"Kedekatan ku dengannya semakin terjalin."Hari ini, aku akan terlambat pulang ke asramaku. Karena ada beberapa hal yang harus ku selesaikan, bukan hanya aku saja. Tentunya dengan beberapa temanku yang lain, kami mendapatkan tugas kelompok tentang pengamatan beberapa hal yang akan memicu dampak negatif pada diri kita sendiri dan efeknya pada orang lain.
Pembahasan ini mungkin tidak terlalu sulit bagiku, karena aku pernah mengalami ini sebelumnya. Kami berempat mulai berdiskusi, mengamati dan akhirnya mencatat hal pentingnya saja. Setengah jam berlalu, diskusi kami ahirnya selesai. Saling memberikan semangat dan berpamitan untuk pulang ke asrama masing-masing.
"Kamu pulangnya telat, kenapa nggak ngasi tahu aku Sinta?" tanya pria itu yang tiba-tiba muncul di belakangku, astaga aku benar-benar kaget di buatnya. Apa dia tidak memiliki cara lain selain muncul begitu saja dari belakangku.
"Daniel, jantung aku hampir copot gara-gara kamu," seruku sambil menatapnya kesal. Ingin sekali rasanya aku memukul kepala pria ini, sebenarnya apa sih ya ada di dalam pikirannya.
Dia hanya tersenyum menatapku. "Maaf, habis kamu nggak ngasi tahu aku sih kalau kamu bakalan telat pulangnya. Aku nungguin kamu udah hampir satu jam lamanya Sinta." Daniel menatapku melangkah dan menjelaskannya begitu saja.
"Satu jam? Aku saja setengah jam lo diskusinya. Satu jam dari mananya sih?" tanyaku heran dan menatapnya dengan tatapan penuh selidik.
"Dari jam terakhir selesai Sinta, aku udah nungguin kamu di luar." jelasnya lagi yang kali ini menghentikan langkahnya tepat di depanku. "Makanya kalau pulangnya telat, kamu kabarin aku biar aku bisa nungguin kamu sambil bawa makanan." sambungnya lagi sambil mencubit ke dua pipiku.
"Daniel, lama-lama pipi aku bisa kekurangan gizi kalau kamu cubit terus," keluhku yang terus memukuli tangannya itu.
"Kekurangan gizi apa lagi Sinta, pipi kamu ini udah seperti bakpao mang asep." tuturnya yang masih mencubit pipiku. "Ni pipi lama-lama bakalan jadi squishy aku juga dah." sambungnya kemudian.
Lagi-lagi aku terjebak di sini. Sikapnya padaku yang membuat diriku lemah dan tak berdaya, apakah dia juga merasakan apa yang sedang aku rasakan sekarang. Jika iya, aku harap dia juga memiliki rasa yang sama. "Sin, mau ikut nggak sama aku. Malam ini kan semua asrama di izinkan untuk main keluar sampai jam sepuluh malam." jelas Daniel manatapku.
"Eh, benarkah?" tanyaku penasaran. Tapi, dengan alasan apa kami di izinkan keluar malam. "Jangan mikir yang aneh, tentu saja ada alasannya Sinta." jelas pria itu tiba-tiba, sambil melanjutkan langkah kami.
Aku menatapnya penuh tanda tanya. "Dalam minggu ini, kita akan di izinkan pulang sampai jam sepuluh malam. Dengan alasan perayaan datangnya musim semi, dengan kata lain kita bisa berbaur dengan warga lokal dan menuicipi kuliner mereka."
Aku mengangguk, benar juga aku sudah mendengar itu. Beberapa anak kelas lainnya juga tengah membicarakannya di kelas tadi, lagian sejak datang ke sini aku belum mencicipi kuliner yang ada di sini kan? "Baiklah, aku ikut. Jemput aku ya tunggu aku jam tujuh malam ini," seruku dengan penuh semangat.
Malam harinya Daniel tepat waktu menjemputku, kami tersenyum dan melangkah pergi ke tempat di mana beberapa warga lokal yang tengah berpesta, menyambut musim semi tahun ini. Mereka terlihat sangat antusias dalam festival yang diadakan.
Aku dan Daniel sesekali ikut serta dalam sebuah tarian yang dimana semua orang bisa ikut di dalamnya, kami juga turut bahagia dengan acara dan musim semi di negara ini. Walaupun ini kali pertama bagiku pastinya, kami juga mencicipi beberapa kuliner yang sengaja mereka sediakan buat semua orang. Benar- benar hari yang indah, tak lupa aku juga mengirim banyak gambar pada Stella. Tentang kegiatanku di malam hari ini, juga beberapa kuliner lainnya. Tak lupa pemandangan langit malam yang kali ini ada sinar bulan dan bintang yang cukup terang.
Stella, aku harap aku bisa menghiburmu dengan cara ini. Beberapa hari ini dia terus meimintaku untuk pulang, aku tahu kalau sekarang dia pasti sudah tertidur dengan pulas. Satu gambar lagi, kali ini satu gambar bunga sakura yang mulai kuncup. Aku yakin dia pasti senang saat melihatnya nanti, jaga kesehatan dengan baik ya Stella jeruk itu kalimat terakhirku malam ini.
"Sinta, kamu mau makan mie khas negara ini nggak?" tanya Daniel memastikan, aku mengangguk dan mengikutinya dari belakang.
Melihatnya dari belakang seperti ini, dia terlihat sangat gagah. Jalannya yang tegap dan postur tubuhnya yang kuat. Di benar-benar berbeda malam ini, dengan stelan kaos hitam di balut jaket kulit hitamnya celana panjang yang senada dan sepatu skat hitamnya itu.
Satu hal lagi, kenapa tiba-tiba dia membawa handset putihnya. Sebelumnya dia tidak pernah melakukan itu, aku pikir itu hanya menambah penampilannya saja agar terlihat keren.
"Sinta, kalau kamu ngeliatin aku seperti itu terus. Entar lama-lama, kamu aku pacarin ya." ucapnya yang mengagetkanku, astaga kali ini aku ketangkap basah. Tanpa sadar dia tengah memperhatikanku dari tadi, dan sekarang dia menatapku dengan tatapan jahilnya.
"Siapa juga yang mau jadi pacar kamu Daniel, aku ngeliatin kamu itu ya karena aku punya mata," elakku dengan kalimat kaku ini. Kenapa aku malah mengatakan hal itu sih.
Dia tertawa dan mendekatiku, dengan tatapannya itu. Kini dia berhasil membuat jantungku kembali tak karuan, tersenyum tipis dan mengatakan. "Hati-hati, entar kamu suka beneran lo sama aku." serunya yang lagi-lagi mencubit kedua pipiku.
Aku mengelak kali ini, jika aku tidak melakukan itu. Aku yakin di akan semakin mengejekku dengan wajah merahku ini. Ayolah jangan lagi, aku semakin tersiksa. "Apaan sih, nggak lucu Daniel," elakku dan memasuki salah satu warung kecil yang ada di sana.
Daniel hanya tersenyum gemas dengan tinggkahku itu, dia melangkah dan mengikutiku dari belakang. Perlahan kami pun sampai dan memesan dua mangkok mie di sana. Selama kami menunggu, aku dan Daniel sesekali terlibat percakapan ringan. Dan juga saling bercanda satu sama lain, aku yang terkadang menjahilinya dengan cara mengatakan kalau dia berpenampilan buruk malam ini.
Kalian tahu seperti apa ekspresinya, dia sedikit panik dan malu. Berkali-kali dia menanyakan hal yang sama padaku tentang penampilannya itu, aku tetap meberikan jawaban yang sama.
"Sinta, kamu serius penampilan aku mlam ini seburuk itu?" tanyanya pelan agar tidak mengundang perhatian meja sebelah. Aku mengangguk dan berusaha menahan tawa. "Itu buruk Daniel, kenapa kamu berpenampilan seperti ini," balasku dengan penuh kemenangan, karena kali ini aku berhasil mengerjainya.
"Sinta, apa kamu sedang membohongiku?" tanyanya yakin, aku menggeleng cepat. "Aku serius, penampilanmu buruk malam ini," tuturku meyakinkannya.
Melihat wajahnya yang mulai menahan malu, aku pun tertawa lepas. Aku berhasil mengerjainya, dia menatapku tak percaya dan menggelengkan kepalanya. "Astaga, kamu sedang mengerjaiku? Sekarang apa yang akan di dapatkan oleh anak kecil ini," serunya sambil menakup wajahku, sontak tawaku hilang bersamaan dengan ke dua tangannya yang tengah menakup wajahku. Belum lagi dengan tatapannya itu, tampaknya aku akan berhenti untuk menjahili pria ini.
Takut semakin terbiasa dan semakin terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT)
RomanceSeperti bunga sakura, cinta akan indah pada musimnya. Sayangnya, itu hanya bertahan untuk beberapa bulan saja. Setelah itu, musim berikutnya akan mengambil keindahannya. Ya, musim gugur, bunga yang cantik akan gugur secara perlahan dan hanya akan me...