6. Tiga Hari terakhir

8 4 0
                                    

"Bukan untuk menjadi pintar
Tapi, ingin membuktikan kemampuan diri sendiri."

Sudah hampir satu minggu Sinta terus belajar dan belajar, bahkan sekarang dia mampu menjawab semua pertanyaan Dosen dengan baik. Bukan hanya itu saja, Sinta juga mampu menjelaskan salah satu soal yang dimintak oleh Pak Gun. Peningkatan Sinta semakin terlihat bagus.

Hanya butuh waktu satu minggu untuk membuat Sinta pintar, lantas kenapa tidak dari dulu saja dia seperti ini. Pada dasarnya nggak ada orang yang bisa melakuka apa pun, hanya saja semua orang memiliki kecepatan masing-masing. Itulah yang terjadi dengan Sinta, dia sebenarnya bukan gadis yang bodoh. Dia hanya masih belum percaya diri dengan dirinya dan belum terbiasa untuk belajar setiap hari seperti anak lainnya.

Peningkatan Sinta semakin menunjukkan dirinya sekarang. Tapi, bukan berarti kalimat bodoh itu hilang begitu saja dari dirinya. Sinta masih mendapatkan panggilan itu dari kakak tingkat dan juga dari temen setingkatnya.

Bahkan ada beberapa dari mereka yang mengatakan kalau Sinta, berusaha menyaingi Tari. Menyaingi apanya, dia hanya sedang berusaha untuk membuat dirinya semakin yakin dan percaya diri kalau dia juga bisa menjadi anak yang pintar.

"Lihat tuh, si bodoh lagi belajar. Dia mau nyaingi Tari, dia pikir dia bisa apah?" celetuk salah satu temen kelas Sinta, yang tengah duduk di menja kantin dekat dengannya itu.

"Dia nggak bakalan bisa, ya kali dia bisa melampaui Tari. Memangnya sepintar apa sih, si bodoh plus si pembuat onar ini," timpal yang satunya sambil mentap sinis ke arah Sinta.

"Berani bayar berapa kalian, hah?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka berdua.

Sontak, mereka sedikit kaget, dan memilih melanjutkan makan siang mereka. Mereka tidak ingin berurusan dengan anak Sultan ini.

Stella yang melihat mereka kembali diam, langsung datang menghampiriku. Dia membawakan ku beberapa makanan dan juga minuman terbaik di kantin ini. "Aku capek deh, terus dikatain bodoh. Pokoknya aku harus lulus tes beasiswa itu, aku nggak mau lagi ngeliat muka mereka dan mendengar semua ejekan itu," timpalku tanpa memperhatikan Stella sedikitpun.

"Kalau gitu, kamu harus lebih giat lagi belajarnya. Masa kalah terus sih dari aku. Lemah banget kamu," balas Stella dengan tujuan agar sahabatnya itu semakin giat dan semangat lagi saat belajar.

"Tuh dimakan, aku udah beliin kamu makanan empat sehat lima sempurna," jelas Stella sambil terkekeh kecil.

Aku langsung melihat isi piringku, ya ampun dia benar-benar memberikan aku makanan ini? Apa dia nggak tahu apa kalau aku nggak terlalu suka sayur."Dimakan lo Sin, katanya mau jadi pintar," ejek Stella sambil terkekeh kali ini.

"Heh, Stella jeruk. Kamu kan tahu kalau aku nggak suka sayur. Kenapa kamu masih ngasih aku sayur sih?" timpalku kesal, karena aku memang membenci sayuran.

"Sesekali Sin, biar tambah pinter," ejeknya lagi sambil memakan nasi gorengnya itu.

Karena nggak ada pilihan lain, aku terpaksa memakan semua makanan itu. Kali ini dia tengah mengerjaiku, lain kali aku akan membalasnya. Kami masih memiliki beberapa menit yang tersisa sebelum jam pelajaran berikutnya masuk.

Stella lagi-lagi memberikan aku beberapa soal, dan memintaku untuk mengisi semua soal itu. Dia juga mengajariku beberapa pelajaran lainnya. Bagiku, selain sahabat dia juga guru pribadiku.

Aku sangat antusias mengikuti semua saran dan memahami beberapa penjelasannya, dia juga mengatakan kalau saat tes nanti itu hanya ada tiga kali kesempatan. Dan kesempatan terakhirlah yang akan menentukan lulus atau tidaknya.

Seperti biasa, aku masih terjebak di beberapa soal. Stella menghembuskan nafasnya frustasi, dia juga kembali mengingatkan kalau soal ini aku hanya perlu memahami kalimat terakhirnya saja. Finish aku akhirnya mengerti dengan soal jebakan ini.

"Stella, thank's ya. Udah mau ngajarin aku sejauh ini," ucapku sambil menggandeng tangannya dan mengayunkannya.

"Sama-sama Sin, kamu kan sahabat aku. Jadi sebisa mungkin aku bakalan bantuin kamu, pasti bakalan seru 'kan kalau kita sama-sama pinter nantinya, terus sama-sama jadi pengusaha sukses. Stella berseru dan melangkah dengan begitu bahagia.

Stella, kalau itu memang benar. Aku janji aku bakalan menjadi sahabat yang pintar buat kamu. Setelah itu kita bakalan jadi pengusaha yang sukses dan bisa keliling dunia, seperti impian kamu. Lirihku sambil menatap punggung sahabat ku itu.

Tanpa terasa, tes beasiswa pertama sudah di depan mata. Di dalam ruangan itu ada aku, Stella, Tari dan beberapa murid lainnya. Tapi, aku sama sekali nggak mendapatkan dukungan. Hanya ejekkan dan cemoohan yang aku dapat. Mereka mengatakan, kenapa si bodoh itu ada di sana? Apa dia lupa sama kelasnya sendiri? Bahkan ada juga yang mengatakan. Kalau aku sama sekali tidak pantas berada di dalam ruangan ini.

"Hentikan anak-anak, nama Sinta memang terdaftar di tes beasiswa ini," ceketuk salah satu Dosen yang terkenal menyeramkan itu. Dosen ini selalu tegas saat bertugas mengawasi ujian atau tes seperti ini.

"Si bodoh itu, sebaiknya kamu keluar dari sana Sinta. Sebelum kamu semakin malu," teriak kakak tingkat itu, entah ada masalah apa dia dengan diriku.

Dosen yang menyeramkan itu langsung menatap tajam ke arah sumber suara tadi."Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja yang menggantikannya di dalam sini, ha?" geram Dosen itu yang langsung di gelengi oleh kakak tingkatku tadi.

"Dengar, saya tidak peduli siapapun yang ada di dalam ini. Siapapun yang mau mengikuti tes ini, karena bagi saya mereka yang ada di dalam ini adalah yang terbaik. Karena mereka berhasil dan mau melawan rasa takut dan rasa malas pada diri mereka masing-masing. Jangan menjadi pengecut yang hanya bisa meledek orang lain, sementara kalian tidak bisa melakukan apa yang dia lakukan. Mengerti!" tegas Pak Kar pada semua orang yang ada di sana.

Mendengar perkataan Pak Kar tadi, aku semakin semangat dan tidak memperdulikan omongan negative dari mereka semua. Sementara di bangku belakang, Stella juga memberikan dukungan buatku. Jadi apa lagi sekarang, selain Stella sahabatku. Ada Pak Kar yang kini menjadi penengah dan sekaligus menyemangati ku secara tidak langsung.

Saat semua lembar soal di bagikan, dan kami haya di beri waktu tiga puluh menit untuk lima belas soal itu. Tanpa ragu lagi aku langsung mengerjakan semua soal yang di berikan olek Pak Kar. Tapi, di luar dugaanku. Ada banyak soal yang aku sama sekali belum mempelajarinya, meskipun aku sudah belajar keras. Tapi ternyata ada soal yang cukup menyulitkan ku, yang akhirnya aku hanya berusaha mengingat beberapa bagian saja. Semoga jawabanku tidak terlalu keliru dari soal ini.

Kamu mau menjadi apa, itu adalah pilihanmu.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang