5. Hukuman ( Ketidak Mampuan)

8 5 3
                                    

"Satu kata lagi, tidak akan membiarkan
Kalimat itu terus melekat."

Setelah kejadian di kantin, suasana semakin menegangkan. Stella masih duduk dengan santai di ruang salah satu Dosen yang tengah berdialog dengannya. Sebenarnya bukan sifat Stella untuk berlagak bak Ratu atau orang yang harus di takuti. Tapi, dia hanya berusaha mengembalikan nama baik seseorang di sini.

Setelah satu jam lamanya, Stella masih belum keluar dari ruangan itu. Sementara beberapa mahasiswa/i lainnya tengah mengatakan bahwa akulah penyebab semua kekacauan ini. Aku jengah dengan semua komentar buruk yang terus mereka lontarkan padaku, aku berjalan dengan langkah yang cukup besar.

Mengetuk pintu, dan masuk begitu saja sambil membawa Stella keluar dari ruangan itu. "Kamu kenapa Sinta? Urusan aku belum selesai di sini." Stella berseru padaku dan kembali duduk.

"Cukup Stell, sekarang kita pulang aja ya? Aku mohon." lirihku dan pergi begitu saja dari ruangan Pak Gun, Dosen biologi kami. Yang ternyata Stella mengikuti ku dari belakang. "Kamu tahu, apa yang kamu lakukan tadi itu sudah benar Sinta, aku bangga sama kamu." Stella beseru sambil menatapku lekat.

"Benar? Apanya yang benar Stell? Sekarang aku menjadi ejekan bagi murid yang lainnya. Apa lagi waktu aku debat sama Tari di kantin, itu memalukan."

"Kamu bisa bayangin 'kan? Apa yang akan mereka katakan tentang aku. Seorang Sinta, murid yang terkenal paling bodoh berani mempermalukan Tari, sosok murid yang paling pintar dan berprestasi di kampus A+ ini." Gumamku yang sesekali mengacak rambutku frustasi.

"Apa yang kamu lakukan itu udah bener kok Sin, memang sudah seharusnya kamu melawan bukan? Atau kamu lebih suka di tindas dengan cara itu?" Tegas Stella padaku.

Sebenarnya apa yang di katakan Stella itu benar. Tapi, apa aku siap menghadapi konsekuensinya nanti. Entahlah, aku sangat yakin setelah ini mereka semua akan menjauhiku. Dan mungkin saja mereka tidak sudi lagi melihat.

Walaupun mereka selalu bersikap seperti itu. Tapi, kali ini situasinya berbeda. Apa lagi aku baru saja terlibat sedikit pertengkaran dengan Tari, murid kesayangan para Dosen itu. Ratunya kampus A+ yang selalu memiliki banyak teman.

Tetap saja, aku yang akan mendapatkan dampak buruknya. Apa lagi waktu Stella tiba-tiba datang dan menampar Tari di depan murid dan dua Dosen lainnya. Aku yakin ini akan semakin sulit bagiku.

"Sinta, aku tahu kamu itu bukan gadis yang bodoh. Karena Sinta yang aku kenal itu sangat pintar waktu masih SMA."

"Sin, kamu 'kan janji mau sukses bareng sama aku. Ayolah, kembali menjadi Sinta yang aku kenal. Kalau kamu terus seperti ini. Kamu nggak capek apa di bilang bodoh terus, apa lagi sampai di panggil dengan sebutan Nobita."

"Tapi aku memang bodoh Stella," jelasku yang perlahan mulai melupakan kejdian tadi. Lagian aku sudah biasa mendapatkan perlakuan seperti itu, palingan bertambah beberapa kali lipat lagi.

Sebenarnya aku juga nggak suka di bilang bodoh terus. Tapi, aku nggak sepintar yang kamu maksud Stella. Aku yang dulu sama yang sekarang itu sama. Sama-sama bodoh.

"Eh, sekarang si bodoh itu udah berani ya. Dia nggak sadar diri apa?" celetuk salah satu teman satu kelasku yang tiba-tiba lewat di depan aku dan Stella.

"Biarain aja, mau dia bikin keributan sekali pun. Itu bagus bukan? Dia bakalan semakin di kenal. Selain bodoh dia juga akan di kenal sebagai pembuat onar." balas yang satunya.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang