"Jangan semangat
tetaplah bermalasan."Libur semester sudah berakhir, sekarang waktunya bertempur kembali dengan para Dosen dan para dedemit kelas lainnya. Akh, maafkan aku karena terlalu kasar. Tapi, gimana sih perasaan kalian kalau kalian terkenal sebagai murid yang bodoh? Walaupun, aku agak bodoh sedikit sih.
Baiklah, ayo kita selesaikan hari ini. Setelah itu mari kita lannjutkan aktivitas biasanya, tidur. "SINTA, bangun." teriak seseorang dari luar.
Aku yakin sekali kalau itu adalah Stella jeruk. Anak itu benar-benar ya, berisik banget. "SINTAA." teriaknya yang kali ini sambil menggedor keras pintu kamar konstan ku.
Ampun, sebaiknya aku segera keluar menemui anak ini. Karena kalau tidak, bisa panjang nih urusannya. "Eh, Stella jeruk." sapaku sambil membukakan pintu kamar.
"Sin, kamu mandi gih. Nih, aku udah beliin kamu baju baru plus keperluan buat ngampus lainnya." tuturnya sambil memperlihatkan barang bawaannya itu.
"Baiklah, aku mandi. Lain kali belikan aku sama tokonya ya, Stel?" dumelku padanya dan berlalu meninggalkannya begitu saja.
Bukannya aku nggak sukak. Tapi, hampir setiap hari dia melakukan itu. Apa duitnya nggak habis-habis apa? Namun, itulah Stella. Dia memiliki hati yang baik, apalagi sama aku. Temennya dari zaman kecebong ini.
Aku sama Stella udah temenan belasan tahun, sampek akhirnya kita kuliah juga barengan. Bahkan yang membiayai aku kuliah aja itu dia, Stella. Aku bersih keras menolaknya. Tapi, dia bilang kita udah sama-sama dari kecil, karena itu kita harus sukses barengan.
Seperti itulah kurang lebih. Stella dan aku kuliah di salah satu kampus yang unggul, bisa di bilang tempatnya para anak Sultan. Makanya dia selalu memperlakukan aku layaknya anak sultan, dia membelikan aku barang mewah dan baju yang bermerk. Baiklah, akan aku jadikan ini sebagai hutang budiku pada sahabatku ini.
Sesampainya di kampus, aku langsung mendapatkan tatapan yang tidak mengenakan. Ya, apalagi kalau bukan tatapan merendahkan. Tapi, aku sama sekali nggak peduli sih, toh tugas ku hanya satu. Kuliah dan lulus, setelah itu bekerja dan mengganti uang milik Stella jeruk ini.
"Widih, ada si bodoh nih." ucap kakak tingkatku yang berpapasan langsung denganku.
"Hy, bodoh. Apa kabar nih?" sambung yang satunya dengan nada mengejek.
Aku hanya diam saja, dan bersikap seolah tidak ada orang lain di kampus ini kecuali aku dan Stella. Tapi, tidak dengan Stella dia langsung ngedumel dan bahkan dia berani membelaku dari ejekan kakak tingkat kami itu.
"Widih, udah semester akhir. Tapi, masih belum nyusun skripsi nih." final Stella pada mereka berdua yang akhirnya membuat kedua kakak tingkat itu diam.
"Kamu kalau di ejek gitu, lawan dong Sin, " Saran Stella padaku, dengan wajah kesalnya.
"Males ah, ngabisin tenaga aja," balasku santai tanpa beban sedikitpun.
"Ayolah, kalau kamu diam terus, yang ada mereka semakin ngelunjak tau," sambungnya lagi dengan tatapan yang serius kali ini.
"Nggak mau ah, males aku ngeladenin mereka. Yang ada malah aku yang semakin disalahin," kesalku dengan tatapan sedikit kecewa kali ini.
Ya, jika aku membalas perbuatan mereka. Atau berusaha untuk membela diriku, yang ada aku yang semakin disalahkan. Bukannya di bela atau di beri jalan tengah, beberapa Dosen juga bakalan ikut-ikut mengejekku. Jadi, daripada aku yang semakin malu, mending aku diam aja, 'kan?
Mereka menjuluki ku sebagai gadis bodoh, atau Nobita. Kalian tahu Nobita bukan? Ya, salah satu flim anak-anak yang dimana ada satu karakter yang bernama Nobita. Dia terkenal pemalas dan bodoh. Jadi, terkadang mereka memanggilku dengan sebutan Nobita.
Dia itu seperti seorang ibu, yang khwatir kalau anaknya di jahili sama orang lain. Kalau nggak nangis ya dia bakalan ngelaporin ini ke papanya, trus mereka yang ngejahilin aku tadi bakalan dapat surat peringatan dari kampus.
Sebenarnya aku bisa aja sih, ngelaporin mereka ke papanya Stella tanpa bantuan Stella sekalipun. Hanya saja, aku nggak mau kalau berita ini sampai ke kampung. Dan malah membuat orang tuaku yang ada di sana malah kepikiran sama masalahku ini. Dan lagian, aku juga nggak mau kalau mereka bakalan meminta papa Stella untuk menjagaku di sini. Rasanya dengan adanya Stella saja sudah cukup bagiku, jadi aku tidak ingin yang lainnya.
"Stel, aku laper nih. Kita ke kantin yuk?" ajakku yang berusaha mengalihkan pembicaraan ini.
"Makanya Sinta, kalau aku suruh sarapan itu. Ya sarapan, bukannya ngedumel," celoteh Stella yang terdengar persis seperti ibu ku yang ada di kampung.
"Btw, uang saku aku habis. Jadi, kamu yang bayarin, ya?" balasku lagi tanpa mendengarkan celotehannya, karena pagi tadi aku menolak untuk sarapan.
Mau bagaimanapun, karena Stella dan kedua orang tuanya telah banyak membantu kehidupanku dan keluarga ku yang ada di kampung. Maka, aku akan berusaha melindunginya dari siapapun.
Karena mungkin, kami tidak akan mampu membalasnya dengan uang. Karena itu, kami akan memberikan perhatian lebih pada keluarga Stella. Dan melindungi mereka sebagai ucapan terima kasih kami padanya.
"Stell, makasih ya untuk semuanya." ucapku padanya dan langsung berlari ke kantin agar aku tidak mendengar celotehannya lagi.
Stella itu, setiap aku mengucapkan kata terima kasih. Maka dia akan langsung marah-marah sampai beberapa menit lamanya, aku tahu dia melakukan itu dengan tulus. Tapi, ribuan kata terima kasihpun masih belum cukup untuk membayar semua kebaikannya dan juga apa yang sudah dia lakukan buat keluargaku.
Tuhan itu baik ya? Walaupun aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Tapi, aku di berikan sahabat sebaik Stella. Saking baiknya, dia selalu memperlakukan aku seperti saudaranya sendiri. Belum lagi keluarganya yang selalu sedia buat menolong keluargaku.
Stella, terima kasih sudah hadir di dalam kehidupanku, dan terima kasih buat semuanya. Buat kebaikan dan buat pembelaan dan pelukan hangatmu itu. Walaupun aku hidup sendiridi sini. Tapi, karena ada kamu semua jadi terasa lebih ramai. Dan, terima kasih karena kamu tidak pernah marah waktu aku menghabiskan semua uang saku mu.
Stel, ayo kita sama-sama menjadi pengusaha sukses di negara impian kita. Setelah itu, biarkan aku yang mentraktirmu untuk seterusnya. Aku ingin merasakan menjadi seorang pengusaha muda yang cantik. Seperti yang kamu bilang. Kalau kamu percaya kita bisa seperti itu, lantas aku tidak punya alasan untuk meragukannya, bukan?
"Terkadang Cinta dan ketulusanlah yang mampu membuat semua baik-baik saja, termasuk bersosialisasi dengan dunia yang kejam ini. Sejauh kita memilikinya, maka sejauh itu pula perasaan kita akan bahagia, semua akan indah pada waktunya. Kamu hanya cukup percaya dan terus melangkah maju."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT)
RomanceSeperti bunga sakura, cinta akan indah pada musimnya. Sayangnya, itu hanya bertahan untuk beberapa bulan saja. Setelah itu, musim berikutnya akan mengambil keindahannya. Ya, musim gugur, bunga yang cantik akan gugur secara perlahan dan hanya akan me...