling di tunggu pun akhirnya tiba, ini saatnya aku menagih janji dari sahabatku itu. Lihat wajahnya, seperti takut kalau aku akan menghabiskan semua uang sakunya itu.

"Sin, kamu hebat banget. Kamu lihat nggak sih gimana reaksi mereka tadi?" celotehnya sepanjang jalan, yang cukup membuat telingaku pengang saat ini.

"Tapi, kamu keren banget. Padahal 'kan, ya. Kamu itu 'kan nggak pernah dapat peringkat di kelas, trus terkenal banget lagi di kalangan para Dosen," tuturnya sambil menggodaku dengan kalimatnya itu.

"Aku emang nggak pernah dapat peringkat Stella jeruk. Tapi, itu bukan berarti aku bodoh," ucapku sambil menatap kesal ke arah sahabatku itu.

"Stella aja, Sinta," kesalnya karena aku memanggilnya dengan sebutan Stella jeruk.

"Iya, Stella aja," balasku yang ingin menggodanya balik sekarang.

"Sinta," ucapnya dengan nada kesal.

Sekarang aku berhasil menggodanya, lihat, wajahnya kelihatan banget kalau lagi kesal. Tidak ingin berlama-lama, aku langsung menggandeng tanganya dan membawanya ke kantin kampus kami.

Hari ini, aku akan menghabiskan semua uang yang dia bawa. Lagian, itu nggak akan menjadi masalah baginya, secara dia 'kan, anak sultan. Jadi nggak apa-apalah sesekali menguras habis uang jajan anak sultan ini.

"Baiklah Sinta, sesuai perjanjian kita. Yang kalah akan mengabulkan semua permintaan yang menang," tutur Stella dengan wajah yang terlihat pasrah sekarang.

"Serius ya, aku nggak bakalan basa-basi lo?" ucapku sambil melangkah ke target pertama.

"Iya, kamu bisa memakan apapun yang kamu mau di sini," jelasnya lagi dan pergi mencari tempat duduk.

Langsung saja, aku melangkah ke meja ibu kantin yang menjual beraneka macam seafood dan cemilan ringan lainnya. Tak lupa, aku juga memesan seblak, nasi goreng, dan mie instan samyang. Wah, tampaknya ini belum seberapa. Tapi tenang, aku punya target lainnya di luar kampus ini.

Setelah selesai menghabiskan uang sahabatku ini, lusa aku harus bersiap berangkat ke bandara. Mengemasi semua keperluan dan mengurus semuanya, untungnya aku memiliki sahabat yang baik, dia sudah menyiapkan semua kebutuhanku. Mulai dari tiket penerbangan, obat-obatan dan juga beberapa cemilan ringan lainnya.

Sekarang tibalah waktunya aku berangkat ke negara tirai bambu itu, sebelumnya aku sudah meminta izin dari kedua orang tuaku yang berada di kampung. Mereka sangat bahagia karena aku satu-satunya yang bisa melanjutkan pendidikanku ke negara orang. Ini dia saatnya, sahabatku mengantarkanku ke bandara dengan mobil mewahnya. Dia terlihat sedikit murung, dan banyak diam selama di perjalanan.

"Kamu kenapa sedih gitu sih, Stella jeruk?" tanyaku yang ingin menggodanya, dan juga menghiburnya. Tapi, dia sama sekali tidak menggubrisku.

"Stel, kamu sedih ya karena aku pergi jauh?" tanyaku yang penuh keyakinan sekarang.

"Kamu itu udah jelek lo Stella, kalau kamu sedih seperti ini yang ada kamu tambah jelek," jelasku sedikit tersenyum jahil.

"Iya aku jelek," tuturnya tanpa melihat ke arahku.

Sekarang aku tahu, dia memang lagi sedih. Wajar saja, karena dia akan kehilangan teman satu-satunya sekarang, dia tidak memiliki teman selain aku di kampus. Ada banyak sebenarnya yang mau berteman dengan anak sultan ini, tapi semua hanyalah kebohongan semata. Apa lagi, kalau bukan hanya ingin terkenal dan memanfaatkannya.

Stella banyak di incar oleh semua anak kampus kami. Tapi, dia tidak pernah mau berteman dengan mereka, sebenarnya sifatku juga tidak jauh dari mereka. Bedanya, aku kenal Stella dari zaman kecebong. Makanya dia tidak pernah merasa keberatan kalau aku menghabiskan uangnya itu.

"Kamu janji, setelah libur semester nanti kamu harus balik ke sini lagi," pintanya padaku dengan wajah serius.

"Aku nggak punya banyak uang Stella jeruk, kalau aku harus bolak-balik seperti yang kamu minta. Yang ada uangku bakalan habis," jelasku padanya sambil tersenyum.

"Biar aku yang bayarain pokoknya kamu harus pulang," pintanya lagi padaku, yang kali ini dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Sebenarnya aku nggak tega ngeliat dia seperti ini, dia anaknya soft banget. Gampang nangis juga. Tapi, baiklah aku akan menuruti keinginannya itu.

"Iya, baiklah aku akan pulang," finalku setuju, dan langsung diangguki olehnya dengan senyuman manis.

"Pokoknya, kamu harus kabarin aku setiap menit dan detiknya. Kalau ada yang jailin kamu di sana laporin aja sama aku, biar aku tampol kepalnya," jelasnya lagi sambil memelukku hangat.

Dia memang sahabat terbaik, bahkan bisa di bilang dia juga yang membiayai kuliahku. Awalnya aku bersikeras menolaknya. Tapi, dia bukan orang yang suka di tolak. Aku janji, setelah aku sukses kelak aku akan melindungi dan menjaganya seperti dia menjagaku saat ini.

Bahkan, keluarganya juga sering menolong keluargaku. Bukan dengan uang kami akan membalasnya, tapi dengan cinta, kasih sayang dan perhatian lebih, yang akan kami berikan pada mereka. Karena itu, aku akan selalu menuruti perkataan sahabatku ini.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang