7. Gagal

7 3 3
                                    

"Kerja keras memang tidak selalu sesuai dengan hasilnya. Tapi, itu bisa membuat kita tumbuh."

Semua sudah berakhir, tes kemarin aku gagal. Dan ini adalah tes yang ke dua kalinya, aku juga gagal. Sementata Stella dan Tari. Mereka lolos ke tes berikutnya, aku mendapatkan banyak cibiran dan hinaan.

Ada yang bilang si bodoh sedang berlagak lah, berusaha ingin terlihat pintar, mencari perhatian, ingin di puji dan masih banyak lagi. Kedua hasil tes itu sangat mengecewakan, aku lebih banyak duduk diam di dalam kelasku. Enggan untuk keluar karena malu dengan cemoohan mereka semua.

Aku sama sekali nggak berusaha mendapatkan perhatian, atau apalah itu namanya. Aku hanya ingin membuktikan padamu mereka semua kalau aku itu nggak sebodoh apa yang mereka katakan.

Di jam terakhir, Stella datang menemuiku. Di memeluk ku dengan hangat saat di mana semua orang mencaci dan mencibirku, dia bilang selisih nilaiku dengan Tari hanya satu angka. Dan itu adalah kesempatanku untuk bisa ikut tes berikutnya, beberapa Dosen sudah membahasnya sehari ini, dan Stella bilang aku kembali mengikuti tes ke tiga. Karena sesuai peraturan, hanya mereka yang memiliki nilai di atas B+ yang bisa ikut.

Aku seneng bukan main, saat aku mendengar kabar itu dari Stella. Benar, walaupun Dosen ini menyebalkan. Tapi, mereka tetap berprinsip dan tetap mengikuti aturan. Saat kabar itu menyebar ke seluruh kampus, mereka semua kembali mendatangiku dengan embel-embel aku hanya beruntung.

Baiklah, kali ini akan aku pastikan kalau aku lah yang akan memenangkan beasiswa itu. Karena hanya ada tiga kampus yang menerima beasiswa ini, dan semoga saja aku salah satu dari ke tiga kampus ternama itu.

Karena selama dua hari berturut-turut ini kami melakukan tes beasiswa itu, beberapa jam kami kosong dan jam terakhir ini. Aku dan Stella langsung menuju ke perpustakaan yang ada di tengah kota kami. Aku benar-benar belajar, dan mempelajari semua soal yang menurutku sulit. Sesekali Stella membantuku untuk menyelesaikan soal-sial itu.

"Aku capek banget Stell," keluhku sambil mengelap keringat di dahiku.

"Semangat Sin. Bukannya, kamu sendiri yang mau memenangkan beasiswa ini," balas Stella yang masih mengoreksi jawaban ku.

"Kamu nggak mau 'kan kalau kamu terus-terusan di bilang bodoh?" tanya Stella sambil menatap ku dengan senyuman hangatnya.

Mendengar kalimat itu, aku kembali semangat lagi. Apa yang di katakan oleh Stella itu benar, aku nggak mau di bilang bodoh setiap hari. Aku juga nggak mau jadi bulan-bulanan sama temen kalasku dan juga kakak tingkatku.

Aku kembali melanjutkan mempelajari semua soal yang di berikan oleh Stella. Sahabatku ini sangat sempurna, selain dia baik, cantik dia juga pinter dan rendah hati. Apa lagi dia sudah seperti seorang ibu bagiku, dia akan selalu ngedumel kalau ada teman-teman yang mengejekku atau malah membodohiku.

Namun, kali ini biar aku yang melakukannya. Selain ingin membuat kamu bangga padaku, aku juga ingin mengubah sesuatu di dalam keluarga ku. Aku ingin kedua orang tuaku, mihatku saat aku nantinya berhasil melanjutkan study ke negeri tirai bambu itu.

"Sin, udah malam nih. Kita pulang dulu yuk." ajak Stella yang aku balas dengan sebuah gelenga kecil.

Namun, dia hanya menatap ku dengan tatapan bahagianya. Dan pergi meninggalkanku begitu saja seorang diri di perpustakaan ini. Tapi, sayangnya aku sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Yang aku ingat hanyalah, aku ingin memenangkan tes beasiswa itu dan bisa membanggakan ke dua orang tuaku, serta Stella dan ayahnya.

"Nih, makan dulu." bisik Stella yang diam-diam membawa makanan ke dalam perpustakaan. Kalian sendiri tahu 'kan? Kalau membawa makanan itu sama sekali nggak di bolehin di perpustakaan.

Stella, dia memang orang yang nekat, dan berani. Selama aku mengenalnya sudah banyak kegilaan yang aku lihat darinya.

"Kamu gila ya? Stella jeruk, kita nggak di bolehin bawa makan ke perpustakaan." kesalku yang melotot ke arahnya.Tapi, dia hanya mengabaikan perkataan ku dan langsung memakan makanan yang dia bawa tadi.

"Mau gimana lagi dong Sin, perut aku laper banget. Habis, kamu di ajak pulang nggak mau. Jadi ya, makanannya aja yang aku bawa ke sini." serunya dengan tatapan polos itu.

"Udah, nggak usah marah gitu. Kalau kamu nggak cepet, kamu bakalan tertangkap sama pengawas perpustakaan ini." ingat Stella padaku sambil melihat ke arah makanan yang dia beli tadi.

Karena aku juga takut ketahuan, aku langsung menyantap makan yang Stella berikan padaku itu. Dengan cepat, aku dan Stella langsung menghabiskan semua makan dan minuman itu. Sekarang perut kami benar-benar terisi penuh.

Aku dan Stella beristirahat sejenak, sambil membalikkan setiap lembar soal yang kami pelajari bersama tadi. Karena hari sudah semakin larut, kami memutuskan untuk segera pulang. Stella mengajak ku untuk tidur di apartemennya, aku hanya mengangguk setuju dan juga males buat pulang ke kostsan ku hari ini.

Paginya, aku dan Stella sempat membahas beberapa soal lagi sebelum tes ke tiga di mulai. Beberapa kalli Stella selalu mengatakan untuk memahami kalimat yang terpentingnya saja, maka aku akan tahu dengan jawabannya.

Baiklah, Pak Gun sudah memanggil kami berdua. Itu artinya tes terakhir akan segera berlangsung, aku dan Stella langsung memasuki ruangan tes berikutnya.

"Anak-anak, kami para Dosen memiliki alasan kenapa Sinta bisa mengikuti tes beasiswa yang terakhir ini. Itu karena nilainya hanya berbrda satu angka dengan Tari, karena itu kami memutuskan untuk memasukkan Sinta ke tes berikutnya. Selain itu, ini juga adalah sebuah peraturan yang mungkin kalian semua sudah membacanya." seru pak Gun yang langsung memberikan kami lembaran soal terakhir kali ini.

Aku sempat gugup awalnya. Tapi, Stella meneriaki namaku dan meminta ku untuk semangat, aku kembali mengucapkan hal yang sama padanya. Sejenak aku terdian beberapa saat. Andai kedua orang tuaku yang ada di kampung bisa melihatku saat ini, mereka pasti bangga padaku.

"Baiklah anak-anak, kalian hanya memiliki waktu dua puluh lima menit. Di mulai dari, sekarang." seru pak Gun dan kembali tenang.

Suasana di dalam ruangan itu sangat tenang, bahkan aku benar-benar tidak mendengar suara apa pun. Meskipun itu suara langkah kaki, ajaib aku benar-benar ingin memenangkan tes beasiswa ini.

Jika aku menang nanti, aku akan sangat berterima kasih padamu Stella. Karena kamu selalu mendukung ku di saat apa pun itu. Dan mungkin, aku nggak bisa masak lagi buat kamu. Dan, aku juga nggak bisa ngabisin duit kamu lagi. Yang terpenting, jika aku lulus nanti. Kamu adalah orang terbaik setelah kedua orang tuaku, kamu adalah sabahat ku yang selalu membuatku bahagia.

Berjuanglah, meski gerakanmu sangat lambat. Karena akhirnya, kamu akan sampai ke garis finish.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang