12. Kehadirannya

8 1 0
                                    


"Kehadirannya bagaikan mentari, hangat dan sangat nyaman, seindah bunga sakura cantik dan menyenangkan"

Kejadian kemarin masih terpampang jelas di pikiranku, tentang dia yang selalu menggodaku dengan candaannya. Bahkan sekarang, dia sudah menungguku di taman itu, entah sejak kapan kami memiliki janji untuk selalu bertemu di sana.

Pelajaran hari ini sangat menyenangkan, ada beberapa uji coba yang harus kami lakukan. Menampilkan setiap pendapat dan saran yang kami miliki. Debat tentang beberapa teori menurut sudut pandang kami masing-masing.

Semua berjalan sangat baik, aku terus melangkah menuju ke taman. Pria itu, pria yang aku temui kemarin. Terlihat melambaikan tangannya seolah dia senang dengan kedatanganku. Sebelum itu, saat malam harinya. Aku memberikan kabar terbaruku pada Stella, dia menanyakan banyak hal dan memintaku untuk menjaga kesehatan dan memperhatikan pola makanku.

Dia benar-benar sahabat yang cerewet dan baik hati. Dia selalu memintaku untuk fokus saat belajar, mengatakan kalau aku harus bisa melakukan semuanya. Aku memangngguk mengerti, dia memang sudah seperti seorang kakak bagiku.

Setelah tiga puluh menit kami bercerita banyak hal. Aku memintanya untuk tidur, karena hari sudah malam. Dia setuju dan mengakhiri panggilan. Dia terdengar tidak bersemangat, mungkin karena dia harus sendirian di kampus A+ itu. Tapi, aku yakin, Stella yang sekarang tetaplah Stella yang aku kenal dulu.

Pemandangan di pohon sakura ini memang tidak pernah mengecewakan, gedung-gedung kampus kami terlihat sangat indah. Menyatu dengan keindahan sekitar, saat aku baru sampai Daniel memberikan beberapa cemilan untukku. Aku mengambilnya dan menikmati cemilan itu, sementara dia. Dia memilih untuk tidur sejenak dengan wajah yang ditutupi dengan buku pelajarannya.

Entah sejak kapan semua ini di mulai. Tapi, sejak saat itu kami jadi sering bertemu sekarang. "Dan, kamu nggak mau pulang ke asrama?" tanyaku sambil mengunyah cemilan pedas manis yang dia berikan tadi.

"Entar lagi Sin, kepala aku masih pusing banget sama materi tadi," jelas Daniel dengan nada lesu.

"Makanya, pelajaran itu di ulang Daniel," seruku tanpa melihat ke belakang.

Dia hanya diam tanpa mengatakan apa pun lagi, aku yakin kalau sekarang dia sudah tertidur. Aku hanya tersenyum dan menatap cahaya matahari, yang berusaha menembus dedaunan pohon sakura ini.

Setangkai daun sakuran itu jatuh, tepat mengenai kepalaku. Aku mengambilnya dan memandangnya, menaiki daun itu ke atas seolah berusaha menutupi cahaya matahari yang mengenai wajahku. Tersenyum bahagia, dan sedikit menghindar, tanpa aku sadari kini cahaya matahari itu mengenai wajah Daniel. Dia terlihat mengerdipkan matanya, mungkin dia sedikit terganggu dan tidak nyaman dengan cahaya matahari yang mengenainya.

Aku kembali bergeser, dengan tujuan agar dia bisa kembali tidur. Kali ini jantungku berdetak hebat, aku mulai panik dan berusaha mengendalikan diriku. Tiba-tiba, Daniel memegang tanganku. "Geseran kebelakang Sin, entar kamu keringetan kalau kelamaan kenak cahaya mataharinya," seru Daniel sambil menepuk tempat yang dia maksud itu. Kalau aku bergeser kebelakang, posisiki dengan Daniel akan semakin dekat. Apa lagi dia lagi berbaring di sana. Aku enggan untuk melakukannya.

Tiba-tiba, Daniel melingkarkan tangannya di pinggangku dan menarikku untuk bergeser kebelakang. Kini posisiku tepat berada di dekatnya. Apa kalian bisa membayangkannya, itu di mana aku duduk berdekatan dengan dadanya. Dia berbaring melintang di belakangku, pria itu lagi-lagi membuat jantungku berperang di dalam sana.

"Entar kalau kamu jadi hitam nggak lucu lo, Sin," tutur pria itu padaku. Aku yang sedikit kesal mendengar kalimatnya itu, langsung memukul kuat dada bidangnya hingga dia memgaduh kesakitan.

Namun, dia malah memegang tanganku dan menaruhnya di atas dadanya. Tamat sudah aku hari ini, daripada dia menyadari wajahku yang sudah berubah menjadi semerah tomat. Lebih baik aku memutar musik dan mendengarkannya melalui headsetku.

Entah perasaan macam apa ini, dan entah sejak kapan datangnya. Yang aku tahu, aku harus bisa mengendalikan diriku dan juga perasaanku ini. Aku harus tetap fokus sama tujuanku datang ke sini.

Aku akan berjuang sampai aku lulus dengan nilai terbaik, menunjukannya dengan penuh bangga pada Stella, ke dua orang tuaku dan juga pada ayahnya Stella. Musik ini, membawaku pada kenangan lama. Dimana aku, dan sahabatku itu sering bercanda bersama, tertawa bersama dan saling menjahili.

Dimana dia yang juga suka menggedor keras pintu kostsanku, berteriak sesuka hatinya dan berlari dengan penuh kebahagiaan. Sungguh, aku benar-benar merindukan sahabatku itu.

Tak terasa, hari sudah hampir gelap. Matahari perlahan tenggelam, dimakan gelapnya waktu. Aku membangunkan Daniel, dan mengajaknya untuk kembali ke asrama masing-masing.

Benar-benar, anak ini kenapa susah banget sih bangunnya. Aku menguncamg kerasa bahunya, dan sesekali menyentil keningnya berharap agar dia bisa cepat bangun. "Nggak perlu di sentil juga Sin," lirihnya saat aku berhasil membangunkannya.

"Makanannya kalau di bangunin tu bangun, Daniel," kesalku pada pria itu.

Dia hanya diam sambil sesekali terkekeh. Aku hanya menatapnya kesal, karena dia yang susah di bangunin aku jadi kesorean pulangnya. "Sorry, Sin namanya juga ngantuk," sesal pria itu.

"Iya, tapi gara-gara kamu aku jadi telat pulangnya," celetukku tak mau kalah.

Dia hanya diam, dan mengikuti langkahku dari belakang. Aku berlari kecil, agar bisa secepat mungkin sampai di asrama. Karena kalau telat, aku bakalan di kurung di luar, itu konsekuensi yang bakalan aku terima kalau aku benar-benar terlambat sekarang.

Namun, aku tepat waktu pintu asrama masih terbuka. Itu artinya aku nggak terlambat, aku menoleh ke belakang dan melihat pria itu. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya, dan juga dia membentuk ke dua jarinya seperti huruf V. Sebagai tanda kalau dia menyesal dengan perbuatannya, aku mengangguk dan membalas senyumannya. Sebagai tanda, kalau aku telah memaafkannyamemaafkannya, sekilas aku merasa senang karena aku memiliki satu teman baik di sini. Anak kamar sebelah yang sebelumnya, dia sudah di pindahkan ke kamar yang ada di lantai dua.

Tidak ada alasan, aku akan tetap bahagia. Karena mereka semua sangat ramah, terutama Dosennya. Sikap saling menghargai, aku benar-benar bangga bisa belajar di sini. Mengenal banyak hal, dan mempelajari hal-hal baru. Semua terasa menyenangkan, langit sudah semakin gelap. Pintu asrama sudah di tutup. Melihat pemandangan malam dari jendela kamar ku ini, sungguh ini sangat mengharukan. Cahaya bulan dengan lembut menyapa pohon sakura, menusuk berusaha masuk untuk menyapa beberapa hewan  kecil di sana, ini adalah malam yang indah.

Sebenarnya, apa itu cinta?
Bukankah dia yang datang tanpa alasan, hadir dan menetap dalam hati anak manusia. Bersemi dan berbunga dengan begitu indah, lantas siapa saja yang beruntung agar bisa mendapatkannya.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang