10. Suka di Balik Duka

4 1 0
                                    

"Menghabiskan waktu bersamamu menjadi hartaku yang paling berharga."

Hari ini, adalah hari yang sangat menyenangkan. Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau, aku juga bisa membeli apa saja yang aku ingin. Tentunya dengan memakai black card milik Stella. Sesuai perjanjian, siapa saja yang kalah maka dia harus melakukan apa saja yang di inginkan si pemenang.

Satu hari ini aku dan Stella bersenang-senang bersama, kami menceritakan banyak hal, membahas apa pun dengan gembira. Meski sesekali aku masih sering menjahili sahabatku, Stella.

Pemandangan malam ini sangat indah, kalian tahu pemandangan di kota kami ini adalah yang terbaik. Bangunan pencakar langit itu terlihat sangat menawan saat malam hari, sisir pantai di terpa cahaya bulan belum lagi desiran ombaknya. Suara jangkrik terdengar sangat menenangkan.

Seperti sebuah lukisan ternama, kota ini akan sangat indah jika para seniman mengabadikannya lewat kanfas mereka. Di tengah ketenangan ini, aku melirik Stella yang tiba-tiba membisu. Aku tahu kenapa dia jadi murung dan pendiam seperti ini.

Dia pasti nggak mau kalau aku pergi jauh darinya. Tapi, dia harus melakukannya karena ini adalah impian sahabatnya.

Aku menyenggol pelan bahu sahabatku itu, menatapnya lamat dan mengatakan kalau kita akan sukses bersama. Jadi inilah janjiku, aku akan berlajar dengan baik dan meraih mimpi kami bersama-sama.

"Stell, jangan murung gitu dong. Kamu seperti aku tinggal lama aja," celetukku padanya.

"Nggak, aku nggak papa kok Sin. Aku cuma seneng aja akhirnya kamu bisa pergi ke Jepang, tempat yang kamu inginkan dari dulu," balas Stella tersenyum.

"Stella, makasih banyak ya buat selama ini. Dan makasih juga karena kamu selalu ada dan belain aku, besok aku harus berangkat." lirihku.

Tidak ada waktu untuk menunggu, besok adalah hari keberangkatanku ke Jepang. Karena setelah pengumuman itu, aku di izinkan libur dua hari dari kampus untuk mempersiapkan keperluanku saat berangkat ke Jepang. Tapi, Aku tidak melakukan apa pun selain menyiapkan bekal dan beberapa pakaian. Karena selebihnya, Stella sudah meminta bantuan orang lain untuk melakukannya.

"Stell, nggak seru banget kalau kamu seperti ini. Inikan hari terakhir aku bisa main sama kamu, jadi ayo. Kita senang-senang." ajakku sambil menarik tangannya.

Stella mengangguk setuju, kami berlari kecil menelusuri pantai malam ini. Tertawa bersama, saling jahil dan menatap jauh ke pelupuk pantai. Diam sejenak lalu aku kembali menjahili sahabatku ini.

Aku tidak akan membiarkan dia diam lagi, karena jika itu terjadi dia akan menangis. Stella, jika bukan karena kamu. Mungkin aku tidak akan pernah punya kesempatan untuk bisa belajar di Negara impianku. Malam ini, akan aku jadikan malam yang hanya ada canda tawa dan kebahagiaan.

Suatu saat nanti, ayo kita kembali ke tempat ini dengan versi kita yang lainnya. Dan, kita akan kembali mengulangi hal yang sama.

Keberangkatanku ini, menjadi special karena Stella membawa ke dua orang tuaku dan juga ayahnya. Pagi-pagi sekali aku dan Stella sudah berada di bandara, tidak butuh waktu lama ke dua orang tuaku dan juga ayah Stella juga sudah sampai.

Rindu, aku langsung berlari ke arah mereka dan memeluk ke dua orang tuaku. Meminta izin  doa dan restu dari mereka, tak lupa aku juga mencium kaki ibuku. Dan memeluk mereka sekali lagi, setelah itu aku juga pamitan pada ayah Stella. Sosok luar biasa yang sangat berharga dalam keluarga kami.

Aku menunjukan rasa terima kasihku, dan menyalami beliau. Beliau menyambutku dengan ramah dan kembali menatapku dengan tatapan penuh arti. Aku tahu arti dari tatapan itu, tatapan itu seperti sedang berbicara padaku. Mengatakan aku yang terbaik, dia bangga padaku, dan dia juga tahu kalau aku pasti bisa melakukannya.

Selesai, kali ini Stella. Aku mendekati sahabatku itu. Dia sudah menagis di sana, aku memeluknya dan memintanya untuk menjaga kesehatan, dia mengangguk dengan isak tangisnya.

"Stell, aku pamit ya. Tolong jaga diri kamu," pamitku saat aku di beri tahu kalau penerbanganku akan lepas landas.

Dia mengangguk, dan memintaku untuk pulang setiap kali libur semester. Aku menyetujui permintaannya, dan pergi menuju ke penerbanganku. Sambil melambaikan tangan, aku melihat wajah mereka yang sedikit sedih dan juga bahagia. Terutama ayah Stella, karena beliaulah yang mau menolong ke dua orang tuaku untuk menyekolahkan diriku ini.

Setelah aku sampai ke dalam pesawat, aku duduk di tempat yang di arahkan oleh pramugari. Menaruh barang bawaan dan menatap lamat kota ku ini. Teringat, di sinilah tempatku. Tempat dimana aku memiliki sahabat seperti Stella, kampus yang luar biasa Dosen dan teman yang sangat memberikan ku arti dari hidup dan kepercayaan diri.

Perlahan, pesawat yang aku naiki mulai lepas landas. Beberapa menit setelah itu aku sudah berada di ketinggian dan cukup sulit untuk melihat kotaku. Menatapnya kembali dan mengucapkan terima kasih, karena di kota ini akhirnya aku bisa ke Jepang melanjutkan studyku.

Dengan semua pelajaran dan kepercayaan diri yang luar biasa, aku harapa aku bisa melakukan yang terbaik di negri tirai bambu itu nanti. Semoga saja aku tidak mendapatkan masalah apa pun di sana, aku hanya ingin belajar dengan tenang sambil menikmati keindahan negeri itu.

Seperti apa yang di katakam ibu padaku, belajarlah dengan baik maka kamu akan menemukan kesuksesanmu. Aku juga ingin menjdi sukses setelah aku menyelesaikan studyku, kemudian melakukan banyak hal dengan Stella jeruk.

Aku juga ingin membuat ke dua orang tuaku bangga, bahagia dengan apa yang telah aku capai. Beberapa jam lagi aku akan sampai ke negeri tirai bambu. Aku benar-benar bersemangat untuk bisa sesegera mungkin mengikuti pelajaran di sana dan juga tinggal di asrama yang sengaja di sediakan oleh kampus mereka. Setiap tahunnya, kampus ini selalu menyediakan kamar untuk mahasiswa yanng berhasil memenangkan beasiswa ke negara mereka, karena itulah negara ini sangat diminati termasuk aku sendiri.

Ini akan menjadi awal yang baru, langkah pertama yang harus aku jalani. Stella bilang di sana lagi musim dingin, apakah salju sudah turun di sana. Stella, untuk sekarang aku tidak bisa menikmati salju denganmu. Tapi nanti, kita pasti bisa melakukannya. Jadi, ayo kita sama-sama lebih bekerja keras lagi, aku juga nggak akan malas-malasan lagi. Karena di sini nggak ada kamu yang bakalan mengajariku, jadi aku harus belajar sendiri dan memahami pelajaran dengan baik. Sekali lagi, terima kasih ya, Stell.

Tidak ada yang tahu rezeki itu datang dari mana, karena jika itu memang milikmu. Maka dia akan datang padamu bagaimanapun caranya.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang