4. Selalu Seperti Ini

9 5 2
                                    

"Percuma bersembunyi kalau akhirnya mereka akan menemukan kelemahanmu."

Sebenarnya, aku sudah terbiasa dengan hal-hal yang seperti ini. Makanya aku sama sekali tidak peduli dengan apa pun yang akan mereka katakan tentangku atau apa lah itu, aku benar-benar tidak peduli.

Kali ini kami di bagi berdasarkan absen, dan membentuk sebuah kelompok. Sesuai dugaanku, mereka tidak akan mau satu kelompok denganku. Yah, lagian aku juga pasti bisa sendiri kok. Toh, mau mintak tolong sama siapa. Sama Dosennya? Beliau hanya akan menganggap di kelasnya tidak terjadi apa pun.

Sayangnya Stella jeruk nggak masuk hari ini. Entahlah, tampaknya dia sedang merajuk pada ayahnya. Namanya juga anak sultan, dia mah bebas mau ngelakuin apa aja.

"Pak, yang ini namanya nukleus. Berfungsi sebagai pusat informasi sel," jawab si juara satu itu tepat di sebelahku saat ini. Dia menaiki satu alisnya dan menatapku dengan tatapan yang sangat menyebalkan.

Benar, saat ini kami sedang mempelajari struktur sel hewan. Apa lagi kalau bukan pelajaran biologi. Aku hanya mendengus kesal dengan tatapan menjengkelkannya itu. Baiklah, dia memang pintar dan sangat berprestasi.

"Bagus sekali, jawabanmu sangat tepat. Sekarang perhatikan gambar berikutnya dan berikan jawabannya pada saya," ucap Dosen itu sambil mentap ke arahku.

Apa maksud tatapan Dosen ini, dia ingin aku memberikan jawabnya. Walaupun aku bodoh. Tapi, soal seperti ini bukankah semua murid tahu. Terserah saja, apa yang beliau suka beliau bisa melakukannya. "Sinta, bagaimana pendapatmu dengan gambar berikutnya?" tanya Dosen itu yang tiba-tiba berhenti di depan mejaku.

"Apakah kamu bisa melakukannya sendiri?" sambung Dosen itu lagi yang kali ini semua mata tertuju padaku.

Jadi Dosen ini juga sedang mengujiku, sudahlah. Aku sudah terbiasa dengan semua perlakuan mereka. "Maaf Pak, saya tidak tahu jawabannya," balasku dengan nada pelan dan kepala yang sedikit aku tundukkan.

Jawabanku tadi berhasil mengundang tawa di seluruh kelas, sementara Dosen itu hanya mendengus sambil menggelengkan kepalanya. "Sinta, kapan kamu bisa menjawab pertanyaannya saya dengan benar?" tanya Dosen itu lagi sambil memijit kepalanya yang tidak sakit itu.

Aku hanya menggeleng, sambil mengangkat bahu. Aku sendiri juga nggak tahu kapan aku bisa menjawab pertanyaan itu dengan benar. Tapi, bukankah aku selalu berhasil saat ujian tiba, bahkan sekarang saja aku sudah berada di semester empat, kan? Ya, walaupun dengan nilai yang pas dengan rata-rata di setiap mata pelajarannya. Tapi, itu sudah cukup bagiku.

"Biarkan saja pak, kita lanjut saja dengan gambar berikutnya," pinta seseorang pada Dosen itu. Dan di angguki oleh semua murid lainnya.

Aku hanya memainkan pulpenku, dan kembali mengamati gambar berikutnya. Kali ini aku yakin dengan jawabanku. Gambar ini adalah Ribosom, yaitu tempat untuk melakukan sintesis protein atau pembentukan protein. Karena gambar ini lumayan bisa aku ingat, baiklah dari 10 gambar hanya tujuh yang bisa aku jawab. Bagiku itu it's not bad.

Setelah semua lembar soal dan jawaban di kumpulkan, kami kembali duduk ke meja masing-masing. Dan kembali menatap sebuah layar besar, yang di sana ada satu video yang sedang di putar. Video itu menjelaskan tentang struktur sel-sel pada hewan dan juga beberapa contoh hewan lainnya. Aku serasa sedang menonton flim kartun sekarang, bedanya yang ini sama sekali tidak memiliki percakapan apa pun. Hanya beberapa penjelasan yang di berikan oleh Pak Gun, Dosen biologi kami.

Setelah video berakhir, Pak Gun menutup pelajaran hari ini. Dan mempersilahkan kami untuk ke kantin, kali ini aku pergi sendirian tanpa adanya Stella. Beberapa kakak tingkat yang lewat selalu menyapaku dengan sebutan Nobita, aku benar-benar malas meladeni mereka. Aku hanya terus berjalan tanpa harus menggubris semua perkataan yang sama sekali nggak penting itu.

Seperti apa yang di katakan oleh Stella, tetap angkat kepalamu dan terus jalan ke depan. Ada sedikit perasaan kesal saat mereka menyapaku dengan panggilan itu. Tapi, dari pada mereka benar-benar menganggap ku bodoh, sebaiknya aku biarkan saja mereka.

Mereka terlihat kesal, karena aku tidak meladeni perkataan mereka tadi. Ada yang kesal dan mengatakan kalau aku adalah Nobita versi nyata, ada juga yang mengatakan kalau aku itu payah, bodoh dan masih banyak lagi. Tapi, apa peduliku, lebih baik aku pergi ke kantin dan menghabiskan card milik Stella yang tidak sengaja aku bawa kemarin. Bukan tidak sengaja sih, tepatnya aku selalu melakukan itu padanya.

Walaupun aku sering mendengar kalimat itu. Tapi, lihatlah aku bisa duduk di ruangan kantin terbaik, dan juga makanan terbaik yang ada di kantin ini. Itu semua berkat pertolongan dari sahabatku si Stella jeruk. Bahkan, kalau ada yang berani mengagangguku di luar batas. Mereka akan mendapatkan konsekuensinya dari ayah Stelle, atau dari Stella sendiri.

"Lihatlah, dia beruntung sekali bukan? Dia bisa menikmati semuanya secara nikmat. Tanpa bayar sekalipun," ucap salah satu mahasiswa yang ada di ujung ruangan ini.

"Benar, walapun dia terkenal bodoh. Tapi, siapa yang berani mengusiknya dengan kejam," balas yang satunya dan mereka mengangguk paham.

Benar, mereka hanya berani menggangguku sampai titik itu saja. Lebih dari itu mereka tidak bisa melakukannya, karena pasti akan ada yang mengadukan semua kejadian itu pada Stella. Dan berakhir di ruang kepala sekolah atau malah di skors dari semua mata pelajaran.

Mereka akan memanfaatkan situasi, dan mendekati Stella. Setelah itu mereka berharap bisa memiliki posisi seperti yang aku miliki saat ini. Posisi sebagai sahabatnya Stella, si anak sultan. Ada beberapa kali kejadian itu pernah terjadi. Tapi, selalu berakhir di luar dugaan mereka. Karena Stella tahu, kalau orang itu sedang memanfaatkannya.

"Sinta itu, dia benar-benar tidak bisa memahami pelajaran yang saya sampaikan," celetuk salah satu Dosen pada Dosen lainnya.

"Benar sekali, bahkan dalam pelajaran saya juga seperti itu. Saya harus bagaimana lagi untuk bisa menerangkan pelajaran itu padanya," keluh Dosen lainnya sambil mendengus lelah.

"Entahlah, saya sendiri juga bingung. Entah harus dengan acara apa lagi kita bisa mengajarinya agar dia paham dan bisa menjawab semua pertanyaan yang saya lontarkan padanya," balas Pak Gun pada Dosen yang tengah duduk di sebelahnya saat ini.

Beberapa orang yang mendengar percakapan itu langsung melirik ke arahku, sesekali mereka juga tersenyum mengejek dan meremehkanku begitu saja. Kali ini, semua bena-benar menyebalkan. Aku langsung mendatangi meja Tari dan menatapnya jengah.

Tari yang merasakan kehadiranku langsung menatapku santai, seolah aku tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. "Apa? Apanya yang lucu, hah?" tanya ku kesal dan membuat semua orang menatap ke arahku.

"Enggak sih, cuma heran aja kenapa kamu bisa ngampus di sini. Apa lagi kan kedua orang tua kamu cuma petani di kampung. Uups," balas Tari sambil tertawa dengan beberapa anak lainnya.

Sementara Pak Gun dan Dosen satunya, berusaha menenangkanku dan memisahkan kami berdua. "Sudah cukup, Sinta! Jangan bikin keributan di jam makan siang ini," kesal Dosen itu sambil memegang tanganku dan berusaha membawaku kembali ke mejaku.

Plak!

Satu tamparan berhasil mendarat di wajah Tari, yang tadinya terlihat sangat bahagia sekarang malah sebaliknya. "Bukankah aku sudah memperingatimu, Tari!" tegas orang itu sambil menatap tajam ke arah Tari.

"Stella, sudah ya hentikan. Ini tidak seperti apa yang kamu lihat," jelas Pak Gun yang berusaha menenangkan kemarahan Stella itu. Ya, dia adalah Stella. Entah sejak kapan di berda di sini. Tapi, kehadirannya sangat membantuku saat ini.








Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang