23. Keterlibatan

6 1 0
                                    

"Kehadiran mu yang
sedari awal menjadi tanda tanya bagiku."

Sinta, orang itu sangat dekat denganmu akhir-akhir ini. Apakah kedekatamnu dengannya sangat baik, hingga dia begitu tega membuatmu seperti ini.

Kini, Sinta sudah bangun dari tidurnya. Mengingat dia tertidur di sela tangisnya tadi. Sejak kedatanganku dia jadi lebih banyak tersenyum dan sesekali juga masih menjahikiku, sekarang di juga sudah makan banyak dan minum obat teratur.

Melihat peningkatan Sinta untuk sembuh sangat menakjubkan, berkali-kali dia mengatakan kalau dia ingin cepat sembuh agar bisa mengejar ketinggalannya. Aku bangga sama dia, sahabatku ini benar-benar bertanggung jawab. Kelak, ayo kita bermain dan mengelilingi tempat ini bersama.

"Stella, apa yang kamu bilang tadi itu benar?" tanyanya sedikit kikuk, aku mengerti dengan ekspresi itu. Ada rasa takut kalau dia akan mengecewakanku, tenanglah Sinta semua baik-baik saja. Aku hanya menunggu satu orang lagi sekarang.

Aku mengangguk dan menatapnya hangat, berusaha menjelaskan kalau ssemua ini akan segera selesai. Aku janji, aku akan mengembalikan nama baikmu, dia tersenyum dan kembali menikmati buah segarnya itu.

Beberapa kali aku mengabari ayah, kalau Sinta sempat pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Ayah meminta agar aku menjaganya dan menyelesaikan semua masalah yang tengah melibatkan sahabatku ini. Aku dan ayah menjaga Sinta, itu karena beberapa tahun yang lalu. Saat kami masih anak-anak, ibuku meninggal dan Sinta mengatakan untuk jangan menagis. Karena mulai sekarang ibuku juga ibu kamu Stella, kalimat itu yang membuatku tenang.

Hingga saat ini, Sinta sama sekali tidak keberatan kalau ibunya akan membagi kasih sayangnya untukku. Karena itulah, aku dan ayah akan menjaga Sinta dan juga keluarganya. Sinta, jika kamu merasa hanya kamu yang berhutang budi padaku. Lalu bagaimana dengan aku, bukankah aku juga berhutang budi padamu.

Ibumu dengan senang hati menyiapkan bekal untukku, memelukku saat aku merasa kalau dunia ini sangat jahat. Membatuku untuk bangkit saat aku jatuh, dan selalu tersenyum hangat. Bahkan menyambutku dengan pelukan hangat itu. Jika bukan karena dirimu, mungkin aku tidak akan kernah merasakan yang namanya kasih sayang dari seorang ibu.

Sinta, berkat itu semua aku sama sekali tidak merasa kekurangan kasih sayang sedikitpun. Jadi, berhentilah merasa kalau kamulah yang paling berhutang padaku. Karena kita adalah saudara, jadi tidak ada yang namanya hutang kan.

Melihat kondisimu yang sekarang membuatku benar-benar ingin menghancurkan kampus itu. Apalah arti kampus itu, karena itu salah satu kampus yang didirikan oleh ayahku. Beraninya mereka melakukan ini padamu Sinta.

Tok tok

Seseorang mengetuk pintu kamar yang cukup luas ini, tempat dimana Sinta di rawat sekarang. "Maaf, apakah saya boleh masuk?" tanya pria tinggi dan gagah itu.

Aku mengangguk dan mempersilahkan pria itu masuk. "Dia," tanyaku menatap Sinta dengan tatapan penuh tanda tanya.

Namun, Sinta hanya menunduk dan seketika dia menangis begitu saja. Apa pria ini kekasih sahabatku, jika dilihat lebih teliti lagi. Aku tersentak kaget, tidak dia adalah Daniel, pria yang menghilang saat Sinta menjalani hukumannya.

"Sinta, bolehkan aku mengatakan sesuatu." tuturku, yang dimana pandanganku tak lepas dari pria itu.

Sinta hanya mengangguk, dia terlihat pasrah dengan apa yang akan aku katakan. "Daniel, kita tidak perlu berkenalan. Aku hanya ingin bertanya satu halbpadamu, kemana kamu saat Sinta menjalani hukumannya. Aku harap kamu tidak membohongiku," tegasku, bukan berti aku membenci pria ini, hanya saja karena ketakutan pria ini Sinta semakin ditekan.

"Maaf, aku tahu kalau kamu adalah Stella. Aku akan menceritakan semuanya padamu," jelas pria itu, tanpa memintanya untuk duduk terlebih dahulu, aku mengangkat sedikit pandangku. Seolah aku ingin dia langsung saja menceritakan semuanya, agar aku bisa langsung bertindak.

Satu jam berlalu, aku mengerti dia melakukan itu karena dia tidak ingin kalau Sinta dikeluarkan dari kampus ini. Dan dia juga mengatakan kalau dia sangat ingin menjaga Sinta waktu itu. Tapi, dia tidak bisa melakukannya dan terpaksa menghilang begitu saja.

Sinta yang mendengar penjelasan dari Daniel, hanya diam. Dia sama sekali tidak habis pikir kenapa orang itu setega itu padanya, bahkan Sinta tidak pernah berbuat salah padanya atau bahkan mengusi kehidupan orang itu.

"Stella, maaf kalau aku nggak bisa menjaga sahabatmu. Tapi, percayalah aku nggak benar-benar menghilang. Aku selalu mengirin pesan padanya, menanyakan kabar dan juga memintanya untuk tenang. Tapi, Sinta tidak membalas pesanmu sekalipun," jelas pria itu yang terlihat kalau dia sangat menyesal.

"Aku juga nekat datang kesini, setelah aku mendengar kalau Sinta dilarikan ke rumah sakit dan di rawat,"sambungnya lagi.

"Daniel, aku mengerti dengan kindisimu. Sekarang tolong jaga Sinta untukku, aku akan menyelesaikan semua ini," tuturku yang langsung pergi begitu saja

Mereka ingin bermain-main denganku. Mengancam, bahkan memfitnah seseorang begitu saja. Sekarang ayo kita lihat apa yang akan kalian dapatkan dariku.

Aku menelfon ayah dan mengatakan semua padanya, ayah hanya mengatakan kalau dia mempercayai semuanya padaku. Bagus, sekarang mari kita selesaikan permainan ini.

Dengan mobil mewah ini, aku perkirakan sembarangan di area kampus dimana Sinta mendapatkan semua masalah ini. Beberapa dari Dosen itu menatapku tidak suka, dan yang lainnya terlihat ketar-ketir atas kedatangannku yang dadakan ini.

Tanpa basa-basi aku melangkah dan langsung menuju ke salah satu ruangan Dosen yang ada di kampus ini. Tanpa mengetuk atau bahkan meminta izin untuk masuk, biarkan saja aku benar-benar kesal dan apa yang mereka lakukan sudah kelewatan.

Dosen yang mengenaliku menyambutku ramah dengan wajah yang terlihat sedikit bingung. Pemegang kampus ini adalah orang kepercayaan ayahku, dia adalah orang Indonesia asli.

"Nona besar, apa yang membawamu datang kemari?" tanyanya perlahan dengan nada yang bergetar.

Aku menatapnya tajam, dan memperlihatkan sebuah video pendek. Dimana di dalam video itu ada semua rekaman di kampus ini, mulai dari hari dimana Sinta belajar kelompok dan Daniel yang menunggunya di depan kelas.

Semua mata tertuju pada rekam CCTV itu, mereka kaget dan tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Tanpa aku menjelaskan pun. Mereka paham dan mengerti. "Apa kalian menemukan pelakunya?" tanyaku dengan intonasi yang sangat mudah untuk aku kontrol.

"Kami mengerti Nona, kami akan menindak lanjuti mereka dan mengembalikan nama baik Sinta serta Daniel," jawab Dosen itu, tepatnya orang kepercayaan ayah.

"Kalian tahu bukan, walaupun ayahku memberikan kepercayaannya pada kalian. Bukan berarti kalian semua tidak di pantau di sini, rekaman ini saya dapatkan dari salah satu perusahaan ayah. Dan mereka yang mengirimkan rekaman ini pada saya, gerak-gerik kalian akan selalu kami pantau," jelasku sambil menekankan setiap kalimatku itu.

"Buat mereka yang terlibat, biarkan aku yang mengurusnya. Kumpulkan mereka semua di sini sekarang juga," pintaku yang mungkin kurang sopan. Tapi, aku tidak percaya dengan hal sesepele ini mereka bisa lalai.

Kamu hanya memerlukan mereka yang menyayangi dan mempercayaimu.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang