"Aku kalah, kini aku terbaring di tempat dimana semua orang tidak menginginkannya."
Sekitar dua jam lamanya aku terbaring lemah dan tidak sadarkan diri, perlahan mataku mengerjap dan mulai terbuka. Sepi, sunyi dan hangat. Aku merasa tubuhku hangat, dan sangat nyaman, sayup-sayup aku mendengar suara seseorang memanggil Dokter. Berteriak panik dan khawatir, setelah itu seketika aku dikelilingi oleh beberapa orang. Mereka mengenakan seragam putih lengkap dengan alat medis mereka.
Salah satunya mengecek suhu tubuhku, satunya memeriksa kondisi dan juga menyuntikkan jarum kecil itu ke dalam tubuhku, sedikit sakit dan terasa menyakitkan saat obat itu mulai bereaksi di dalam tubuh. Aku hanya bisa menahan sambil meremas selimut biru tua itu.
Entah dimana aku saat ini. Tapi, tempat ini sangat nyaman. "Sinta." panggil seseorang yang kedatangannya sangat aku harapkan.
"Sinta." Panggilnya lagi hingga menarik perhatianku, perlahan aku menatap orang itu. Benar, dia adalah Stella. Seseorang yang aku rindukan dan aku butuhkan saat ini
Aku menangis yang kemudian dia memelukku. "Kamu kalau nangis gini, keliatan banget kayak anak kecilnya." tutur sahabatku itu yang masih memelukku.
"Stella, maafin aku ya. Aku udah ngecewain kamu, aku gagal dalam study ini. Bahkan mereka akan memulangkanku, Stella kamu harus percaya kalau semua itu bukan aku dan Daniel pelakuannya," seru ku tak tahan lagi, secepatnya aku hanya ingin dia tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Berkali-kali meminta maaf karena semua itu hancur karena kesalahan yang sama sekali bukan aku pelakunya.
"Sinta, kamu tenang ya. Aku bakalan bantuin ngelurusin semua ini." jelas Stella berusaha menenangkan ku.
"Stella, aku nggak pernah ngelakuin itu. Kamu percayakan sama aku." entah kenapa aku menangis sambil menceritakan semua itu, berharap agar Stella percaya dan berusaha melepaskan semua rasa sesak ini.
Stella mengangguk dan lagi-lagi menenangkanku. Aku masih terus menangis dan sesekali merintih kesakitan, rasa sakit yang aku rasakan saat itu lumayan menyiksaku. Aku pingsan dalam keadaan perut kosong dan juga demam tinggi.
Lelah, akhirnya aku tertidur di sela tangisanku. Sementara itu jauh di sebrang sana, saat dimana Stella bisa datang dan menemui bahkan menyelamatkanku tepat waktu.
Saat malam masih menyelimuti dunia ini. Sinta, kamu kemana sih. Kenapa kamu nggak bisa dihubungun gini, apa yang terjadi sama kamu di sana? Apa kamu baik-baik saja.
Beberapa kali aku selalu mendapatkan kiriman gambar dari Sinta, dan juga pesan singkat kalau dia baik-baik saja. Dia juga sering mengirimkan nilai ujian bahkan nilai plusnya. Dia hebat, Sinta sudah menjadi gadis yang pintar sekarang. Sebagai sahabatnya aku bangga dengan perubahan pesat Sinta.
Dia juga selalu mengingkanku untuk makan tepat waktu dan menjaga kesehatan, dia seperti saudaraku sekarang. Tapi, belakangan ini aku merasa ada yang sedikit berbeda darinya, dia jadi sering mengirim pesan kalau dia merindukan kebersamaan kami. Aku merasa sedikit aneh dan mulai mengirimnya pesan.
Namun, dia sama sekali tidak membalas pesanku. Bahkan dia juga tidak bisa di hubungi, aku semakin merasa ada yang tidak beres. Secepat mungkin aku meminta agar ayah menyiapkan penerbangan untukku, aku ingin melihat keadaannya.
Keesokan harinya, aku mendapatkan kabar tentang apa yang tengah dihapadi oleh Sinta di sana, karena itulah aku semakin ingin menyusulnya. Aku tahu dia tidak akan pernah putus asa, dan akan terus berjuang sampai titik terendahnya.
Sesuai dugaanku, saat aku sampai ke asramanya. Aku menggedor pintu kamar Sinta, aku kaget pintu kamarnya tidak terkunci. Membukanya perlahan dan mendapati sahabatku terkapar di atas lantai yang dingin itu.
Wajahnya pucat, sekujur tubuhnya panas. Aku benar-benar panik saat itu. Dan langsung menghubungi rumah sakit terdekat, butuh waktu beberapa jam untuk sadarnya Sinta. Sebelum dia sadar aku menghubungi pihak kampus.
Menanyakan dengan detail tentang kronologi kejadian semua masalah itu, meminta waktu untuk aku, agar aku bisa membuktikan bahwa Sinta, sahabatku ini sama sekali tidak bersalah.
Aku meminta beberapa orang untuk mengurus semua ini, lagian ini bukanlah hal yang besar bagiku. Beberapa orang kepercayaan ayah sudah menyelidiki semuanya dari awal, karena sebelum aku berangkat aku memberi tahu ayah semuanya.
Ayah setuju dan akan membantuku, aku rasa saat sahabatku ini sadar semua itu akan beres tepat waktu. Meski aku nggak sabar siapa pelaku sebenarnya, jika ini memang di sengaja dia akan mendapatkan konsekuensinya dariku.
Karena orang itu sama sekali tidak tahu seperti apa perjuangan Sinta untuk kesini. Mulai dari semua hinaan, cacian bahkan direndahkan. Aku nggak akan diam jika dia sengaja melakukan semua ini.
Sinta, maaf ya kalau aku datangnya terlambat. Kamu sampai sakit seperti ini, padahal aku udah janji sama orang tua kamu buat jagain kamu. Tapi, aku gagal. Kali ini aku akan lebih lagi menjaga kamu, karena cuma kamu satu-satunya sahabatku yang bisa masak seenak masakan mamaku, Sinta.
Aku kangen masakan kamu, masakan kamu selalu mengingatkan aku sama mama. Rasanya aku seperti merasakan kehadiran mama, saat aku makan masakan kamu.
Beberapa menit sebelum kamu sadar, aku mendapatkan kabar kalau semua ini memang di sengaja. Lihat, sesuai dugaanku ini memang disengaja. Sinta, sekarang kamu bisa bangun. Kamu harus makan dan minum obat, kamu sendiri yang bilang kalau kamu mau mengejar ketinggalan kamu kan?
Setelah itu dia sadar, menatapku setelah dia menjalani beberapa pemeriksaan dari Dokter. Menagis sesegukan dan berusaha meyakinkan aku kalau bukan dia pelakunya, melihatmu seperti itu aku benar-benar nggak tega. Aku hanya bisa menenangkanmu dan memintamu untuk jangan menangis lagi, akhirnya dia terlelap di sela tangisnya.
Dia terlalu baik untuk hak seperti ini. Dia juga nggak akan menyerah dengan hal apapun, dia juga nggak pernah mau aku terlibat dalam masalahnya. Sebisa mungkin dia akan menghadapinya sendirian sampai titik terendahnya, hingga saat dia berada di titik itu. Dia hanya ingin kalau aku percaya dengan semua perkataannya.
Tanpa meminta bantuanku, tanpa mengatakan apa masalahnya dan juga kronologinya. Yang di minta hanya satu, percaya padanya. Sinta, sampai kapanpun aku akan tetap percaya sama kamu, jadi ayo cepat sehat. Agar kamu bisa masuk kuliah lagi, dan mengejar semua ketinggalan kamu.
Karena dari sejak kita bersahabat, aku sudah sangat mengenalmu dan menganggap kamu sebagai saudaraku sendiri. Karena kamu selalu belain aku dari kita kecil sampai masa-masa SMA. Hanya kamu yang selalu ngejagain aku, sekarang, giliran aku yang jagain aku. Sinta, makasih ya karena udah jagain aku waktu itu. Sekarang kamu harus tenang dan jangan memikirkan semua ini lagi. Karena aku akan menyelesaikan semua ini.
Kunci yang aku ingin hanyalah kepercayaan
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT)
RomanceSeperti bunga sakura, cinta akan indah pada musimnya. Sayangnya, itu hanya bertahan untuk beberapa bulan saja. Setelah itu, musim berikutnya akan mengambil keindahannya. Ya, musim gugur, bunga yang cantik akan gugur secara perlahan dan hanya akan me...