18. Hukuman

5 1 0
                                    

"Benar, taknaemua hal sesuai dengan keinginan kita. Begitu pula dengan saat ini, hak yang sama sekali tidak aku inginkan."

Entah apa yang terjadi. Tapi, sejak berita itu menyebar semua orang yang ada di kampus ini mendadak diam dan membisu. Mereka juga seolah tidak melihatku atau bahkan kehadiranku juga sudah tidak di anggap lagi.

Seperti biasa, setiap mata pelajaran selalu aku lewati dengan baik. Nilai yang selalu memuaskan setiap harinya, semua nilai itu aku kirimkan pada Stella. Dan mengatakan kalau aku baik-baik saja, aku sama sekali tidak ingin kalau kamu malah terbebani dengan perihal yang sama sekali tidak melibatkan dirimu.

Bercerita banyak hal, dan tertawa bersama. Berharap agar masalah ini cepat selesai, apakah mungkin untuk meluruskan kesalah pahaman ini. Stella, aku harus bisa kan menghadapi semua ini tanpa bantuanmu lagi. Jika aku terus mengadu dan meminta bantuan darimu terus, lalu kapan aku akan mandiri. Selain itu, aku juga tidak ingin kalau kamu malah menghawatirkan aku dan berujung tidak mau makan.

Stella selalu menanggapi ceritaku dengan senyuman hangat dan selalu menyemamgatiku, memang tidak akan ada orang yang sepertimu di dunia ini. Setelah tertawa dan melepas kerinduan, kami yang hanya saling kirim pesan. Aku mengakhiri pesan ini dengan ucapan sehat selalu, dan makan yang teratur.

Daniel, kemana dia. Kenapa aku tidak melihatnya hari ini, apa dia tidak masuk dan memutuskan untuk berdiam diri di asramanya. Saat jam istirahat, aku berjalan menuju ke kantin. Mengambil beberapa makanan dan juga cemilan serta minuman segar yang tersedia di kampus ini.

Mereka hanya diam, tidak mengatakan kalimat atau bersikap menjahili atau menghakimiku. Mereka lebih ke tidak peduli dengan apa yang aku lakukan dan apa yang akan datang menimpaku.

Namun, itu cukup membuatku merasa tidak nyaman sekarang. Semaksimal mungkin aku berusaha untuk terlihat baik-baik saja, sampai akhirnya salah satu dari mereka memintaku untuk menyelesaikan semua permasalahan ini. Karena jika tidak, kemungkinan besar aku akan di depak dari kampus dan negara ini. Konsekuensi yang lebih parahnya lagi, namaku dan Daniel akan diblacklist dari daftar beasiswa manapun.

Mendengar kalimat itu, aku terdiam dan tanpa aku sadari. Kini air mataku telah mengalir deras dan membasahi lenganku yang berada di atas meja. Ternyata, masalah ini sangat mengancamku dan juga Daniel. Mau menyangkal berkali-kali pun percuma. Itu akan semakin mempercepat kami untuk di tendang dari tempat ini.

Mungkin ini akan menjadi hari terakhirku di kantin ini. Mereka sama sekali tidak menyukai kehadiran ku di kantin ini. Bahkan beberapa Dosen saja, sekarang mereka mengabaikan diriku walaupun aku berusaha seramah mungkin. Seperti biasanya, percuma apa yang telah terjadi telah membuat namaku dan Daniel menjadi buruk.

"Daniel," panggil ku ketika aku memilih keluar dari kantin.

Aku berlari kecil dan mendekati pria itu. "Daniel, apa kamu baik-baik saja?" tanyaku khwatir sambil memegang lengan bajunya.

"Sinta, bagaimana mungkin aku baik-baik saja di tengah berita ini." jelasnya yang langsung menepis tanganku dan berlalu meninggalkanku begitu saja.

Aku kaget, dan reflek menagis. Ini sama sekali nggak adil. Kenapa aku jadi secengeng ini, apa itu karena aku jauh dari sahabatku. Biasanya selalu ada Stella yang akan selalu melindungiku. Dia orang pertama yang akan membelaku mati-matian, kali ini. Aku nggak punya siapa-siapa lagi selain diriku sendiri.

Tak tahan, aku berlari ke taman kecil yang dimana menjadi tempat favorit aku dan Daniel dulu. Aku menghabiskan waktu di sana, sambil Membolak-balik beberapa buku pelajaran tak lupa mendengarkan musik kesukaan ku.

Walaupun aku sedang tersandung masalah. Aku sudah berjanji kalau aku akan tetap rajin belajar. Dan lebih berusaha keras lagi, karena aku ingin menepati janjiku dengan Stella. Sukses bersama dan menjadi wanita karir yang sibuk. Tak apalah dengan semua ini aku yakin semua akan ada jalannya.

Bel telah berbunyi, jam terakhir akan segera di mulai. Seperti biasa, saat jam ini kami akan mengadakan tanya jawab dan pemenangnya akan mendapatkan nilai plus.

Aku selalu melakukan yang terbaik, bukan sok pintar atau apa. Bukankah aku dulunya hanyalah gadis bodoh, mengingat perjuanganku untuk bisa datang ke sini itu sangat sulit. Jadi aku tidak akan menyia-nyiakannya.

Dosen itu memberikan nilai plus untuk ku, dan juga mempersilahkan aku untuk duduk di meja paling depan. Untuk beberapa menit mari lupakan kejadian tadi. Dan berusaha fokus sama materi baru ini, Dosen itu menjelaskan materinya dengan sangat baik dan mudah untuk dipahami. Sesekali aku mengajukan pertanyaan dan bertukar pikiran dengan teman sebangkuku.

Dia hanya mau berbicara denganku jika itu berkaitan dengan pelajaran. Selebihnya dia akan terlihat seperti yang lainnya. Mengasingkan diriku sendirian, tidak menjadi masalah bagiku asalkan dia masih mau berbicara denganku. Aku akan berusaha untuk membuktikan kalau semua itu bukankah kesalahan aku dan Daniel.

Ke esokkan harinya, aku mendatangi satu persatu temanku. Ya mereka yang aku ajak belajar kelompok waktu itu, kami harus menyelesaikan beberapa tugas tentang efek negatif pada diri sendiri. Saat aku mendatangi mereka, mereka hanya mengatakan kejadian yang dimana memang itulah yang terjadi. Tapi, kenapa hanya aku dan Daniel yang tertangkap CCTV.

Benar, waktu itu mereka berpamitan untuk ke toilet dan yang lainnya hanya pergi keluar kelas saja, melihat langit petang yang indah. Bukankah seharusnya pengakuan mereka ini bisa menolongku dan Daniel nantinya.

Setidaknya ini lumayan cukup untuk membantu ku dan Daniel, aku berlari dan mencari keberadaan Daniel sekarang. Lagi, dia tidak terlihat di manapun. Saat aku menyusul ke kelasnya, beberapa dari mereka mengatakan kalau Daniel sudah menjalani skors pertamanya.

Sedih, dan juga sesak. Kenapa jadi begini. Tidak, aku harus membawa mereka ke hadapan beberapa Dosen yang waktu itu aku temui, setelah beberapa menit. Pernyataan mereka di terima oleh Dosen, setidaknya aku dan Daniel memiliki celah untuk menyelesaikan masalah ini.

"Sinta," panggil seseorang padaku. Aku menoleh dan melihat arah sumber suara itu.

"Ini aku, yang pernah tinggal di sebalah kamar kamu dulu. Itu waktu kamu baru datang kesini pertama kalinya." menjelaskan secara rinci tentang siapa dirinya, aku mengangguk dan ingatanku kembali. Ya, dia adalah teman seasramaku kita sempat bersebelahan tapi, hanya sebentar saja karena setelah itu dia dipindahkan ke lantai dua.

"Sinta, aku turut prihatin ya sama apa yang sedang kamu alami sekarang." Lidya tersenyum hangat dan berusaha menguatkanku. Dia adalah Lidya, dia juga sama seperti aku dan Daniel, hanya saja dia salah satu seniorku di sini.

Aku yakin semua ini akan segera berakhir, meski entah kapan waktunya.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang