"Ini sedikit rumit, bahkan aku sangat kelelahan dengan semua ini."Hari berikutnya, aku berusaha mencari cara agar aku bisa terbebas dari tuduhan ini. Daniel, karena dia masih di skros jadi hanya aku yang akan melakukannya. Tentunya setelah aku saling mengirim pesan pada ke dua orang tuaku, di pesan itu aku hanya meminta agar mereka selalu mendoakanku. Karena doa orang tua akan menjadi jalan buatku.
Setelah jam ke dua selesai, aku langsung menuju ke arah di mana aku dan beberapa anak lainnya sempat berada di sana. Saat kami mengerjakan tugas kelompok waktu itu.
Aku juga meminta izin pada penjaga di kampus itu, agar dia memperbolehkan aku untuk melihat rekaman CCTV beberapa hari yang lewat. Mustahil, di sana hanya ada Daniel yang sedang menungguku di luar kelas, dan yang lebih anehnya kenapa hanya ada aku sendiri di dalam kelas daat itu. Di jam yang sama, saat itu aku dan beberapa temanku sedang mengerjakan tugas kami.
Namun, kenapa hanya diriku sendiri yang terekam. Ini mengecewakan, bagaiamana sekarang. Ini adalah hari terakhirku, setelah ini giliranku yang akan di skors. Apakah Daniel bisa mencari buktinya agar kami terbebas dari semua tuduhan ini, lagian siapa yang melakukan ini. Kenapa dia sejahat itu padaku.
Aku terduduk lemas di atas kursiku. Bahkan aku kehilangan nafsu makan dan juga sekedar untuk mengisi perut saja, lagian buat apa juga aku ke kantin karena tidak ada yang menginginkan kehadiranku di sana.
Beberapa Dosen juga sama, mereka sekarang bersikap acuh tak acuh. Menurutku itu wajar, karena aku dan Daniel hanyalah mahasiswa/i yang berhasil datang kesini karena beasiswa. Tapi, bukankah ini sedikit berlebihan.
Aku lelah, bolehkah aku tidur untuk beberapa menit saja. Memikirkan semua ini semalaman berharap aku akan mendapatkan sesuatu yang akan membuktikan bukan kami pelakunya, sia-sia saja nyatanya tidak ada yang bisa membantu.
Aku memejamkan kedua mataku, dengan kepala yang aku sandarkan di atas meja yang beralaskan tasku. Berusaha menenangkan pikiran dan juga mengingat kembali semua materi untuk menyusul ketinggalan ku, mengingat aku bolos di jam terakhirku kemarin.
"Sinta," sapa seseorang sambil menggoyangkan pelan badanku. Aku bangun dan menatap orang itu, dia adalah Lidya. Seniorku yang juga jebolan beasiswa.
"Makan dulu ya? Kamu kelihatan pucat banget." jelasnya sambil menyodorkan beberapa makanan dan juga minuman, tak lupa dengan satu gelas susu hangat.
"Enggak Lidya, aku nggak nafsu makan," tuturku lemah. Aku benar-benar kehilangan semangat bahkan daya tahan tubuhku juga menurun.
Lidya, karena kami seumuran dia menolak untuk di panggil kakak. Jadi dia memintaku agar aku memanggilnya dengan namanya saja, awalnya aku menolak. Tapi, baiklah hanya dia yang aku punya sekarang.
"Kalau kamu nggak makan, kesehatan kamu bakalan menurun dan kemungkinannya lagi kamu juga akan ketinggalan mata pelajaran kamu." jelasnya yang masih terus berusaha membujuku agar aku mau makan.
Dari malam, aku sama sekali belum makan. Aku benar-benar kehilangan nafsu makanku karena aku memikirkan semua ini, semua terlihat sia-sia saja bukan? Aku benar-benar nggak kuat lagi.
"Sinta, kamu harus makan. Kalau kamu kelihatan lemah seperti ini, yang ada kamu sendiri yang akan kesulitan." Lidya yang terus mencari cara agar aku mau makan. Menyerah, baiklah sebaiknya aku makan walaupun hanya sedikit. Setidaknya cukup untuk membuatku sedikit bersemangat.
Setelah semua makanan itu habis, aku menceritakan semuanya pada Lidya. Dia tersenyum hangat dan kembali menyemangatiku, sekilas dia terlihat seperti Stella. Dia benar-benar membuatku jauh lebih baik sekarang.
Lidya pergi meninggalkanku, karena dia juga harus belajar untuk mempersiapkan dirinya di ujian nanti. Aku mengucapkan terima kasih dan memberikannya semangat. Semoga ujiannya berjalan lancar dan dia bisa mendapatkan nilai yang sempurna.
Setelah beberapa saat, jam pelajaran berikutnya masuk. Dosen di mata pelajaran ini juga sudah masuk. Kelas di mulai dengan sesi tanya jawab, aku berusaha menjawab sebaik mungkin agar aku bisa mendapatkan nilai plus. Dan mengejar ketinggalanku kemarin.
Syukurlah, nilaiku sempurna dan aku juga bisa mengejar ketinggalanku. Dosen itu memberikan nilai plus untukku dan dia juga mengatakan aku adalah salah satu muridnya yang paling cerdas.
Bahagia, aku benar-benar bahagia mendengar pujian itu. Walau aku tahu kalau dia juga pasti mengetahui apa yang sedang menimpa diriku dan Daniel, menurutku mereka sangat sportif. Mereka bisa membedakan mana yang belajar dan mana yang masalah, mereka bisa membedakannya dengan baik.
Tepat pukul tiga sore, jam kami berakhir di sini. Aku bergegas untuk ke taman itu terlebih dahulu, menikmati hembusan anginnya dan pemandangan indah dari bunga sakura itu. Berlari kecil agar secepat mungkin aku bisa sampai. Aku kaget dengan kehadiran seseorang yang tiba-tiba berdiri di sana.
Daniel, dia adalah Daniel pria yang aku sukai dari awal pertemuan kami. Sambil tersenyum aku berlari kecil dan langsung memeluknya. Untuk kali ini, biarkan saja apa yang akan dia katakan dan apa lagi yang akan menjadi bahan ejekkannya. Aku sama sekali tidak peduli hal itu.
"Kamu capek ya, hm?" tanyanya sambil menepuk pelan bahuku. "Sinta, kamu tahu nggak kalau ini mungkin saja ujian buat kita. Dimana kita harus kuat dan mencari solusinya agar kita bisa ke tahap yang lebih baik lagi." jelasnya tanpa aku hiraukan sedikitpun.
Dia hanya tersenyum sambil melihat wajahku yang kini sudah basah karena air mataku sendiri. Bagaima tidak, semua ini melelahkan bagiku."Hei, apa kamu menangis? Bukankah aku sudah mengatakan padamu Sinta, untuk tidak menangis. Sinta, ayo kita pasti bisa melewati semua ini." Daniel, pria itu kembali seperti pria yang aku kenal. Hangat, lembut dan sedikit jahil.
Aku hanya menundukkan pandanganku, dia menakup wajahku dengan ke dua tangnya itu. Menatapku lamat tanpa mengatakan apapun, jarak antara wajahku dengan wajahnya sangat dekat. Kini ke dua mata kami saling tatap, bahkan ke dua hidung kami juga saling bersentuhan.
Cup
Dia menciun hidungku dengan lembut, dan juga kedua mataku. Aku terdiam dengan perlakuannya itu, apa yang sedang terjadi dan apa yang harus aku lakukan. "Sinta, aku mohon, tolong jangan menangis. Ada rasa sakit yang sulit untuk aku jelaskan saat melihatmu seperti ini." jelasnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Aku hanya mengangguk, dan tiba-tiba dia menarikku ke pelukannya. Memelukku dengan begitu hangat dan nyaman, seolah aku merasakan kalau semua masalah itu tidak ada lagi. Pelukan yang sangat menenangkan bagiku, sesaat aku terlelap di dalam pelukannya itu sambil menikmati aroma lembut dari tubuhnya.
Sesakit apapun itu, jika aku memilikimu semua akan terasa sedikit membaik
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT)
RomanceSeperti bunga sakura, cinta akan indah pada musimnya. Sayangnya, itu hanya bertahan untuk beberapa bulan saja. Setelah itu, musim berikutnya akan mengambil keindahannya. Ya, musim gugur, bunga yang cantik akan gugur secara perlahan dan hanya akan me...